40.

325 8 0
                                    

Terdengar kabar rapat anggota komite rumah sakit itu sudah di mulai. PD nam menunggu dengan cemas, khawatir kalau syuting akan dihentikan.

"Tenang saja. Kalau memang mereka tidak ingin melanjutkan acara ini, seharusnya mereka mengatakannya dengan jujur saat rapat sebelumnya, kan?" Penulis Naskah menghela nafas dan bergumam.

Nae setuju dengan ucapannya itu. Isi rapatnya memang berbeda, tetapi hasil dan maknanya sebenarnya sama saja.

Ketika rapat telah berjalan selama beberapa saat, PD Nam di panggil keruang rapat.

"Kemarin aku tenang-tenang saja, tapi kali ini perasaanku tidak enak," PD Nam menoleh pada Nae sejenak lalu menuju ke ruang rapat.

Nae marah. Ia merasa seperti kembali ke titik nol lagi. Nae yang tadinya tidak tahu harus berbuat apa dan menunggu dengan cemas itu akhirnya menelepon wartawan yang mewawancarai Aom.

"Bagaimana anda bisa membuat artikel mengenai prediksi acara dokumenter yang bahkan belum pernah anda lihat!"

"Prediksi apanya, sebaiknya anda memilih kosakata yang tepat untuk mengungkapkan pendapat anda. Anda bilang saya menulis artikel seperti itu?"

Dari gaya bicaranya, jelas kalau orang ini sedang meremehkanku. Nae geram.

"Apa anda tahu bagaimana kelanjutan kejadian itu saat membuat artikel itu?"

Meskipun Nae geram dan rasanya ingin mencabik-cabik wartawan itu, ia ingin menunjukkan kalau dirinya berada satu level di atas wartawan itu.

"Saya hanya menulis cerita yang berkaitan dengan Dokter Aom."

"Itu dia! Kenapa anda menulis artikel seperti itu? Anda sadar tidak, berapa kali anda menulis inisial nama ibu hamil itu di artikel anda? Anda mengatakan kalau saya dan Dokter Aom sudah memberikan kerugian ganda pada ibu hamil itu. Lalu, anda sadar tidak, dengan menulis inisial namanya di artikel anda itu, anda juga ikut melukai perasaan ibu itu! Anda menganggap ibu itu hanya sebagai 'bumbu' cerita saja? Anda bisa berkata seperti itu? Kalau memang seperti itu, bukankah itu artinya anda yang memanfaatkan ibu itu untuk membuat artikel ini? Untuk menimbulkan 'isu', seperti yang anda ungkit-ungkit itu," Nae mengeluarkan seluruh emosinya melalui satu persatu kalimatnya.

"Ah...." wartawan itu menghela nafas seolah akan berkata sesuatu, namun kemudian ia terdiam.

"Cepat klarifikasi artikel itu! Kalau tidak, anda akan menyadari kesalahan artikel anda yang sok tahu ini melalui media yang jauh lebih besar!" Nae berteriak geram lalu segera menutup teleponnya. Kemudian ia berbalik dengan wajah emosi dan tiba-tiba berhadapan dengan Batz.

"Kau ini benar-benar seperti ayam petarung ya."

Bukan sebuah pujian, dan bukan ucapan asal bicara saja. Apa ia kecewa?

"Baru tahu? Padahal aku selalu berbuat seperti itu dari awal padamu," Nae menatapnya sinis sambil berjalan melewatinya.

"Memang kenapa kau marah-marah seperti itu?" Batz bertanya pelan pada Nae yang berjalan melewatinya. Nae menghentikan langkahnya.

"Sama seperti alasanmu muak padaku," tanpa sadar, Nae berbicara dengan singkat dan ketus.

"Muak?" Batz mengangkat sebelah alisnya dan menatap Nae.

"Kau tidak sadar? Aku tidak bertanya padamu karena dari wajahmu saja aku tahu apa yang kau pikirkan. Toh hubunganmu dengan Dokter Aom atau denganku, sama-sama tidak serius."

"Apa maksudmu?" Batz bertanya dengan marah.

"Mudah untuk di lepaskan. Atau dengan kata lain, mudah untuk diputuskan."

"Itu, kau berharap seperti itu?" Batz bertanya dengan wajah mengintimidasi.

"Bukankah itu yang kau inginkan? Kelihatannya kau sakit hati sekali karena berciuman dengan perempuan payah seperti aku ini?"

"Jangan asal bicara seperti itu," Batz menangkap lengan Nae.

"Memangnya kenapa, memangnya apa tandanya kita sudah menjalin hubungan?" Nae menepis tangan Batz dan berbalik meninggalkannya. Apa ia tidak bisa berharap apa-apa pada orang itu? Apa alasannya merasa seperti memasang kepingan puzzle yang tidak pas ini karena akhir dari hubungan mereka sudah jelas?

Nae melangkah cepat sambil berusaha menahan air matanya yang akan tumpah. Untung saja Batz sepertinya tidak berniat mengikutinya. Sial.

Ketika mereka menunggu PD Nam tiba di ruang rapat, Batz meninggalkan ruang rapat itu sesaat. Pada rapat sebelumnya, ia mendapat bantuan dari PD Nam. Sekarang ini adalah gilirannya membantu PD Nam. Tetapi karena ia tidak tahu harus berkata apa lagi, ia keluar dari ruang rapat, seolah melarikan diri dari PD Nam. Tentu saja ia merasa tidak enak hati. Kalau sampai acara ini di batalkan, ia akan merasa sangat bersalah pada PD Nam dan Nae.

Ketika ia hendak mencari angin dan berjalan menuju teras, ia berpapasan dengan Nae. Lagi-lagi ia sedang marah-marah.

Batz merasa bahwa Nae mendapat julukan 'ibu hamil nasional' itu karena dirinya. Oleh karena itu, ia tidak ingin membuatnya terluka lagi. Untunglah, sepertinya perempuan itu juga bisa menjaga dirinya sendiri.

Sepertinya ia menelepon wartawan saat itu mewawancarai Aom. Kemudian, dirinya pun berakhir ikut bertengkar dengan Nae yang emosinya memuncak.

Lalu, Batz seperti tidak punya tenaga untuk menahan Nae yang pergi dengan sinis. Kalaupun ia menahannya, ia tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya bisa berkata bahwa mungkin saja syuting acara ini akan dihentikan.

Ini hanya akan membuat Nae semakin emosi. Oleh karena itu, semakin lama Nae tahu mengenai hal ini, sepertinya akan semakin baik.

Batz kembali menuju ke ruang rapat. Di belakang orang-orang yang keluar dari rapat, ia melihat PD Nam berjalan dengan wajah lesu.

"Bagaimana..." Batz bertanya padanya dengan hati-hati. PD Nam tertawa datar.

"Aku terharu mendengar kau percaya pada tim kami."

Batz terdiam. Ia merasa bersalah karena tidak dapat membantu banyak.

"Kita sepakat untuk melanjutkan acara ini tanpa Nae."

"Apa?" Batz menyahut dengan sangat terkejut. Skenario yang sangat buruk.

"Sebenarnya, waktu aku memutuskan Nae untuk menjadi reporter dalam acara ini adalah karena isu yang membuatnya mendapat julukan 'ibu hamil nasional'. Namun, sekarang malah ia yang kembali dirugikan karena isu tersebut," PD Nam berkata lesu.

"Apa ini sudah keputusan akhir?" Batz berkata dengan buru-buru.

"Ini baru usulan mereka. Karena keputusan tetap berada di tanganku. Kalau aku berkata bisa menjalankan acara ini tanpa Nae, maka akan dijalankan seperti itu. Kalau aku berkata tidak bisa tanpa Nae, maka acara ini akan berakhir."

"Wah, tidak boleh seperti itu!" Batz kembali asal melontarkan perkataannya tanpa ia pikir terlebih dahulu. PD Nam yang terkejut melihatnya kemudian tertawa.

Falling In Love ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang