"Kamu sudah kembali rupanya ...."
"Ya."
"Bagaimana hari-harimu selama ini?"
"Baik."
"Benarkah?"
"Ya."
"Ck! Kenapa kamu menjawab dengan jawaban singkat seperti itu?" gerutu Alex tak terima.
"Aku hanya menjawab apa yang ada di pikiranku."
"Daddy tahu kalau kamu selalu menyuruh orang suruhanmu untuk mengawasinya. Bukankah dia milikmu? Lalu, kenapa kamu seperti ini sekarang?"
"Kukira dia bahagia tanpaku."
Alex tersenyum kecut lalu memalingkan wajahnya. "Omong kosong! Dia tak baik-baik saja dan kau tahu itu."
"Aku tidak mau peduli lagi," ucap pria itu lalu bangkit berdiri.
"Morgan Johansson ... Daddy belum selesai bicara!" bentak Alex seraya bangkit dari duduknya.
"Daddy kira aku tak tahu semuanya?"
Alex terkejut mendengar apa yang dikatakan putranya itu.
Morgan berbalik lalu menatap ayahnya dengan tatapan mengintimidasi.
"Sudah bagus aku melepasnya. dan jika aku mendekatinya lagi, maka seumur hidupku tak akan pernah kulepaskan lagi."
Alex membulatkan matanya lalu memijit pelipisnya. "Hentikan semua ini, Morgan!"
"Daddy menyembunyikan kenyataannya dari kami semua! Apakah Daddy pikir itu cukup adil? Aku yang harus menanggungnya!" bentak Morgan.
"Morgan ... dengarkan Daddy dulu."
"Tidak ada yang perlu Daddy jelaskan lagi padaku. Aku akan menemuinya," ucap Morgan tegas lalu berjalan ke arah pintu.
"Jangan Morgan!"
Morgan seolah menulikan telinganya, lalu membuka pintu dan menutupnya dengan keras.
Alex menghela napas lalu menjatuhkan bokongnya di atas kursi kebesarannya. "Apa mau anak itu sebenarnya?"
***
Claire tengah memainkan ponsel pintarnya ketika tiba-tiba saja dia merasakan ada seseorang yang tengah memperhatikannya. Dengan keberanian penuh dia mengangkat kepalanya dan spontan berjalan mundur saat matanya beradu pandang dengan seseorang. Seseorang yang tengah dihindarinya.
"BU-BUAT APA KAMU KEMARI???" teriak Claire kencang membuat semua perhatian melihat ke arah mereka.
Pria itu hanya menunjukkan senyum mengejeknya. "Mau buat sensasi, heh?! Jangan terlalu percaya diri Nona Claire Willow. Aku sedang menunggu seseorang yang kurindukan."
Claire melotot lalu melipat kedua tangannya. "Oh, ya? Benarkah? Kau ingin menemui gadis gila itu? Gadis yang selalu kau bangga-banggakan di depanku?"
Pria itu berdecak tak suka. "Terserah apa katamu."
"Kau yang seharusnya sadar .... Kenapa kau masih mengharapkan gadis depresi itu, hah?!"
"Cukup!" bentak pria itu.
"Untuk apa kau kembali? Ah, aku tahu! Kau mau membawanya pergi bersamamu kan? Baguslah .... Kalian berdua terlihat cocok. Jadi, bawa saja dia pergi jauh-jauh," cibir Claire.
"Cukup kubilang!"
Claire tersentak lalu segera menutup mulutnya rapat.
Pria itu tersenyum kecut. "Perlu kujahit bibirmu itu, heh?"
Claire membekap mulutnya dengan kedua tangannya sendiri lalu menggeleng.
"Kalau begitu pergilah dari sini! Aku muak denganmu," ucap pria itu sarkastik.
Claire segera berlari meninggalkan parkiran universitasnya.
Pria itu mengangkat sebelah alisnya, lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kerjanya. Dia bersender pada mobilnya sembari menunggu seseorang.
"Huft ... I miss you so bad."
Para mahasiswi yang berlalu lalang menatap kagum pada pemuda itu. Tinggi, hidung mancung, kulit putih bersih, berbadan atletis, terlihat berkarisma, apalagi tatapan tajamnya itu.
Kedua sudut bibirnya melengkung ke atas saat melihat penampakan seseorang yang ditunggunya.
***
"Jen ... kau lihat yang di sana? Itu Morgan! Dia kembali," seru Vivian.
Jen yang sempat melirik ke arah Morgan segera memalingkan wajahnya. "Aku tidak kenal orang itu."
"Ck! Buat apa juga dia ada di sini?"gerutu Rachel.
Pria dengan setelan formalnya itu berjalan ke arah mereka bertiga.
"Hey! Dia berjalan kemari," bisik Vivian.
"Ayo pergi!" jak Jen segera. Tetapi, langkah mereka terhenti karena Morgan sudah berdiri di depan mereka.
"Hai ... long time no see."
"Buat apa kamu kemari, hah?!" sentak Rachel.
Morgan hanya menatap lurus ke arah wajah cemberut Jen. "Aku senang bisa melihatmu kembali."
"Maaf, sepertinya Anda salah orang. Saya sama sekali tidak mengenal anda dan saya tidak suka berbicara dengan orang asing. Maaf ... saya harus pergi sekarang juga."
Morgan menunjukkan senyum tertariknya. "Mau menghindar, ya? Dengar, Mau sejauh apa pun kamu pergi, aku pasti menemukanmu walaupun sampai ke ujung dunia sekali pun."
Jen memberikan senyuman meremehkan. "Maka aku akan jalan-jalan ke alam semesta agar kau tidak akan bisa menemukanku. Camkan itu!" Setelah itu, Jen segera pergi dari sana, meninggalkan Rachel dan Vivian yang sedari tadi hanya diam saja.
"Kenapa kalian memasang tampang bodoh seperti itu?" cibir Morgan ke arah Rachel dan Vivian.
Rachel yang tersadar lebih dulu langsung saja menendang tulang kering Morgan sekuat tenaga.
"Akh!"
"Dasar bastard!" umpatnya.
"Kenapa wanita cantik suka sekali mengumpat?" gerutu Morgan sambil memegangi kakinya.
"Beraninya kau tunjukkan wajahmu di hadapan Jen lagi!" ucap Rachel sambil menunjuk Morgan.
"Hey, Rachel Simsons! Kenapa kau melihatku seperti melihat hantu? Tenang saja .... Aku bukan vampir yang akan menghisap darahmu sampai habis. Aku mungkin hanya akan memutilasimu, lalu kulempar ke laut untuk dijadikan santapan para hiu malang itu."
Sekali lagi Rachel menendang kaki Morgan kuat. "Cukup omong kosongnya!"
Vivian yang mendengarnya hanya dapat bergidik ngeri.
"Kenapa kau kasar sekali sebagai perempuan?" keluh Morgan.
"Karena kau pantas mendapatkannya," ucap Rachel sambil menatap tajam Morgan. "Ayo, Vi!" ajak Rachel sambil menarik pergelangan tangan Vivian.
Morgan tersenyum kecut. "Justru kalian yang akanberterima kasih padaku. Lihat saja!"
TBC
***
Jangan lupa vote ya.. Author akan lebih semangat kalau vote-nya banyak. Oke???
KAMU SEDANG MEMBACA
SevenTeen ✅
RomansaCOMPLETED ✅ DON'T COPY MY STORY!!! Mohon maaf sebelumnya apabila ada kesamaan nama tokoh atau tempat. Mungkin hanya kebetulan karena ini murni inspirasi dari Author. ---------------------------------------------------- Siapa yang tidak mengenal Jenn...