Chapter 7 ( Friend )

2.5K 293 1
                                    

"jika bunuh diri bukanlah sebuah dosa, maka...."

~~ ~~

Banyak hal yang dibenci oleh gadis berdarah Jepang ini. Namun, yang paling membuatnya frustasi adalah "dibanding-bandingkan." Paruru menutup buku pelajarannya dengan kasar. Ia harus melakukannya. Ia tak tahan lagi.

Baru saja Paruru hendak beranjak dari kursinya, Jurina sudah lebih dulu menahan pergerakan Paruru dengan memegang lengannya.

"mau kemana?" tanya Jurina. Paruru menatap Jurina dengan tatapan sayu nya. Ia tak mungkin bilang pada Jurina. Ini suatu rahasia baginya.

"ke toilet," jawab Paruru sembari tersenyum ringan. Ya, senyum terpaksa.

Jurina melepaskan lengan Paruru dari genggamannya, "jangan lama-lama."

Paruru menganggukkan kepalanya pelan. tentu, ia tak akan berlama-lama untuk melancarkan aksinya.

.....

Dengan gesit, Paruru menaiki setiap anak tangga. Entah kenapa, bagi Paruru rasanya sangat lama untuk sampai ke bagian atas gedung sekolahnya.

Nafasnya tersenggal-senggal ketika ia sudah sampai di gedung sekolah. Hari ini, angin bertiup sangat kencang ditambah lagi dengan kondisi cuaca yang sedang mendung. Paruru menyenderkan punggungnya di tembok sekolah. Ia menutup matanya terlebih dahulu, lalu ia mengeluarkan sebuah benda kecil dari dalam saku almamaternya. Pisau kecil yang kemarin ia beli.

Paruru memandang pisau kecil yang sedang ia genggam dengan sangat erat. Ia jadi ingat dengan perkataan ibu dan ayahnya. Orangtua yang selalu membandingkan dirinya dengan kakak perempuannya. Paruru sadar, dia bukanlah gadis pintar seperti sang kakak. Paruru hanyalah gadis biasa yang menginginkan kebebasan dan tak suka diatur. Bagi Paruru, orangtuanya lebih kejam daripada seorang nenek sihir didalam buku cerita anak-anak. Orangtua yang selalu menuntut sang anak untuk menjadi sempurna agar mereka bisa membanggakan anaknya ditempat kerja ataupun dilingkungan mereka tinggal. Mengingat hal itu, Paruru mendecih pelan. ia harus cepat sekarang. Ya, ia harus cepat-cepat mengakhiri hidupnya.

Paruru mendekatkan pisau kecil itu ke pergelangan tangannya, tepat di urat nadinya. Paruru yakin, sekali iris ia akan mati. Paruru tersenyum ringan, bukankah bunuh diri lebih baik? Ah ya, bunuh diri bisa membebaskannya dari kejamnya dunia.

Baru saja Paruru hendak mengiris urat nadinya, sebuah kaleng minuman terlempar kearahnya hingga mengenai pisau yang ia pegang. Membuat pisau tersebut jatuh kebawah, memperlambat scene bunuh dirinya. Paruru berusaha mencari siapa yang berani melempar ia dengan kaleng minuman. Dan, yup! Dia menemukan orangnya. Sosok laki-laki yang dengan santainya berdiri didekat pintu Rooftop.

"ups! Tak sengaja," ucap Hoseok-laki-laki itu-

Paruru mendekat kearah Hoseok, meninggalkan pisau yang masih tergeletak dilantai.

"bisakah kau tidak mengganggu hidupku sehari saja?"

Kalimat itu merupakan kalimat terpanjang yang pernah Paruru ucapkan pada Hoseok. bahkan, Hoseok memberikan tepuk tangan pada Paruru.

"itu kata terpanjang yang pernah kudengar," gumam Hoseok sembari tersenyum sinis?

Paruru berdecak pelan.

"apa aku mengganggu aktivitasmu?" tanya Hoseok, matanya melirik kearah pisau yang ada dilantai. Paruru melupakan pisaunya. Dan kini, Hoseok tahu jika ia tadi mau bunuh diri.

"tentu saja kau menggangu," jawab Paruru. Untuk apa lagi dia sembunyikan sebuah fakta bahwa ia akan bunuh diri?

"jika bunuh diri bukanlah sebuah dosa, maka manusia tak akan sebanyak sekarang,"

Paruru diam. Ia tahu Hoseok berusaha menceramahinya. Dan sejak kapan Hoseok bisa seenaknya menceramahi Paruru?

"lanjutkan saja, lagipula aku akan pergi. Oh ya, teman-temanmu sedang mencarimu,"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Hoseok langsung meninggalkan Paruru.

Satu fakta yang Paruru lupa yaitu Teman-temannya.

^^^

Paruru memeluk Jurina erat, sangat erat. Bahkan teman-temannya yang lain pun heran dengan sikap Paruru. Tak biasanya ia memeluk Jurina seperti sekarang. Teman-temannya tahu jika Paruru orangnya sangat pelit dengan pelukan.

"aku mencarimu di toilet tapi tak ada. Kau kemana?" tanya Jurina. Paruru melepaskan pelukannya dan tersenyum ramah.

"ada hal yang harus aku renungkan," jawab Paruru.

"kau sudah seperti orang penting saja," canda Hara dan Paruru langsung tertawa.

"Paruru, cobalah ini. Aku membuat kroket kesukaanmu," suruh Hayeon. Paruru mengambil kroket yang disodorkan Hayeon, lalu menggigitnya.

Air mata Paruru jatuh.

"hei, kau kenapa? Apa kroket buatanku tak enak?" tanya Hayeon. Ia heran melihat Paruru saat ini. Lagipula, apa sampai sebegitu tidak enaknya sampai-sampai membuat Paruru ingin menangis?

Dengan cepat, Paruru menggelengkan kepala, "ini enak. Sangat enak."

Paruru kembali menggigit kroket itu, kemudian berucap, "aku menyanyangi kalian semua."

"hei, kau kenapa?" tanya Soomi heran. Paruru memang gadis pendiam yang sulit mengungkapkan perasaannya. Dan apa yang sedang mereka dengar sekarang? Paruru mengungkapkan bahwa ia menyayangi mereka, teman-temannya.

"terima kasih karena sudah mau berada disampingku," lanjutnya.

Hayeon mengerti. Temannya ini sedang ada masalah. Masalah yang tak mau ia ceritakan pada mereka. Lagipula, Hayeon tak bisa memaksa Paruru untuk bercerita. Lambat laun, Paruru juga akan menceritakan pada mereka masalahnya. Karena mereka adalah teman.

SKOOL LUV AFFAIR ( 1 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang