68.

310 9 0
                                    

"Kau pikir aku merasa tenang? Kau pikir aku senang harus memutuskan untuk tidak berhubungan lagi denganmu? Orang yang benar-benar tidak ingin kulepaskan?"

"Apa?"

"Kau pernah donor sperma atau tidak?" Nae menatapnya tajam. Batz menyahut dengan ragu. Raut wajahnya seketika berubah.

"Pe, pernah. Satu kali."

"Kenapa kau melakukan hal seperti itu, hah?"

"Kenapa katamu? Aku tidak punya pilihan lain. Saat itu, jumlah orang yang mau mendonorkan sperma sangat sedikit. Aku juga awalnya tidak mau, tapi karena dilakukan pemeriksaan, apa boleh buat... Lalu, memangnya kenapa? Kau melihat ada anak yang mirip denganku?" Batz yang tadinya ragu-ragu balas menyahut dengan kesal pada Nae.

"Iya! Aku hampir saja melihatnya!"

"Apa maksudmu?"

"Orang yang mendonorkan spermanya pada P'Wine adalah kau!"

"Apa?"

Seketika itu juga, mata Batz terbelalak lebar. Saking lebar nya seolah-olah berubah menjadi black hole yang bisa menyedot semua benda di sekelilingnya termasuk dirinya sendiri.

"Orang yang disebut-sebut sebagai dokter park itu, dia yang menolong Wine mendapat donor sperma dan ternyata itu adalah milikmu. Aku sudah melihat daftar nama donor dan penerima donor itu dengan kedua mata kepalaku sendiri!" Nae menunjuk kedua matanya dengan jari tangannya seolah akan menusuknya.

"Tidak mungkin...." Batz terhuyung karena shock.

"Ja, jadi anak yang tadi dioperasi itu..."

"Seharusnya begitu, kan? Tapi kenapa golongan darahnya berbeda? Wine A dan kau O. Tidak mungkin kan anaknya memiliki golongan darah B?" Nae berkata dengan tidak sabar. Ia sudah tidak tahu lagi siapa yang paling terkejut saat mengetahui hal ini.

"Aneh sekali. Secara biologis, kalau aku memang ayahnya, harusnya aku bisa mendonorkan darah kalau ibunya tidak bisa. Tapi kenapa...." Batz sedang bergumam heran ketika tiba-tiba Kim muncul dari kamar rawat.

"Ah, iya! Waktu itu, waktu itu kau kan? Kau yang mendonorkan untukku, kan? Iya kan?" Batz tiba-tiba memegang kerah Kim dengan erat.

"Aku kenapa?" Kim terkejut melihat Batz tiba-tiba mencengkeram kerah bajunya.

"Waktu itu, waktu aku memasukkan sel spermaku di tabung kaca itu, tiba-tiba aku di panggil oleh profesor, kan. Makanya aku menitipkan padamu untuk mengumpulkan tabung kaca itu. Lalu kau pergi untuk mengumpulkan tabung kaca itu."

Nae semakin kesal dan heran mendengar percakapan kedua laki-laki itu.

Sebenarnya apa yang mereka lakukan saat ini!

"Ah, iya, benar. Aduh, lepaskan dulu tanganmu. Aku mau mati rasanya!" Kim melepaskan tangan Batz dari kerahnya dan terbatuk-batuk.

"Di tabung itu sudah tertempel namaku, jadi tidak mungkin tertukar. Lalu apa yang terjadi? Kau benar sudah mengumpulkannya?"

"Ke, kenapa tiba-tiba kau membahas hal itu?" Kim terlihat malu lalu melirik sekilas pada Nae.

"Karena ini penting. Cepat katakan," Batz yang sudah tidak sabar, mengatur nafasnya dan menatap Kim.

"Apa itu benar-benar penting?" Kim mengernyitkan dahinya.

"Iya, sangat penting. Menyangkut takdir seseorang."

Benar. Takdir beberapa orang dipertaruhkan di sini.

"Se, sebenarnya," Kim menghela nafasnya sejenak.

"Saat itu aku juga sebenarnya sedang sibuk. Jadi, aku agak kesal ketika kau menitipkan tabung itu padaku. Lalu, ketika aku sedang sibuk berjalan ke sana kemari, tidak sengaja aku menjatuhkan tabung itu ke lantai dan pecah."

"Apa?" Batz berseru kaget dan tangannya bergetar seolah ia menyaksikan langsung bakal anak-anaknya jatuh dari tebing dan mati.

"Aku sebenarnya juga malas mengumpulkan itu dan saat itu tidak bisa juga memanggilmu kembali untuk mengisi tabung itu lagi. Jadi, ku tumpahkan saja sedikit punyaku di tabung baru dan kutempelkan namamu. Maaf," Kim menunduk malu dengan wajah dan leher yang merah padam.

"Memangnya bisa?" Batz mengerutkan dahi.

"Bisa. Karena punyaku cukup banyak saat itu," wajah Kim semakin memerah. Ia menggaruk-garuk kepalanya dengan canggung.

Nae yang saat itu baru memahami pembicaraan mereka ikut merasa mukanya memerah. Batz buru-buru menutup telinga Nae dengan kedua tangannya.

Kemudian, ia berkata sesuatu pada Kim, entah apa. dilihat dari ekspresi nya, kelihatannya seperti kata makian, tetapi Nae tidak tahu dan tidak bisa mendengar apa yang ia katakan.

Setelah beberapa saat, Batz melepaskan tangannya dari telinga Nae dan nafasnya terdengar terengah-engah. Kim yang tadi tampak terkejut menundukkan kepalanya pada Nae.

"Maafkan aku. Aku tidak menyangka kalau perbuatanku itu menimbulkan masalah seperti ini. Aku benar-benar minta maaf."

"Ah, tidak apa-apa."

Nae awalnya juga ingin marah-marah, namun melihat situasinya jadi seperti itu, ia juga rasanya tidak bisa marah.

"Sekarang kau tahu, kan? Kepada anak siapa kau mendonorkan darahmu," Batz berkata dengan serius. Seketika mata Kim berkaca-kaca.

"Apa tidak apa-apa jika aku memberitahu semua hal ini pada Wine?" Kim berkata dengan suara tercekat dan menatap Nae.

"Apa P'Wine tidak terkejut? Seharusnya ini kan rahasia," Nae berkata dengan cemas.

Kim kini tidak tahu harus berbuat apa.

Falling In Love ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang