"Penjahat akan tetap dilihat sebagai penjahat tak peduli sebaik apa dirimu"
~~ ~~
Hari libur cepat sekali berlalu. Tanpa terasa, sekarang sudah hari senin.
Mengapa hari senin harus datang setelah hari minggu?
Alasan klise mengapa orang banyak membenci hari senin.
Seperti biasa, sejak pagi sekolah ini sudah dipenuhi oleh para siswa-siswi terutama murid tingkat akhir. Tentu saja mereka akan segera membuka bukunya kemudian belajar didalam kelas karena perpustakaan belum buka.
1 bulan mendekati ujian kelulusan dan itu membuat kepala mereka sakit.
Prioritas diutamakan. Jika nilai mereka kecil, mereka akan jadi apa?
Walaupun masih dibilang cukup pagi, kelas 3-1 sudah dipenuhi oleh penghuni-penghuninya.
PLUK
Jin menyentil dahi Nareum kuat.
"Yak! Kau mau ku tinju?" Kesal Nareum.
Laki-laki didepannya ini menganggu tidurnya saja. Nareum tak biasa berangkat pagi, maka dari itu daripada membuka buku lebih baik ia tidur saja. Masalah ujian, biarkan Tuhan yang membantunya. Setidaknya, ia harus berdoa setiap hari agar keberuntungan berpihak padanya.
"Kau harus belajar," ucap Jin.
Nareum menghembuskan nafasnya kasar. Siapa laki-laki didepannya ini?
Pacar bukan. Saudara bukan.
"Tak mau," balas Nareum sarkatis. Matanya menatap lekat mata pria itu.
Bukannya marah, Jin malah tersenyum.
Sedangkan Nareum malah mengerutkan dahinya. Harusnya Jin marah padanya. Kenapa pria itu kini tersenyum?
"Aku tak mau jika calon istriku itu bodoh!" Jawab Jin.
Seketika Nareum langsung memukul kepala Jin dengan buku tebal miliknya. Laki-laki ini benar-benar membuat Nareum kesal.
Jin selalu men cap Nareum sebagai calon istrinya.
"Wae? Apa kau lupa dengan pembicaraan kedua orangtua kita?" Tanya Jin heran.
Perihal Nareum yang akan menjadi istri Jin memang benar adanya.
3 hari lalu, Jin dan Nareum tak sengaja menguping pembicaraan ayah-ayah mereka. Salahkan ayah-ayah mereka yang berbicara terlalu kuat hingga rahasia ini bocor dan ditolak mentah-mentah oleh Nareum.
Perjodohan.
Astaga, di zaman modern masih ada perjodohan?
Nareum bahkan tak percaya dengan perkataan ayahnya.
Demi kelancaran perusahaan?
Nareum muak dengan jawaban klasik itu. Jujur, sudah banyak Fanfiction yang ia baca di Wattpad dan sekarang kenapa kisah hidupnya seperti cerita-cerita Wattpad?
Oh ayolah.. ini sudah abad 21 dan perjodohan itu sudah tidak ada lagi.
"Ck! Menyebalkan!" Kesal Nareum.
Sedangkan Jin hanya bisa mengulum senyumnya. Ia suka menggoda Nareum.
~~ ~~
Kwon Ssaem kini tengah menceramahi Nareum di ruang guru. Sudah 30 menit mulut laki-laki itu tak berhenti mengoceh. Bahkan laki-laki itu tak kehabisan bahan ocehan.
Tadi, Kwon Ssaem melakukan ujian dadakan dan berkeliling untuk memeriksa laci-laci meja siapa tahu ada kertas contekan. Dan ia menemukan beberapa lembar kertas kecil yang ada di laci Nareum. Membuat Kwon Ssaem marah besar. Ia paling tak suka dengan murid yang tidak jujur.
Dan Nareum masih membela dirinya. Ia bahkan tak menyontek sama sekali. Dan bahkan ia bersumpah jika ia tak akan pernah mencontek walaupun ia tahu jika dirinya itu bodoh. Nareum tetap bersikukuh dengan pendapatnya, kertas contekan itu bukan miliknya.
Kwon Ssaem berdecak pelan. Kemudian ia memperhatikan Nareum lekat-lekat. Bukannya menunduk, Nareum malah menatap balik Kwon Ssaem.
Ia sudah berkata berkali-kali jika contekan itu bukan miliknya. Dan itu membuatnya berani menatap Kwon Ssaem.
Untuk apa mengaku salah jika dirinya memang tak bersalah?
Persetan dengan pepatah yang mengatakan "mana ada maling yang mengaku"
"Baiklah, kau memang gadis yang keras kepala. Hukumanmu, bersihkan lapangan Indoor sehabis pulang sekolah."
"Target 2, Clear!"
~~ ~~
Nareum menyeret alat kebersihan itu dengan terpaksa.
Apa Kwon Ssaem sudah gila? Sudah jelas-jelas tulisan tangannya berbeda dengan tulisan di kertas contekan.
Tapi mau bagaimana pun Nareum membela diri, ia pasti akan kalah juga.
Saat ia masuk kedalam lapangan Indoor, disaat yang bersamaan Jin hendak keluar dari lapangan Indoor.
Nareum melihat Jin, begitu juga Jin yang melihat Nareum.
"Jika kau mau bermain basket, ganti seragammu dengan seragam olahraga," ucap Nareum.
Bagaimana tidak? Baju Jin sekarang sudah basah oleh keringat. Memperlihatkan sebagian lekuk tubuh ideal Jin. Jika para Fans melihatnya, Nareum jamin mereka akan kejang-kejang.
Pria bodoh!
"Benar kau yang mencontek tadi? Sudah kubilang padamu agar belajar dan belajar. Dan kenapa kau mencontek tadi?" Kesal Jin.
Nareum membalikkan tubuhnya dan menatap Jin lekat.
Astaga, bahkan teman-temannya saja percaya jika ia tak mencontek. Kenapa laki-laki ini malah menuduhnya mencontek?
"Sudah berapa kali kukatakan jika aku tak pernah mencontek!" Kesal Nareum.
"Jangan pernah melakukannya lagi. Aku tidak suka," sergah Jin cepat.
Nareum berusaha sabar. Penjahat tetaplah dilihat sebagai penjahat. Bukan begitu?
"Kukira kau akan percaya padaku," gumam Nareum pelan.
Bodoh! Gadis bodoh!
Jin tak akan pernah percaya padamu!
Sebaik apapun dirimu. Jin tetap memandangmu sebagai penajahat!
Nareum rasa pandangannya kini berubah gabur dikarenakan air mata yang menghalangi pandangannya.
Tak ada yang mempercayainya.
Tahukah jika sekarang ini hatinya begitu sakit?
Kwon Ssaem yang seenak jidatnya menuduhnya. Ditambah Jin yang tak percaya padanya.
BUGH
Jin menoleh kearah sumber suara. Ia melihat Nareum yang kini sudah jatuh dengan lutut sebagai tumpuannya.
Dapat Jin dengar jika gadis itu meringis kesakitan.
"Gwenchana?" Tanya Jin. Kini, ia sudah berjongkok dihadapan Nareum.
Khawatir jika gadis itu terluka.
"Appo!" Pekik Nareum.
Melihat wajah Jin, air matanya malah jatuh. Kini, ia menangis dihadapan Jin.
"Uljima," tenang Jin sembari mengusap pucuk kepala Nareum.
"Kau tahu ini sakit? Kau tak merasakannya. Ini benar-benar sakit," jelas Nareum disela-sela tangisnya.
"Bagian mana yang sakit?" Tanya Jin cemas.
Nareum memandang wajah laki-laki itu.
"Hatiku sakit. Hatiku sakit karena kau bahkan tak percaya padaku,"
KAMU SEDANG MEMBACA
SKOOL LUV AFFAIR ( 1 )
Fanfiction[ COMPLETED ] ✔ . . "Kami seperti kutub magnet yang berbeda arah. Namun, kami bisa menyatu." Start 6 Agustus 2017 ~ 21 September 2017 End