Ting .... Tong ....
Jen mengernyit saat mendengar suara bel pintu.
Siapa yang bertamu? batinnya. Itu sudah pasti bukan William karena William tidak mungkin menekan bel jika mau masuk. Jadi, siapa?
Jen menghapus air matanya kasar lalu berdiri. Dengan malas dia berjalan ke arah pintu. Jen membuka pintu perlahan dan napasnya tercekat saat melihat siapa yang ada di depannya.
"Hei ...."
Lidah Jen terasa kelu. Dia tidak bisa mengeluarkan suaranya.
"Jen ... are you okay? Kenapa matamu bengkak? Apa kamu habis menangis?" tanya Morgan khawatir sambil mengusap pipi Jen lembut.
"I'm fine, Morgan. Kau tidak perlu khawatir begitu," ucap Jen malas sembari menurunkan tangan Morgan dari pipinya.
"Apa anak itu telah melukai kamu, Jen? Jika iya, maka aku akan memberinya pelajaran."
Jen menggeleng. "Dia tidak melakukan apa pun. By the way, mengapa kamu ada di sini?"
Morgan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hm .... Apa aku boleh masuk?"
Jen mengangguk lalu bergeser agar Morgan bisa masuk. "Silakan masuk ...."
Morgan pun berjalan masuk ke dalam kamar hotel William dan Jen.
"Apa kalian satu kamar?" tanya Morgan saat mereka sudah duduk di ruang tamu.
"Jangan salah paham dulu, Morgan. Kami beda ranjang," jawab Jen cepat. Takut kalau Morgan berpikiran yang tidak-tidak.
Morgan tersenyum. "Aku percaya padamu."
"Untuk apa kau kemari?" Suara dingin itu mengalihkan perhatian Morgan dan juga Jen. Mereka berdua sama-sama melihat siapa yang bersuara itu. Seketika Jen terkejut saat melihat William berdiri di sana, menatap mereka tajam—terutama Morgan.
Morgan berdiri lalu tersenyum pada adiknya. "Aku ditugaskan untuk mencari kalian. Kalian pergi tanpa memberitahu orang tua kalian. Tentu mereka mengkhawatirkan kalian."
"Tidak mungkin. Orang tuaku tidak pernah memedulikanku," sela Jen.
Hal itu membuat Morgan menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.
Jen menunduk. "Ah! Maafkan aku."
"Kau hanya mau mencari alasan. Sebaiknya kau pergi dari sini sebelum aku mengusirmu dengan cara tidak terhormat, kakak," ucap William tajam.
"William!" tegur Jen.
"Ada apa denganmu, William? Apa kau cemburu melihatku bersama Jen? Apa kalian beneran pacaran? Oh, C'mon! Kau bahkan membiarkannya menangis sendirian di kamar. Kau sungguh bukan pacar yang baik, William," ucap Morgan sarkastik.
"Katakan padanya kalau kita berpacaran, Jen," pinta William sembari menatap Jen tajam.
Morgan menaikkan sebelah alisnya, lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
Jen berdiri lalu menatap William tajam. "Aku bukan pacarnya dan kami akan membatalkan pertunangan itu," ucap Jen lantang.
William membelalakkan matanya, sedangkan Morgan tersenyum puas.
"Aku tidak mau lagi menurutimu, William. Sudah cukup semuanya dan aku akan berbicara dengan orang tua kita."
William mengepalkan tangannya. "Apa yang kau katakan, Jen? Kenapa tiba-tiba kau seperti ini?"
"Aku lelah, William," lirih Jen lalu menatap Morgan yang juga tengah menatapnya.
William lalu berjalan ke arah Jen dan memegang pundaknya. "Katakan yang sejujurnya, Jen. Bahwa kita berpacaran dan juga saling mencintai."
Jen menggeleng lalu menepis tangan William. "Tidak! Nyatanya hanya aku yang mencintaimu!" teriak Jen histeris.
William dan Morgan tercengang mendengarnya.
"Apa maksudmu, Jen?" tanya Morgan tidak mengerti.
"Ya, semua ini dimulai dari perjanjian yang dibuat oleh William agar aku tidak lagi dijodohkan denganmu, Morgan. Maafkan aku. Tetapi, semakin aku dekat dengannya, itu malah membuatku mencintainya. Aku tidak suka ini. Aku tidak suka cinta sepihak. Jadi, lebih baik aku hentikan semua ini dan mengubur jauh-jauh perasaan ini sebelum terlambat."
"Jen .... Kita harus bicara berdua," ucap William penuh penekanan.
Jen menggeleng lalu memeluk lengan kekar Morgan dengan erat. "Morgan .... Tolong bawa aku pergi dari sini."
Rahang William mengetat mendengarnya. "Jangan berani pergi dari sini, Jennifer Anlikie!"
"Sudahlah, William. Biarkan Jen pulang bersamaku. Dia butuh waktu untuk sendiri," kata Morgan.
William menghela napas. "Biar Jen pulang bersamaku."
Jen menggeleng. "Aku tidak mau. Ayo, kita pergi, morgan! Please ...."
Morgan mengangguk lalu membawa Jen keluar dari kamar hotel itu.
"Shit!" umpat William sambil membanting benda-benda yang ada di sekitarnya. "Pengacau itu berani sekali ke sini! Dan apa-apaan Jen itu! Dia mencintaiku? Sounds like bullshit," gumamnya.
***
Morgan membukakan pintu untuk Jen dan Jen segera masuk ke dalam mobil Morgan. Morgan memutari mobilnya dan masuk ke bagian pengemudi.
"Wanna say something?" tanya morgan lembut lalu mengelus pipi kiri Jen pelan.
Jen menggeleng pelan. "Nothing ...."
Morgan menghela napas lalu menangkup kedua pipi Jen. "Aku tahu bahwa kamu sedang sedih, Jen. Aku bisa melihat itu semua dari matamu. Dengar, Jen! Ada aku di sini, aku akan menjaga kamu dan menjadi pendengar yang baik jika kamu membutuhkannya."
Jen tersenyum kecil. Dalam hatinya, dia sedikit merasa bersalah karena telah menolak pria sebaik Morgan. "Thanks, Morgan. Tetapi, aku tidak apa-apa. Aku bisa mengatasinya."
Morgan tersenyum kecut lalu menjauhkan tangannya dan mulai menyalakan mesin mobil.
"Kamu mau membawaku ke mana?"
Morgan berdeham seJenak. "Ke suatu tempat."
Setelah itu Jen hanya diam saja dan menatap keluar jendela.Dia tidak bisa berpikir jernih sekarang. Pikirannya masih dipenuhi dengan William.Semua yang berhubungan dengan William.
~~
"Aku menangis darah sekalipun, kau tidak akan mengerti rasanya menjadi diriku."
~~
TBC
***
Bagaimana readers? Apa pendapat kalian tentang chapter kali ini?
Maaf ya jika makin tidak jelas alur ceritanya.
Hari ini author akan update dua kali. Tapi belum tahu pasti jam berapa. Jadi ditunggu saja ya.
See you all.
KAMU SEDANG MEMBACA
SevenTeen ✅
RomanceCOMPLETED ✅ DON'T COPY MY STORY!!! Mohon maaf sebelumnya apabila ada kesamaan nama tokoh atau tempat. Mungkin hanya kebetulan karena ini murni inspirasi dari Author. ---------------------------------------------------- Siapa yang tidak mengenal Jenn...