"Kebahagiaanku hilang"
~~ ~~
Jimin tengah berada di ruang kerja ayahnya. Tn. Park tengah sibuk dengan beberapa dokumen pasien yang ada di komputer. Sedangkan Jimin hanya bisa memperhatikannya.
"Aku ingin jadi dokter seperti ayah," ungkap Jimin. Ayahnya merupakan panutan hidupnya. Ia ingin jadi dokter seperti ayahnya. Dokter yang bertanggung jawab terhadap pasiennya.
Tn. Park tersenyum lalu mengalihkan pandangannya kearah anaknya yang masih setia duduk didepannya.
"Benarkah?" Tanya sang ayah dan langsung mendapat anggukan dari Jimin.
"Tugas dokter sangat berat. Kau yakin sanggup jadi dokter?" Tanya Tn. Park lagi. Tentu saja, dokter bukanlah pekerjaan yang mudah. Dokter bertanggung jawab atas hidup dan mati pasiennya.
"Aku yakin ayah. Tekad ku sudah bulat," jawab Jimin.
TOK TOK TOK
seorang perawat masuk ke dalam ruangan Tn. Park dengan terburu-buru. Nafasnya tersenggal dan keringatnya bercucuran.
"Ada masalah?" Tanya Tn. Park
"Pasien koma kita kehilangan denyut jantungnya!" Ucap sang perawat dengan panik.
Dengan cepat Dokter Park langsung mengambil jas putihnya san berlari mengikuti perawat tersebut. Bukan hanya perawat itu saja yang panik, melainkan dokter Park juga.
"Ayah, aku ikut," sahut Jimin dan langsung mengekor ayahnya dari belakang.
......
Sakura luar biasa panik. Ia rasa jantungnya akan lepas sekarang. Saat ia datang ke ruang ibunya, ia langsung melihat mesin pendeteksi denyut jantung itu tak bekerja seperti biasanya. Ia takut jika ia harus kehilangan ibunya.
Sakura melihat Dokter Park masuk bersama dengan perawat. Entah apa yang dilakukan dokter Park untuk menyelamatkan hidup ibunya. Sakura harap, ibunya akan terselamatkan.
Jimin terkejut bukan main saat melihat Sakura yang berdiri di depan ruangan yang tadi ayahnya masuki. Tak mungkin. Pasien ayah tak mungkin ibunya Sakura. Ayahnya pernah bercerita jika ia menangani salah satu pasien kecelakaan dan koma selama 3 tahun terakhir. Ayahnya juga bercerita jika pasiennya memiliki seorang anak perempuan yang cantik dan kuat.
Sakura menunggu lama diluar dengan perasaan gelisah. Entah kenapa hatinya berasa tak tenang sekarang. Perawat pun keluar masuk ruangan sedari tadi. Sakura dapat melihat raut wajah panik dari para perawat.
10 menit kemudian, Dokter Park keluar dari ruang ICU. Raut wajahnya tak dapat dibaca Sakura.
"Maaf," ucap Dokter Park lirih.
Sakura menggelengkan kepalanya. Ia mengerti apa yang dimaksud Dokter Park. Ia bukan gadis bodoh yang perlu penjelasan lagi.
"Kami tak bisa menyelamatkan ibumu," lanjutnya.
"Kau anak yang kuat. Bersabarlah. Tuhan berkehendak lain," Dokter Park berkata sambil menepuk pelan pundak Sakura. Berusaha menegarkan anak yang baru saja kehilangan ibunya itu.
Dokter Park pergi meninggalkan Sakura. Ia kasihan dengan anak itu. Ia anak yang cukup telaten mengurus ibunya selama 3 tahun, berharap ibunya sadar dari tidur panjangnya. Namun, Tuhan berkehendak lain. Tuhan malah mengambil orang tersayang anak itu.
"Ayah, apa yang terjadi?" Tanya Jimin. Ia masih setia menunggu dari kejauhan. Ia melihat ayahnya keluar menepuk pundak Sakura, namun ia tak dapat menebak apa yang terjadi.
"Tuhan mengambil ibunya," sahut Dokter Park.
Jimin terdiam kaku. Ia tak percaya dengan apa yang ia dengar dari ayahnya. Apa ia baru saja mendengar kabar duka? Ibu Sakura meninggal.
Jimin segera berlari menuju tempat dimana Sakura berada. Gadis itu masih setia berdiri didepan ruang ICU, tak berani masuk untuk melihat jasad kaku ibunya.
Jimin membalikkan tubuh Sakura hingga kini mereka saling berhadapan. Sakura terlihat masih syok atas meninggalnya orang yang ia cintai. Bahkan Sakura belum mengeluarkan air matanya.
Jimin memeluk Sakura erat. Sedangkan Sakura masih terdiam kaku membiarkan Jimin mendekap tubuhnya.
"Aku tahu kau ingin menangis," ucap Jimin lembut.
Hati Sakura bergetar. Benar apa yang dibilang Jimin. Ia ingin menangis.
"Menangislah. Aku disini," lanjut Jimin.
Pertahanan Sakura runtuh. Ia menangis dalam pelukan Jimin. Tak peduli jika Jimin adalah musuhnya. Yang ia perlukan adalah sebuah pelukan untuk menenangkannya.
Sakura membalas pelukan Jimin. Kini, mereka berdua saling berpelukan erat. Dapat Jimin rasakan jika kemeja yang ia kenakan sekarang sudah basah. Baru kali ini ia melihat Sakura menangis. Jimin menepuk-nepuk punggung Sakura pelan. Berusaha menenangkan gadis itu.
"Jangan menangis. Aku yakin jika kau menangis, ibumu pasti sedih," tambah Jimin. Sakura malah tak berhenti menangis. Karena bingung mau menghibur Sakura dengan cara apa, akhirnya Jimin pun membiarkan Sakura menangis dalam pelukannya.
~~ ~~
Rumah duka sudah dipenuhi oleh orang-orang. Bahkan teman-temannya pun sudah berkumpul didalam rumah duka.
Bukan hanya Sakura yang menangis, melainkan ke 6 temannya juga menangis. Dokter Park juga terlihat hadir di pemakaman bersama dengan anaknya, Jimin.
"Ibumu pasti sudah tenang," ucap Hayeon.
"Kami bersedia menjadi pengganti ibumu," tambah Soomi.
"Tak baik bersedih terlalu lama," kata Paruru.
Sakura menghapus air matanya. Lalu mereka ber 6 berpelukan erat. Berusaha membagi kesedihan yang mereka rasakan.
"Kebahagiaanku hilang," ungkap Sakura.
Hara mengusap kepala Sakura lembut.
"Kebahagiaan tak akan pernah hilang,"
KAMU SEDANG MEMBACA
SKOOL LUV AFFAIR ( 1 )
Fanfic[ COMPLETED ] ✔ . . "Kami seperti kutub magnet yang berbeda arah. Namun, kami bisa menyatu." Start 6 Agustus 2017 ~ 21 September 2017 End