Chapter 44 - I love you...

2.6K 68 0
                                    

Morgan POV

Aku tengah berkutat dengan pekerjaanku, tetapi tiba-tiba bunyi dering yang berasal dari ponselku mengalihkan perhatianku dari berkas-berkas ini. Aku meraih ponselku dengan malas lalu membulatkan mata saat melihat nama yang tertera di layar ponsel ini.

"Halo ...," jawabku dengan semangat. Tetapi, yang membuatku bingung adalah karena Jen tidak berbicara apa pun.

"Halo Morgan ...."

"Ya, Jen. Ada apa meneleponku? Aku tidak menyangka bahwa kamu masih menyimpan nomorku. Aku sempat berpikir bahwa mungkin kamu tidak akan pernah menghubungiku lagi sejak dua tahun yang lalu."

"Stop, Morgan! Itu tidak penting sama sekali. Aku hanya mau bertanya akan satu hal."

Aku mengerutkan keningku bingung, lalu berdiri dan berjalan ke arah jendela besar di ruang kerjaku. Aku menghembuskan napas lalu berbicara. "Apa yang mau kamu tanyakan, princess?"

"Sebelum William kecelakaan dia sempat meneleponku ...." Terdengar hembusan napas kasar dari seberang sana. Aku semakin penasaran dengan apa yang ingin ditanyakan oleh pujaan hatiku ini. "William berkata kalau kamu berniat mengirimnya ke London. Apa itu benar?"

Aku mengerti sekarang dan pikiranku melayang pada kejadian dua tahun yang lalu. Aku mengingat percakapan antara aku dan William sebelum dia pergi. "Ya, itu benar," jawabku singkat.

"Atas dasar apa kamu melakukannya, hah? Kenapa kamu mau mengirim dia ke London?"

Aku memijit dahiku yang terasa berdenyut lalu menatap lurus keluar jendela. Terlihat gedung-gedung pencakar langit yang tidak kalah tingginya dengan perusahaan J.S Corporation. Perusahaan milik keluarga Johansson yang kini dialihkan kepemimpinannya padaku. Perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dan juga informasi. Walaupun perusahaan ini belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Microsoft Corporation dan IBM, tetapi perusahaan J.S Corporation ini tidak dapat diragukan lagi kejayaannya. Bahkan tak sedikit agent CIA maupun FBI meminta bantuan mereka untuk menerobos sistem informasi yang dibutuhkan.

"Hey! Kenapa kau diam saja?"

Aku seketika tersadar dari lamunanku lalu mengingat kembali apa yang ditanyakan oleh Jen tadi. "Hm .... Jika aku menjawabnya, pasti kamu akan semakin membenciku," lirihku.

"Ck! Jika kau memang salah, maka pantas jika aku membencimu, Morgan."

"Aku sengaja mengirimnya ke London agar dia tidak bisa menemuimu lagi. Kamu ingatkan pertengkaran kita sebelum ini semua terjadi? Aku cemburu buta dan berusaha untuk menjauhkan dirinya dari kamu, Jen. Apa aku salah? Aku hanya mencintaimu dan ingin memilikimu."

"Tetapi, itu egois, Morgan."

Aku sedikit lega saat mendengar nada lembut dari ucapan Jen.

"Andai aku bisa memutar waktu pun aku akan tetap melakukan hal yang sama, Jen. Bukankah ini keinginanmu dulu? Aku hanya membantumu. Lagian dia di sana juga untuk menjaga grandpa."

"Grandpa?"

Aku sedikit mengangguk walau aku tahu Jen tidak dapat melihatnya. "Ya. Tetapi, karena William harus meninggalkan dunia ini, maka dengan terpaksa aku yang harus ke London. Maka dari itu, selama dua tahun ini aku tidak bisa menemuimu, tetapi sekarang aku sudah kembali."

"Ck! Untuk apa kembali lagi? Aku cukup tenang saat kau tak ada."

Aku terkekeh geli. "Aku kembali karena tingkat kerinduanku padamu sudah melewati batas maksimal, princess. Lagipula aku harus menjaga kamu mulai sekarang."

"Eh! Eh! Kenapa malah lari dari topik? Ah, menyebalkan! Dengar, aku bisa mengurus diriku sendiri dan kau tak perlu menjagaku."

Aku menghela napas saat mendengar nada bicaranya yang kembali ketus. Aku tidak mungkin tidak menjaga gadis nakal ini. Aku selalu menempatkan beberapa bodyguard di sekitarnya dan tentu tanpa sepengetahuannya. Karena jika sampai dia tahu, bisa kupastikan bahwa dia akan mengamuk saat itu juga. Aku sudah melakukan ini semenjak aku ditugaskan ke London. Dan karena itulah aku terpaksa harus terjebak dengan gadis bernama Claire Willow itu.

"Morgan ... kau masih di sana? Kenapa diam saja?"

Aku tersenyum kecil saat menyadari terdapat sedikit kekhawatiran dalam pertanyaan itu. "Ya, aku masih di sini. Jadi, apa lagi yang ingin kamu tanyakan, princess"

"Emm .... Sebelumnya aku mau bertanya, kamu sedang tidak menyetir, 'kan?"

Aku mengerti mengapa dia bertanya hal seperti itu. Dirinya pasti masih trauma akan semua ini. "Tenang, princess .... Aku sedang berada di ruang kerjaku saat ini."

Terdengar napas lega dari sebErang sana. Aku memilih untuk duduk di atas sofa maroon yang terletak di tengah ruang kerjaku.

"Saat itu William mengatakan bahwa jika dia dikirim ke London, maka dia pasti akan sulit untuk menginjakkan kaki ke Los Angeles lagi. Apa ini rencanamu juga?"

Aku mengerutkan keningku bingung. Kenapa William bicara seperti itu? Aku lalu menjawab pertanyaan Jen itu dengan sejujurnya. "Dengar Jen, perihal itu aku sama sekali tidak tahu. Aku juga tidak memaksa William untuk menetap selamanya di sana. Jadi, maaf kalau aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu yang satu ini."

"Benarkah? Apa kau yakin?"

Terdengar nada tak percaya dari ucapan gadis di seberang sana dan aku hanya bisa memakluminya.

"Sebegitukah tidak percayanya dirimu padaku? Aku sudah berkata jujur dan maaf jika itu semua mengecewakanmu."

Terdengar helaan napas kasar. Aku juga ikut menghela napas lalu menatap lekat bingkai foto besar yang bergantung indah di dinding ruang kerjaku. Itu adalah potret keluargaku, di mana ada Daddy, Mommy, aku dan, juga William. Melihat foto itu sedikit membuat dadaku terasa nyeri.

"Ah, baiklah kalau begitu. Maafkan aku. Kalau begitu kita akhiri saja percakapan ini."

Suara halus yang berasal dari ponselku pun mengembalikan pikiranku ke dunia nyata. Aku sangat berharap bahwa ini bukanlah percakapan terakhir antara aku dengan Jen.

"Baiklah, Jen. Aku akan selalu ada untukmu jika kamu membutuhkan bantuanku."

Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Jen langsung memutuskan sambungan teleponnya. Aku hanya dapat menghela napas untuk yang kesekian kalinya.

"Aku mencintaimu Jen ...."







TBC

***

Bagaimana dengan chapter ini? Apa kalian menemukan sedikit petunjuk? Maaf apabila nama, tempat ataupun perusahaan yang dimuat dalam cerita ini sama sekali tidak ada. Karena bagaimana pun ini hanya cerita fiksi hasil imajinasi dari author. Dan apalagi terdapat kesamaan cerita, author mohon maaf tapi author tegaskan bahwa ini bukan hasil plagiat melainkan hasil pemikiran author sendiri. Bagi yang mengikuti dari awal pasti bisa menilai.

Semoga chapter ini membantu para readers yang penasaran akan semua ini ya.

Oh ya author mau tanya nih.... Ada tidak yang bersedia membuat cover untuk cerita SevenTeen ini? Jika iya, mohon partisipasinya ya.

Bisa kirim gambarnya di contact author.
Instagram : (at)funggzz_

Terima kasih.

SevenTeen ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang