Jaz dan Rey sudah mengelilingi sekolah, tetapi mereka sama sekali tak menemukan William. Tadi Justin juga sudah berusaha menghubungi, tetapi tidak diangkat. Sedangkan, Samuel menyusul ke rumah William dan kata pembantunya William sudah tidak pulang sejak semalam.
"Sudah diangkat?" tanya Rey dan Justin hanya menggeleng pasrah.
Jaz tiba-tiba ingat akan sesuatu. "Apa kalian ada yang melihat Jen hari ini?"
Semuanya menggeleng.
"Kita cari Vivian dan Rachel sekarang," ajak Jaz.
Sam tersenyum sumringah karena dia akan bertemu dengan Rachel. Tiba-tiba Sam merasakan ada yang menyikutnya.
"Kendalikan dirimu. Ingat tujuan kita adalah mencari William," ucap Rey berbisik.
Sam lalu mengangguk paham.
***
Keempat pria tampan itu masuk ke dalam kantin dan berjalan menghampiri dua wanita yang memilih untuk duduk disudut kantin. Terlihat dua wanita itu sedang membicarakan hal serius tetapi entah apa itu.
"Rachel .... Vivian ...."
Dua wanita yang merasa namanya dipanggil itu pun menoleh dan mengerutkan kening saat melihat keempat pria itu.
"Oh my God! Ini beneran kamu, Vivian? You look beautiful. Kenapa tidak dari dulu saja seperti ini, heh? Tidak ada lagi kacamata tebal dan kepangan rambut anehmu itu," heboh Justin saat melihat perubahan Vivian.
Ya benar, jika kalian berpikiran bahwa Vivian telah mengubah penampilannya. Dia bukan lagi gadis kutu buku semenjak dekat dengan Jen dan Rachel.
"Dasar playboy! Lihat yang bening saja langsung semangat," cibir Sam membuat Justin cemberut jadinya.
Vivian melirik Jaz, tetapi Jaz hanya menunjukkan wajah datarnya seperti biasa.
"Ada apa?" tanya Rachel to the point.
"Apa Jen masuk hari ini?" tanya Rey dengan suara beratnya.
Vivian dan Rachel saling berpandangan sebentar lalu menggeleng.
"Apa kalian berdua tahu di mana Jen berada sekarang?" Kali ini Jaz yang bertanya.
"Tadi Jen sempat menelepon kami dan dia ada di Miami. Memangnya kenapa kalian mencari dia?" tanya Rachel bingung.
"Apa Jen pergi bersama William?" tanya Justin penasaran.
Vivian dan Rachel mengerutkan kening mereka lagi.
"Tidak, Jen sedang bersama Morgan," jawab Rachel.
"Lalu, di mana William?" gumam Justin pelan.
"Sam .... Bisa kamu jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Rachel sambil menatap Sam tajam.
Sam menghela napas. "William tidak ada di kota ini dan dia tidak bisa dihubungi sama sekali."
Rachel memutar bola matanya malas. "William sudah dewasa, guys. Dia itu laki-laki, jadi kalian tidak perlu sampai mencarinya seperti ini."
"Bukan itu permasalahannya, Hel. William tidak pernah seperti ini sebelumnya. Jika memang mau bolos, dia pasti mengajak kami semua," jelas Samuel.
"Maybe dia sudah sadar bahwa dia bukan seorang gay," ucap Rachel ceplas-ceplos sambil bersidekap.
"Hei! Apa maksudmu???" protes Justin tak terima.
Rachel melototkan matanya, membuat Justin terdiam lalu bersembunyi di balik tubuh Jaz.
"Sorry, but wait ... bukankah William pacarnya Jen, lalu kenapa Jen malah pergi bersama Morgan? Ouh .... Jangan bilang kalau Morgan menculik Jen dan William ke sana untuk menyelamatkannya," ujar Justin.
Semuanya memutar bola matanya malas.
