William menurunkan tubuh Jen di atas brankar yang ada di ruang kesehatan. "Tubuhmu berat juga," cibirnya. Seketika Jen menatap William tajam.
"Aw!" pekik Jen kesakitan saat William menyentuh bibirnya yang terluka.
William yang merasa bersalah langsung menjauhkan tangannya. William lalu mengambil kotak P3K di dalam laci dan sebaskom air hangat dengan handuk kecil.
"Kenapa kau bisa tahu aku dibawa ke sana?" tanya Jen hati-hati saat William membersihkan darah kering di sudut bibirnya.
William tidak menjawab. Dia terus mengompres pipi Jen yang memar. William lalu mengeluarkan obat dari dalam kotak dan menaruhnya di luka Jen. "Tahan, ini akan sedikit perih," ucapnya dingin.
Jen mendengus kesal saat mendengar suara dingin William, bahkan aura pria itu juga masih menyeramkan. "Akh!"
William lalu mengoleskan salep ke pipi Jen yang memar. Setelah selesai dia berjongkok lalu membuka sepatu dan kaos kaki Jen. "Kenapa kau tidak melawan?!" geram William.
"Apa kamu lupa kalau aku diikat tadi?"
"Kalau saja tidak ada yang mengirim video itu tadi, entah jadi apa kamu sekarang." William mengoles salep tadi pada kaki Jen yang keseleo dan sedikit mengurutnya.
"Video? Siapa yang kirim? Setahuku tidak ada orang lain di sana."
"Aku juga tidak tahu, tetapi setelah melihat video itu aku dan teman-temanku segera ke sini."
Jen hanya manggut-manggut. Sejujurnya sedari tadi jantungnya berdegup kencang. Mulai dari William menggendongnya hingga sekarang. Tetapi, Jen berusaha menyembunyikan itu semua di hadapan William. Setelah selesai William berdiri lalu berjalan ke arah wastafel dan mencuci tangannya. William lalu menghampiri Jen dan berkacak pinggang.
"Terima kasih dan kamu sudah boleh pergi," ucap Jen ketus.
"Apa mengucapkan terima kasih dengan ikhlas itu sangat susah, ya?" sindir William.
"Aku tidak terbiasa berterima kasih."
William tersenyum kecil lalu menarik kursi yang ada di dekat brankar dan duduk tepat di samping brankar Jen. "Kau istirahatlah. Aku akan menjagamu."
Jen membulatkan matanya, tetapi sedetik kemudian dia menetralkan ekspresinya. "Kau tidak kembali ke kelas?"
"Aku jarang masuk kelas jadi kau tak perlu takut."
"Aku bukannya takut hanya saja—" hanya saja kamu bisa membuatku terkena penyakit jantung, lanjutnya dalam hati.
William mengangkat satu alisnya. "Hanya saja apa, my girl?"
"Kira-kira apa yang akan terjadi pada Chyntia dan temannya?" tanya Jen mengalihkan pembicaraan.
"Itu bukan urusanmu, jadi sebaiknya kau jawab pertanyaanku tadi."
Jen menelan ludahnya sambil memikirkan jawaban apa yang harus diutarakannya. "Bukan apa-apa. Hanya saja aku risi berada di dekatmu."
"Oh, ya?" tanya William dengan nada ragu.
Jen menggigit bibir bawahnya. Tiba-tiba dia menjadi gugup. "I-iya."
William berdecak lalu berdiri. Dia mencondongkan badannya ke arah Jen.
"Mau apa kau?" tanya Jen yang bertambah gugup.
William mendekatkan bibirnya ke telinga Jen. "Jangan pernah menggigit bibirmu. Kalau tidak, aku akan menerkammu," bisiknya.
Jen menelan salivanya dalam-dalam lalu mendorong dada bidang William, tetapi William tidak bergerak sama sekali. William tersenyum miring lalu mengecup hidung mancung Jen.
"Gadis nakal."
"Pria mesum!"
William lalu menjauhkan wajahnya dan mendorong badan Jen agar rebahan. "Istirahatlah ...."
Jen hanya patuh lalu memejamkan matanya. William mengelus pipi Jen lembut dan mengecup pucuk kepalanya.
William kembali duduk lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan mencari kontak Rey. Setelah dering ketiga barulah telepon itu tersambung.
"Halo ...."
"Bagaimana?"
"Mereka diskors selama seminggu."
"Just that? Itu terlalu ringan. Aku maunya dia keluar dari sini," kesal William.
"Sorry brother, tetapi Chyntia adalah anak yayasan di sin. Dan jika kita gegabah, Jen juga bisa dikeluarkan."
William berdecih lalu menatap Jen. "Kuasaku lebih besar dari Thomas Hilbert."
"Jangan membesarkan masalah. I promise if she hurt Jen again then she will get out of here."
William menghela napas. "Fine!"
Terdengar suara kekehen dari sebrang sana. "Aku tahu kau sengaja memanfaatkan kejadian ini untuk menjauhkan Chyntia dari dirimu. Bisa dibilang kesempatan dalam kesempitan."
"Jangan asal bicara kau!"
"Hanya ada 2 kemungkinan. Pertama, kau memanfaatkan Jen. Kedua, kau mulai menyukai Jen."
William terdiam. Dia tidak tahu harus membalas apa.
"Kau tak perlu menjawab. Aku sudah tahu jawabannya. Kau mau menemani Jen berarti kau menyukainya atau jangan-jangan kau sudah mencintainya."
William langsung memutuskan sambungan telepon itu dan memasukkannya kembali ke dalam saku. Apa benar aku menyukainya? Tidak mungkin, batinnya.
TBC
***
Hayo william....
Suka
Tidak
Suka
Tidak
Suka
Tidak
Yang mana readers????
Jawabnya dikolom comment ya. Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
SevenTeen ✅
RomanceCOMPLETED ✅ DON'T COPY MY STORY!!! Mohon maaf sebelumnya apabila ada kesamaan nama tokoh atau tempat. Mungkin hanya kebetulan karena ini murni inspirasi dari Author. ---------------------------------------------------- Siapa yang tidak mengenal Jenn...