Jaz melepaskan pegangannya saat mereka sudah sampai di halaman sekolah. Dia menatap Jen datar saat gadis itu tengah meringis, karena pergelangan tangannya memerah. Jaz memang mencengkram kuat tangan Jen, karena gadis itu terus memberontak seperti cacing kepanasan.
"Jika tadi kau diam dan jadi penurut, maka kau tidak akan mendapatkan sakit itu," ujar Jaz dingin.
Jen mengalihkan pandangannya dan kini menatap Jaz tajam. "Sudah menyakiti orang bukannya minta maaf malah mengataiku seperti itu."
Jaz mengangkat kedua alisnya lalu bersidekap. "Harusnya kau intropeksi diri, Nona. Bukankah kau melukai temanku dan tidak mau meminta maaf?"
Jen menatap Jaz dengan tatapan tak suka. "Jadi, maksudmu kau sedang membalasku?" tanya Jen dengan kesal.
"Itu tidak penting. Dengar, Kau hanya anak baru di sini dan jangan berlaku seenak jidatmu di sini, apalagi melawan Chyntia. Paham?"
Jen berdecak tak suka, lalu membuang muka. "Memangnya siapa gadis centil sok galak itu? Kenapa aku tidak boleh melawannya?"
Jaz menghembuskan napas frustrasi sambil memijat pangkal hidungnya. "Tinggal menurut apa susahnya? Kau hanya perlu menurutiku supaya hidupmu tenang, Nona."
Jen kali ini menatap Jaz datar. "Dengar, ya! Ah! Aku lupa namamu dan masa bodoh. Hidupku memang sudah tak tenang setelah menginjakkan kaki di sini."
"Siapa suruh kau bertingkah? Kenapa tidak jadi gadis manis dan penurut saja? Kalau kau bersikap feminin mungkin aku bisa menjadikanmu pacarku, tetapi sayangnya kau gadis bar-bar."
Jen tersenyum miring lalu melipat kedua tangannya di bawah Dada. "Aku tidak tertarik untuk menjadi pacarmu. Dan, dengar! Kau tidak ada hak menyuruhku menjadi apa yang aku mau karena inilah aku. Ini sifat seorang Jennifer Anlikie."
"Really? Aku yakin sejujurnya kau mempunyai sisi kelembutan bisa dilihat kau mau berteman dengan Vivi dan mau membelanya saat Justin memperalatnya."
Jen berdengus kesal lalu pergi meninggalkan Jaz yang masih menatapnya. "Sepertinya aku tertarik dengan gadis itu. Dia gadis yang berani," ucap Jaz pada dirinya sendiri lalu berjalan menjauhi halaman sepi ini.
Tanpa disadari ada seorang gadis yang bersembunyi di balik tembok pembatas halaman dengan gudang. Gadis berkacamata itu menguping semua pembicaraan Jen dan Jaz. Hatinya nyeri kala mendengar pangeran berkuda putihnya tertarik pada Jen yang jelas-jelas memberikan tatapan tak suka padanya. Gadis itu meremas dadanya yang terasa sesak lalu memejamkan matanya. Ucapan suka dari bibir pujaan hatinya terus berputar di otaknya. Dia akhirnya memutuskan untuk kembali ke kelas saja.
***
William tengah duduk di bangkunya. Semua murid-murid perempuan yang ada di kelas itu mencuri-curi pandang kepadanya, bahkan ada yang mengerling nakal. William tidak menghiraukannya, pikirannya tengah dipenuhi gadis itu. Baru satu hari masuk sekolah sudah buat heboh satu sekolah. William sejujurnya kagum dengan keberanian Jen. Sepertinya dia membutuhkan Jen untuk menjauhkan Chyntia yang selalu menempel padanya layaknya benalu.
"Apa yang kau pikirkan, brother?" Suara itu membuat William tersadar dari lamunannya.
"Kau melamun, heh? Jangan bilang kau sedang memikirkan gadis pembuat onar itu karena kau tak biasanya seperti ini," tebak Rey.
"Ya, gadis itu berhasil mencuri perhatianku," jawab William datar.
Rey yang tadinya berdiri kini langsung duduk di sebelah William begitu mendengar pengakuan William, karena jarang sekali William memikirkan seorang gadis, apalagi gadis itu adalah seorang bad girl.
"Jangan dulu berpikiran bahwa aku menyukainya, tidak sama sekali." William tahu betul apa yang ada di kepala temannya itu.
"Lalu?" tanya Rey bingung. Untuk apa William repot-repot memikirkan gadis itu apabila tak ada rasa?
"I need her." Tiga kata barusan membuat Rey terperangah. William yang melihat reaksi terkejut temannya hanya terkekeh kecil. Sontak membuat beberapa perempuan di kelasnya histeris saat melihatnya terkekeh walau sebentar.
"Lihat, teman! Kau berhasil menghipnotis mereka semua," ucap Rey saat dia sudah mengembalikan ekspresi datarnya.
"Memang. Namun, hanya satu gadis yang gagal kutaklukkan dan aku merasa tertantang. Aku mau dia jadi milikku, tetapi dengan maksud tertentu."
"Jangan bilang kau mau membuat Jen jatuh cinta setelah itu kau meninggalkan dia," tebak Rey. Alhasil dia mendapatkan sebuah pukulan keras di lengannya.
"I'm not a jerk!" geram William.
"Jika bukan itu, lalu apa?"
"Dia bisa menjauhkan si benalu itu dari aku, tetapi sebelumnya aku harus bisa mendekati dia," ujar William santai.
"You're crazy! Kau akan membuat dia terus-menerus kena masalah. Bagaimana jika dia sampai menyimpan perasaan untukmu? Apa kau bisa membalasnya?"
William menaikkan sebelah alisnya saat dia merasa ucapan Rey barusan sudah melenceng. "Gadis keras seperti dia tidak mungkin mudah jatuh cinta. Apalagi kau lihat sendiri bahwa dia selalu menatapku dengan sinis."
Rey memutar bola matanya malas. "Terserah. Yang jelas sudah kuingatkan jangan bermain api jika kau tak mampu memadamkannya."
William hanya mengedikkan kedua bahunya cuek. Dia tidak terlalu memikirkan ucapan Rey, karena itu tidak mungkin terjadi.
TBC
***
Jangan lupa vote dan comment ya. Sekalian share bagi yang mau.
Contact??
Instagram : (at)funggzz_
KAMU SEDANG MEMBACA
SevenTeen ✅
RomanceCOMPLETED ✅ DON'T COPY MY STORY!!! Mohon maaf sebelumnya apabila ada kesamaan nama tokoh atau tempat. Mungkin hanya kebetulan karena ini murni inspirasi dari Author. ---------------------------------------------------- Siapa yang tidak mengenal Jenn...