Seseorang berhak merahasiakan satu-dua tentang dirinya. Mungkin karena hal itu terlalu berat buat diceritain, atau bisa juga karena belum terlalu percaya lawan bicaranya. Dan gue ngerti banget jika Jingga belum percaya gue. Pertama, gue baru dia kenal. Dengan alasan apa lantas mendadak gue menjadi orang kepercayaan Jingga dan dengan lempengnya dia cerita semua tentang dirinya? Intinya aja, gue gak ada hak buat nanya-nanya ke Jingga, terutama hal yang bersifat pribadi. Gue sadar diri aja, gak usah sok kenal sok dekat lalu malah bikin malu diri sendiri karena yang dihadapin adalah cewek tertutup, sok ceria demi nyembunyikan kegundahan hatinya. Mau itu gue nganggap pertanyaan ringan, tapi buat Jingga pasti berat.
Sepertinya gue memang harus ganti topik yang gak berhubungan dengan kehidupan Jingga demi mengembalikan suasana nyaman yang sebelumnya tercipta. Tapi apa?
Emm... gue paling bingung kalo disuruh nyari topik gini, biasanya sih suka ngalir aja, asal lawan bicaranya enak dan nyambung. Gue biarin otak gue bekerja sendiri, mencari topik yang asik. Namun yang terlintas malah tentang kekacauan pembukaan sea games 2017 dimana bendera Indonesia di cetak terbalik. Gue urungkan niat bahas ini, takut Jingga gak ngerti. Bukan berarti gue nganggap Jingga bodoh ya, hehe.
Gue putar otak lagi, putar otak lagi, sampai gak sadar kepala gue ikut berputar, hehe.
Nah, gue tau! Gue harusnya ngomongin gosip artis. Biasanya kan cewek pada suka. Sialnya Jingga malah jawab ogah-ogahan. Katanya bosen, sudah dengar di TV, eh dengar lagi dari mulut gue. Lebih sialnya lagi, Jingga benci tukang gosip!! Katanya nambah-nambahin dosa aja. Lah, trus ngapain dia nonton acara gosip?
Gue hampir kehabisan akal. Gue menghela nafas sebentar sampai ada bunyi 'ting' di kepala gue yang artinya ada ide cemerlang yang muncul.
"Eh, hobi kamu apa'an Jingga? Kalo boleh tau..." gue berusaha senyaman mungkin nanya agar gak terlihat memaksa, dia jawab sukur. Gak jawab ya terserah dia.
"Nulis."
"Oh ya? Nulis apa?" gue semangat dengar hobi dia yang ternyata sama kayak hobi yang gue geluti. Jadi terdengar antusias pas nanya lagi.
"Emm... rahasia..." Jingga tersenyum, senyum penuh derita yang artinya dia gak mau cerita. Sesulit ini kah menghadapi Jingga? Padahal sebelumnya asik-asik aja. Mood Jingga kayak berubah-ubah.Gue bener-bener merasa mati gaya, dan mati kata. Bingung mau ngomong apa lagi setelah semua jurus telah gue keluarkan. Sementara Jingganya sendiri seperti sudah gak bernafsu buat ngomong. Mukanya kayak di tekuk delapan, hancur. Dan pada saat ini lah gue berharap kehadiran Anya akan menyelamatkan keadaan.
Ya, Anya memang sudah muncul, lengkap dengan pakaian rapi kayak mau shoping, bukan pakaian rumahan. Gue menebak, mungkin dia mau jalan sama Jingga. Tapi gak mungkin juga, kan Jingga baru di kota ini, mana dia hapal jalan. Trus kalo jalan sama Jingga, memangnya Anya hapal? Kemampuan mengingatnya kan kurang banget, terutama kalo sudah kumat. Ah, dari pada bingung, tanya aja.
"Mau kemana Nya?"
"Kok nanya?" Anya natap gue penuh keheranan.
"Iya, kamu mau kemana rapi-rapi begitu?"
"Kamu ngapain kesini?" bukannya jawab pertanyaan gue, Anya balik nanya. Atas nama mengharap ini bukan tanda kekumatannya, gue jawab setenang dan senormal mungkin."Ya jalan-jalan aja, gak boleh aku kesini?"
"Bohong, tu sekarang duduk-duduk, bukan jalan-jalan."
"Ya maksudnya bukan gitu juga..."
"Jadi kesini bukan mau ngajak Anya nonton atau makan gitu?"
"Ya enggak... memangnya kita ada janjian?" gue pengen mastiin, sapa tau gue yang lupa.
"Memangnya perlu janjian?"GEDUBRAK!
Ok, ini bukan kali pertama kita liat keajaiban pacar gue ini, jangan kaget lagi. Apa dia pikir asal gue kesini artinya adalah sebuah ajakan jalan? Itu sama saja dengan dia jadi Presiden tanpa ada pemilu, dan dengan entengnya bilang, "Emang harus pake pemilu?"
Dengan lembut gue minta dia duduk di sebelah, "Anya sayang..." gue nyubit hidungnya biar terlihat mesra, "aku mau kesini... bukan berarti ngajak jalan. Biasanya juga gitu kan?"
"Ah, masa?"
"Kok masa... nanyanya itu lho... biasanya gak pernah nanya gini kamu, sudah tambah pinter ya..." gue tetap ngatur suara serendah dan selembut-lembutnya.
"Pasti karena asik ngobrol sama Jingga kan jadi gak mau jalan sama Anya?" tuduhnya dengan nada yang gak pernah gue denger selama ini. Nada cemburu!?
"Bukan dong Anya, kok kamu mikir gitu..."
"Iya Nya, gue gak..." potong Jingga pengen bantu ngejelasin walo bingung.
"Ah, sudahlah! Kalo gak mau jalan, Anya tidur aja!" Anya pergi kembali ke kamar dengan membanting pintu keras sekali. Gue melongo, garuk-garuk kursi. Jingga geleng kepala.Kalo di film atau sinetron, si cowok apa nyusul ke kamar ya buat nenangin dan menjelaskan atau minta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi? Tapi masa buat kasus seperti gue ini harus gitu juga? Mending gue pulang aja dari pada masuk kamarnya dan memperparah keadaan. Mudahan besok hubungan gue dan Anya membaik. Soalnya kalo dipikir ini bukan masalah, dia aja yang berlebihan mendadak emosi. Apa pas mandi tadi dia salah gayung?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Anya [TAMAT]
HumorRank #64 [09-09-2017] [Comedy - Slice of Life - Psycological - Romance]. Cerita tentang Saya, dan pacar saya yang entah error entah gimana ya, hehe. Disini nanti ada juga mantan pacarnya yang sombong dan gak bisa menghargai orang lain. Ada juga kep...