Playlist : There for You - Martin Garrix & Troye Sivan 🎶
***
"Untuk apa kau kemari?" tanya William dingin. Dia berdiri membelakangi seseorang yang masuk tanpa permisi dan tak diundang sama sekali. Tubuhnya menghadap ke arah jendela besar dihotel dan memandang keluar di mana terdapat gedung-gedung besar berdiri tegak.
"Aku akan mengirimmu ke London."
William membelalakkan matanya lalu segera berbalik. "What do you mean?"
"Aku melakukan semua ini demi Jen. Dia yang memintanya sendiri agar dijauhkan darimu. So, aku harus mengirimmu ke rumah grandpa di London."
"Bullshit! Aku yakin bahwa kau yang sengaja melakukan ini semua. Pokoknya aku tidak mau dan I will stay in here."
"Terserah .... Tetapi, aku akan segera mengurus surat kepindahanmu di sekolah."
"Apa kau tuli, hah?! Kutegaskan sekali lagi bahwa aku tidak akan pindah. Titik!" maki William tak terima. "Kau sengaja 'kan ingin memisahkan aku dengan Jen. Ini semua pasti hanya akal-akalanmu saja. Dengar, Daddy dan Mommy juga pasti tidak akan setuju dengan kepindahanku ini," tambah William lagi.
"William ... William .... Tentu Daddy dan Mommy akan setuju apabila aku melaporkan apa saja kelakuanmu selama ini. Pergi ke club dan bermain dengan para jalang, heh?!"
"Shit! Tutup mulutmu itu, Morgan! Aku sudah lama tidak ke sana," umpat William kesal.
Morgan tersenyum miring. "Jika kau mau rahasiamu tetap aman, maka menurutlah pada kakakmu ini."
William berdecak lalu memijat pelipisnya. "Kau tak pantas disebut sebagai kakak."
"Dengar, William! Ada tidaknya dirimu sama sekali tak kupedulikan. Kau hanya beban bagiku."
William mengepalkan kedua tangannya hingga urat-uratnya yang berwarna hijau keunguan terlihat. "Apa maumu sebenarnya, hah?!"
"Pergi jauh dari sini dan jangan berani menghubungi Jen lagi. Because she's mine."
"Oh .... Aku mengerti sekarang. Kau takut Jen kembali kepelukanku dan kau kehilangan semuanya," ucap William dengan senyum mengejeknya.
Morgan menggelengkan kepalanya lalu berdecak. "Terserah saja apa yang ada di dalam otak bodohmu itu. Yang jelas malam ini kau akan berangkat ke London. Aku sudah menghubungi grandpa."
William membelalakkan matanya tidak percaya. "Secepat itu? Apa kau gila, hah?! Aku akan berbicara dengan Daddy."
Morgan mengedikkan bahunya. "Terserah saja. Yang jelas aku sudah memperingatimu dengan apa yang bisa kulakukan."
William mendesah frustrasi. "Persetan dengan itu semua!" makinya lalu meraih jaket kulitnya yang tersampir di sofa dan juga meraih kunci mobilnya. Setelah itu dia segera keluar dari hotel.
"Mau ke mana kau?" tanya Morgan dengan berteriak di koridor hotel, tetapi William tidak menggubrisnya.
Morgan meraih ponselnya disaku celana lalu menghubungi seseorang. "Ikuti William! Dia baru saja keluar dari hotel."
Setelah memberikan perintah dia langsung mematikan sambungan teleponnya dan memilih duduk di sofa. "Kupastikan kau akan menjauh dari hidup Jen. Bila kau nekat, aku tidak akan segan-segan melenyapkanmu karena kau hanya debu bagiku."
***
William segera menjalankan mobilnya keluar dari basement hotel yang di tempatinya dengan kecepatan tinggi.
William meraih ponselnya yang tersembunyi di dalam saku celananya. Dia mengeluarkan benda pipih itu lalu mencari contact seseorang. Setelah ditemukan William segera menelepon orang tersebut.
Tutt .... Tuttt ...
"Please ... angkat, Jen," gumamnya sambil menekan klakson saat sebuah mobil menghalangi jalannya.
"Halo ...."
William bernapas lega lalu segera menjawabnya. "Halo, Jen ...."
"Untuk apa lagi kau menelepon?" tanya Jen dengan nada ketus.
"Jen, bisa kita bertemu sekarang? Aku ingin membahas sesuatu."
"Untuk apa lagi, William? Semua sudah berakhir dan kita tidak punya urusan lagi."
William mencengkeram stir mobilnya kuat. "Belum berakhir, Jen. Sudah kukatakan bahwa kau tidak bisa memutuskan hubungan ini, kecuali aku yang memutuskannya."
Terdengar suara helaan napas di seberang sana. "I don't care anymore."
"Jen ... please .... Morgan mau mengirimku ke London dan jika aku sudah menapakkan kaki di sana, aku akan sulit kembali lagi ke LA."
"Justru itu bagus dan aku senang. Bila perlu jangan pernah menampakkan wajahmu lagi di hidupku."
William semakin frustrasi dan tidak memedulikan bahwa dia tengah menyetir. "Jen .... Kenapa kau jadi seperti ini? Bukankah kau mencintaiku?" lirih William.
"Ya dan aku menyesal sudah memberikan hatiku padamu, William Johansson."
"Jen, dengar .... Undangan sudah disebarkan. Apa kamu mau mempermalukan nama keluarga kita? Apa kamu tega melihat mereka semua kecewa?"
"Kamu tenang saja William karena aku sudah membicarakan hal ini dengan Alexander Johansson. So, ini bukan masalah lagi."
"Aaaarrggghhhh .... Kau gila Jen!!!" teriak William kesal.
"Hey! Kau mau merusak gendang telingaku, hah?!"
Brak!
Titttt ....
"Halo, William? Kau masih di sana?"
"William? Kenapa kau tidak menjawab?"
"Hey! Jangan main-main atau aku akan—"
"Halo ...."
"Emm ... maaf ini siapa, ya? Bisa tolong berikan ponsel itu pada pemiliknya?"
"Maaf Nona jika saya lancang. Saya hanya pejalan kaki yang kebetulan lewat. Pemilik ponsel ini baru saja mengalami kecelakaan di SW 2nd Ave. Kondisinya cukup parah dan kami sudah menghubungi ambulance."
"APA??? JANGAN BERCANDA!!!"
"Saya tidak bercanda, Nona."
"Di bawa ke rumah sakit mana?"
"...."
***
Jen berjalan tergesa-gesa menghampiri meja resepsionis. "Permisi, pasien atas nama William Johansson yang baru saja masuk dirawat di mana, ya?"
"Ah, ya! Anda siapanya, Nona?" tanya perawat itu ramah.
"Saya tunangannya," jawab Jen tanpa pikir panjang.
"Mr. Johansson masih di ruang UGD dan tengah diperiksa oleh dokter."
Setelah mengucapkan terima kasih, Jen segera berlari ke arah ruang UGD.
"Bertahanlah, William ...."
TBC
***
Wah! Bagaimana keadaan william ya??? Semoga baik-baik saja deh.
Jangan lupa vote dan comment ya. Seperti biasa. 😀
Contact???
Instagram : (at)funggzz_
KAMU SEDANG MEMBACA
SevenTeen ✅
RomantikCOMPLETED ✅ DON'T COPY MY STORY!!! Mohon maaf sebelumnya apabila ada kesamaan nama tokoh atau tempat. Mungkin hanya kebetulan karena ini murni inspirasi dari Author. ---------------------------------------------------- Siapa yang tidak mengenal Jenn...