Rey langsung menjitak kepala Justin. "Ceritamu terlalu drama, Justin."
Justin mendengus kesal lalu mengelus kepalanya.
"Hmm .... Bisakah kalian menelepon Jen dan menanyakan soal William? Siapa tahu Jen mengetahui keberadaan William," ucap Jaz tenang lalu duduk di sebelah Vivian. Membuat jantung Vivian berdetak cepat.
"Biar aku saja yang telepon,' ucap Vivi gugup.
Jaz lalu mengangguk. Sam, Justin, dan Rey mulai mengambil tempat duduk masing-masing.
Vivian mengeluarkan ponselnya lalu mencari contact Jen dan memilih icon video call. Tidak butuh waktu lama, Jen pun mengangkatnya. Terlihat dari sini bahwa mata Jen bengkak dan hidungnya memerah seperti habis menangis.
"Jika dilihat dari kondisinya, sepertinya dugaanku tadi benar," bisik Justin pada Sam yang duduk di sebelahnya.
"Sembarangan kamu!" celetuk Sam.
"Jen ... kamu kenapa? Kamu menangis?" tanya Vivian khawatir.
Jen menggeleng lalu tersenyum paksa. "Kenapa menghubungiku lagi? Ada hal penting?"
"Hmm .... Apa kamu bersama William?" tanya Vivian hati-hati.
"Tidak."
"Apa kamu tahu keberadaan William, Jen? Soalnya kami tidak bisa menghubunginya," tanya Jaz.
Jen tampak terkejut saat melihat Jaz ada di sana. Itu tandanya ada teman-teman William lainnya yang ada di sana.
"Jen ...," panggil Rachel saat Jen hanya diam.
"Aku tidak tahu dan tidak mau tahu."
"Tetapi, kenapa? Kamu 'kan pacarnya, harusnya kamu tahu," protes Justin.
Jen mencebikkan bibirnya. "Kalian juga adalah teman baiknya. Harusnya kalian juga tahu dia ke man, bukankah kalian ini tak terpisahkan."
Justin menatap Jen sengit lalu membuang muka.
"Lalu, apa yang kamu lakukan bersama Morgan di Miami?" tanya Rey kali ini.
Jen menghela napas lalu menjawab, "Kami sedang liburan. Dengar, mulai saat ini aku bukan lagi kekasih William dan aku akan bertunangan dengan Morgan."
Semuanya membelalakkan matanya.
"What are you doing???" pekik Rachel.
"Sudahlah .... Mungkin dia bukan jodohku."
"Kenapa tiba-tiba? Lalu, bagaimana dengan William?" tanya Jaz penasaran.
"Ada hal yang tidak perlu kalian tahu, guys. Sudah dulu, ya. Aku mau istirahat dulu."
"Tunggu, Jen! Apa hal ini yang membuatmu menangis?" tanya Vivian.
Jen tidak menjawab dan langsung mengakhiri video call-nya.
"Sial!" umpat Jaz.
Vivian yang melihat Jaz terlihat kesal hanya dapat menundukkan kepalanya. Semua itu tak luput dari penglihatan Rachel.
"Vivi ...," panggil Rachel.
Vivian mengangkat kepalanya lalu menatap Rachel dengan kernyitan bingung.
"Mungkin sekarang waktunya."
Tubuh Vivian menegang seketika dan wajahnya berubah pucat seperti mayat hidup. Dia meneguk salivanya dalam-dalam. Jantungnya berdegup kencang semuanya.
TBC
***
Jangan lupa vote dan comment-nya.
Contact???
Instagram : (at)funggzz_
KAMU SEDANG MEMBACA
SevenTeen ✅
RomanceCOMPLETED ✅ DON'T COPY MY STORY!!! Mohon maaf sebelumnya apabila ada kesamaan nama tokoh atau tempat. Mungkin hanya kebetulan karena ini murni inspirasi dari Author. ---------------------------------------------------- Siapa yang tidak mengenal Jenn...