Chapter 56 - Only An Unknown Person

2.1K 79 1
                                    

Playlist : Perfert Strangers - Jonas Blue ft. JP Cooper 🎶

***

Morgan menghembuskan napas kasar saat melihat banyaknya misscall dari Claire. Entah apa yang harus dia katakan pada wanita itu. Dia sungguh tidak mau dijodohkan dengan Claire, tetapi di lain sisi dia juga tidak mau terjadi hal buruk yang menimpa Jen. Morgan mengacak rambutnya frustrasi, lalu memilih meletakkan kembali ponselnya di atas nakas.

Ting! Morgan meraih ponselnya malas saat mendengar dering tanda pesan masuk. Dia mengernyit saat yang mengirim pesan adalah Chyntia Hilbert.

Hello, calon kakak iparku!
Bagaimana harimu, heh?
Kudengar dari grandpa bahwa kau membawa gadis pembawa masalah itu ke hadapannya.
Ck! Apa yang kau pikirkan sebenarnya, hah?
Dasar bodoh!
Tentu saja kau membawa gadis itu ke tempat yang benar. Neraka!
Dengar, aku tidak peduli kau memilih Claire atau pun Jen tetapi asal jangan sampai melibatkan William. Aku tidak mau singa rabies itu mengusik hidup tunanganku lagi. Paham?
Seharusnya kau cukup paham mengingat siapa dirimu.
Kalau begitu sampai jumpa lagi, Morgan Johansson.

-Chyntia Hilbert.

Morgan mendengus kesal lalu segera mengetik balasan untuk Chyntia.

Jaga ucapanmu, bitch!
Aku bahkan bingung dengan kebodohan William. Mengapa juga dia harus bertunangan dengan wanita seperti dirimu? Tidak ada bagus-bagusnya sama sekali. Ha! Asal kau tahu, grandpa mungkin boleh menolak Jen, tetapi aku yakin suatu saat nanti dia juga akan luluh karena Jen wanita yang istimewa.

-Morgan Johansson.

Morgan menghela napas kasar, lalu menendang kaki meja dengan kuat tanpa memedulikan kakinya yang akan merasakan sakit. Dia terduduk di atas sofa lalu memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Dia melempar ponselnya ke atas meja lalu memejamkam mata. Saat ini hanya ketenangan yang dibutuhkannya.

***

"Untuk apa kamu menyuruhku kemari?" tanya Jen pada seseorang berjaket hitam dan tengah berdiri membelakanginya.

Jen melipat kedua tangannya, berusaha menunjukkan sikap angkuhnya. Kali ini dia tidak mau terlihat lemah, sudah cukup penghinaan yang dilakukan oleh Goldon Johansson kepadanya. Dia tidak akan mengeluarkan air matanya lagi. Orang itu berbalik lalu menatap tajam Jen.

"Sudah kembali ke sikap asalnya ternyata."

"To the point saja, aku tidak mau kau membuang-buang waktuku. Aku sudah muak dengan kalian semua."

Orang itu adalah Claire Willow. Claire melepaskan topi yang menyembunyikan rambut panjangnya. "Aku mau kamu pergi jauh."

Jen berdecih tak suka lalu menatap Claire menantang. "Atas dasar apa kamu memerintahku? Apa belum cukup dengan bully-an yang selama ini kulakukan padamu?"

"Sudah lebih dari cukup," jawab Claire sembari meringis. "Dengar, aku hanya kasihan padamu. Kakek tidak menyukaimu, William bahkan membencimu. Kau dan Chyntia bagai kucing dan tikus, kamu tidak bisa terus menerus hidup di lingkungan mereka."

Jen terdiam lalu mulai mencerna apa yang dikatakan Claire. Gadis itu ada benarnya juga. Dia juga tidak mau merusak perjodohan Morgan dengan Claire. Kedua orang tuanya tidak akan membelanya. Dulu dia punya Alex Johansson yang siap menjadi sandarannya, tetapi pria tua itu sudah pindah bersama istrinya ke Spanyol.

"Lalu, aku harus ke mana?" tanya Jen tanpa menghilangkan nada angkuhnya.

