Playlist : Carry You Home - Tiesto ft. Aloe Blacc 🎶
***
Jen melempar tasnya ke atas kursi belajarnya lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas kasurnya yang empuk.
Vivian berdiri di ambang pintu sambil bersedekap dan menggelengkan kepalanya.
"Apa kau hanya mau berdiri di sana terus-menerus?" tanya Jen.
Vivian menghela napas lalu masuk dan duduk di kursi meja rias Jen.
"Aku tahu kamu menyukai Jaz," ucap Jen tiba-tiba.
Tubuh Vivian menegang. Bibirnya gemetaran akibat gugup. Dia bingung harus berkata apa.
Jen berdiri lalu melipat tangannya. "Kenapa tidak kamu katakan saja pada Jaz? Kenapa kamu malah membantu Jaz mendekatiku? Apa kamu ini bodoh?"
Vivian menggeleng. "Ka-kamu bi-bicara apa, Jen? A-aku ti-tidak menyukai Ja-Jaz," ucap Vivian gugup.
Jen tersenyum meremehkan. "Dari cara bicaramu yang gugup saja aku tahu bahwa kamu bohong."
Vivian tersentak lalu segera menunduk. "A-aku ...."
Jen menggeleng. "Aku tahu jawabannya, Vivian. Aku bisa baca pikiranmu."
Vivian langsung mendongak dan menatap Jen horror. "Apa kamu punya indera keenam?"
Jen terkekeh geli lalu menggeleng. "Kamu itu ekspresif. Kamu hanya terlalu minder. Dengar, aku bisa mengubahmu sesuai tipe Jaz. Jadi, apa tipe perempuan yang disukai Jaz?"
"Jen ... no! Kamu harus bersama Jaz agar kamu bisa lepas dari William."
Jen menggeleng. "Ayolah .... Jangan naif. Tidak semudah itu untuk lepas dari William. Dia tidak akan memutuskan aku jika bukan keinginannya. Jadi, dari pada kamu menuruti apa keinginan Jaz lebih baik kamu perjuangkan cintamu."
Vivian menatap Jen dengan tatapan memohon.
"Aku pasti membantumu, Vivian. Kamu temanku. Tetapi, pertama yang harusku lakukan adalah mengubahmu."
Senyum Vivian mengembang seketika. Dia mengangguk antusias.
"First, kita lepas kacamatamu." Jen hendak melepaskan kacamata Vivian, tetapi Vivian mencegahnya.
"Aku minus."
Jen menghela napas lalu membuka laci meja riasnya. Dia mengeluarkan kotak softlens dari sana.
"Aku tidak bisa memakai itu," ucap Vivian sambil menunjuk kotak itu.
"Kamu akan terbiasa."
Jen lalu membantu Vivian memakainya. "Bagaimana?" tanya Jen.
Vivian bercermin sebentar. "Not bad."
Jen lalu menarik tangan Vivian menuju walk in closet. Jen membuka lemari besarnya dan mulai memilih baju untuk dipakai Vivian.
"Aku tidak mau yang terbuka," ucap Vivian mengingatkan.
Jen memutar bola matanya. "C'mon, Vi! Semua pria menyukai gadis yang hot."
Vivian menggeleng. Dia tetap keras kepala. Jen menghela napas. Jen lalu menyodorkan dress maroon brukat selutut, tetapi lengan panjang kepada Vivian.
"Coba ini!"
Vivian menerimanya lalu segera masuk ke kamar mandi.
"Aku tunggu di meja rias," teriak Jen sebelum keluar.
Tak lama Vivian keluar dengan tubuh terbalut dress milik Jen. Jen berdecak kagum.
"See .... Rupanya kamu punya tubuh ideal yang sempurna."
Vivian hanya tersenyum malu. Vivian lalu duduk di meja rias dan Jen mulai memoles wajah Vivian dengan peralatan make-up miliknya. Setelah selesai Jen menarik lepas kepangan Vivian dan mulai menyisir rambut hitam panjangnya.
"Kenapa kamu harus menyembunyikan ini semua di dalam penampilan culun itu, Vi?"
"A-aku ... tidak percaya diri."
Jen menghela napas. Dia lalu masuk ke walk in closet dan mengeluarkan heels 7 cm berwarna hitam.
"Pakai ini!"
Vivian tidak langsung mengambilnya. Dia menatap Jen dengan bingung.
"Jangan bilang kamu tidak bisa pakai heels."
Vivian hanya mengangguk pelan.
"Oh my God! Jadi, kamu pakai apa saat ke sebuah pesta?"
"Aku tidak pernah mau pergi."
Jen menghela napas lalu kembali menyodorkan heels itu. "Kamu harus tetap mencoba ini. Aku tidak mau tahu!" pinta Jen.
Dengan terpaksa Vivian mengambilnya dan memakainya.
"Good girl! Nah, sekarang berdiri dan coba jalan!"
Vivian menggeleng kuat.
Jen melotot seketika. "Jadilah gadis penurut ...."
Vivian menelan salivanya kasar lalu mencoba berdiri dengan berpegangan pada sisi meja.
"Jangan kaku, Vi. Rileks saja."
Vivian mencoba berjalan dengan dibantu Jen. Beberapa kali dia kehilangan keseimbangan, tetapi untung ada Jen menahannya.
"Good .... Terus ... terus ...."
"Kau tahu Jen, aku seperti bayi yang baru belajar jalan," gerutu Vivian.
Jen terkekeh lalu geleng-geleng kepala. "Ayo, lanjutkan!"
Akhirnya Vivian bisa memakai heels. Vivian menjatuhkan bokongnya di atas ranjang dan segera melepas heels itu. Vivian memijat kakinya yang terasa sakit. "Aku tidak mau memakai itu lagi."
"Hei! Kau sudah berhasil. Kenapa kau harus menghentikannya?"
"Kakiku sakit, Jen. Jangan paksa aku!"
Jen menepuk jidatnya lalu ikut duduk di sebelah Vivian.
"Fine! Kau bisa memakai flat shoes." Akhirnya Jen memutuskan.
Vivian tersenyum senang. "Thanks ...."
Jen mengeluarkan ponselnya dari saku celana lalu membuka kamera. "Ayo, kita selfie dulu!" ajak Jen sambil menarik Vivian agar mendekat.
Vivian menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Jangan! Aku tidak suka difoto."
Jen mendengus kesal. "Jangan buat aku marah, Ms. Lowie!"
Vivian menurunkan tangannya perlahan. "Please .... Jangan memaksaku."
Jen menatap Vivian datar lalu berdiri.
"Kau mau ke mana?" tanya Vivian saat Jen hampir mencapai pintu.
Jen tidak menjawab. Dia langsung membuka pintu dan keluar.
Vivian menghela napas lalu menunduk. "Aku memang tidak tahu diri," lirihnya.
TBC
***
Jangan bersedih Vivian....
Ayo dong support vivian yang ingin mendapatkan cinta seorang Jaz...
Percaya deh bahwa sebenarnya vivian itu cantik. Nanti author kasih tahu cast-nya deh biar kalian bisa melihat gambaran mereka semua itu seperti apa dipikiran author.
Thanks.
KAMU SEDANG MEMBACA
SevenTeen ✅
RomanceCOMPLETED ✅ DON'T COPY MY STORY!!! Mohon maaf sebelumnya apabila ada kesamaan nama tokoh atau tempat. Mungkin hanya kebetulan karena ini murni inspirasi dari Author. ---------------------------------------------------- Siapa yang tidak mengenal Jenn...