"Ke tempat yang tidak akan terpikirkan oleh mereka semua," jawab Claire sambil tersenyum tipis.

Jen mengerutkan keningnya bingung. Claire merogoh saku jaketnya, lalu mengeluarkan selembar tiket pesawat dengan jadwal penerbangan besok pagi. Jen menerimanya, lalu menatap Claire dengan serius.

"Kau yakin mereka tidak akan menemukanku?"

Claire mengangguk antusias. "Sudah kupikirkan matang-matang dan aku sudah mendapatkan semua data tentangmu."

Jen menyimpan tiket itu di saku celananya, lalu menghembuskan napas kasar. "Kenapa kamu melakukan semua ini? Jangan bilang kalau kamu takut aku merebut Morgan darimu. Dengar, aku sama sekali tidak memiliki niat seperti itu."

Claire tersenyum lalu mengangguk. "Aku percaya, maka dari itu aku membantumu."

Jen menatap tak percaya pada Claire. Di saat dia selalu mem-bully Claire tanpa rasa kasihan, tetapi gadis itu masih mau membantunya keluar dari lingkaran mengerikan ini.

Claire menepuk pundak Jen sembari mengembangkan senyumannya. "Hanya satu hal yang ingin kusampaikan padamu. Kamu berhak bahagia, Jen."

Jen menggeleng keras sambil tersenyum kecut. "Orang sepertiku tak pantas merasakan kebahagiaan, Claire. Aku sudah terlalu banyak melukai orang. Aku berdosa. Aku memang tidak pantas dicintai oleh siapa pun. Bahkan seharusnya kau turut membenciku."

Claire menggeleng sambil mempertahankan senyumannya, seolah takut senyuman itu akan luntur. "Aku bukan orang seperti itu. Aku memang kesal ,tetapi aku memahami kondisimu. Aku juga wanita jadi otomatis aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan."

Hati Jen terenyuh. Dia tersenyum lalu memeluk Claire dengan erat. "Terima kasih banyak untuk semua ini, Claire. Aku berjanji tak akan menghalangi kebahagiaanmu. Kuharap kamu mau bertunangan dengan Morgan. Dia pria yang baik."

"Aku tahu," ucap Claire dengan lirih. Menahan rasa perih yang tiba-tiba mencuat dihatinya.

Jen melepaskan pelukannya. "Kalau begitu, kamu sudah boleh pergi sebelum ada yang menemukan keberadaanmu di sini. Aku juga perlu membereskan barang-barangku."

Claire mengangguk lalu kembali memakai topinya.

"Jaga dirimu baik-baik, Jen. God bless you."

Jen mengangguk lalu membalikkan badannya. Mereka berdua jalan membelakangi dan berpisah tanpa adanya salah perpisahan.

***

Jen tengah memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam koper ketika sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.

Jen membuka dan matanya membelalak saat melihat siapa pengirimnya.

Hello, Jennifer Anlikie ....
Aku ingin bertemu denganmu.
Sekarang juga!
Di cafe tempat biasa kita bertemu.
William.

-Unknown.

Jadi, ini nomor baru pria itu, pikir Jen lalu mulai mengetik balasan.

Maaf, tetapi aku sedang sibuk.
Lain waktu saja.

-Jennifer Anlikie.

Hanya butuh beberapa detik untuk mendapatkan balasan dari pesan William.

Sibuk dengan kakakku, heh?
Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Ini penting. Jadi, kumohon temui aku.

-Unknown.

Fine! Kau selalu saja memaksa. Aku akan tiba di sana 15 menit lagi.

-Jennifer Anlikie.

Jen segera membereskan pakaiannya lalu menutup koperitu. Dia kemudian sedikit merias wajah pucatnya dan merapikan tatananrambutnya. Tak lama dia segera merogoh jaket kulit, ponsel, danjuga kunci mobilnya lalu keluar dari kamar.

TBC

***

Jangan lupa vote dan comment-nya. Tetap tunggu kelanjutan ceritanya Jen dan William ya....

Contact???
Instagram : (at)funggzz_

SevenTeen ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang