Radith Return I

225 17 2
                                    

Keesokan harinya, atau pagi ini, kalo masih pagi. Sebentar, gue liat jam dulu di HP. Bener, masih jam 08:30. Tumben banget bisa ngepas. Apa ini ada hubungannya sama perut gue yang kian terasa laparnya hingga seolah menjadi alarm untuk gue segera bangun dan sarapan. Atau katakan saja ini sengaja gue hubung-hubungkan ya, atau kebetulan aja bangunnya pas lapar. Ngomong-ngomong soal lapar, sepertinya gue memang kelaparan. Kemungkinan tadi malam itu gue beneran belum makan. Untung saja itu gak mengganggu jadwal tidur, biasanya kalo sudah lapar susah banget mejamin mata untuk terlelap.

Buat ngurangin rasa lapar, gue minum air banyak-banyak, maklum, gue bukan tipe orang yang nyimpan cemilan dirumah buat makanan ringan. Namun apa lah daya, hampir satu teko habis, gak mampu ngurangin rasa laparnya, alias gak ngaruh.

Nah, gue ingat. Gue niat mau minta maaf ke Anya hari ini. Karena menurut pelajaran fisika (bohong), gak baik menunda-nunda niat terlalu lama, apa lagi sampai melupakan niat tersebut. Terlebih lagi kalo sengaja melupakannya dengan berharap orang yang mau kita minta maaf darinya, melupakan kesalahan kita begitu saja. Tentu saja itu gak baik. Gimana kalo malaikat telah mencatat kesalahan kita, dan malaikat gak menghapusnya karena kita belum minta maaf. Atau bisa saja sudah di hapus, tapi dosa kepada manusianya yang belum di hapus.

Atas dasar itu, gue nguatin niat untuk secepatnya nemuin Anya demi maaf yang tertunda.

Singkat cerita, dengan menyensor adegan gue mandi dan makan nasi kuning tiga piring di warung. Maaf dengan mudah gue dapat, dan gue baikan dengan Anya. Horeeeeee.

Tapi ada syaratnya... yaitu Anya pengen nonton sama gue. Tentu saja gue kabulin buat pacar yang gue sayangi ini. Hanya saja... KENAPA PAKE KETEMU RADITH SEGALA?

Radith ngantri tiket tepat di belakang gue dan Anya. Parahnya, dengan sok akrab dan asiknya dia nyapa seolah gue teman yang sekian lamanya tak bersua.

"E'eh... Anya dan pacar kumuhnya... ketemu lagi!"

Gue ngumpulin kesabaran karena gak mau terjadi sesuatu pada Radith kalo sampe gue kalap pengen nonjok. Baru ketemu aja di mulutnya sudah keluar kata menjengkelkan. Demi mengamankan hatinya dari amarah, Anya masang headseath ke kupingnya. Ketauan banget pacar gue ini gak ada niat ngeladenin Radith.
Terpaksa gue pasang senyum meringis, mencoba baik ke Radith.

"Hai-hai..." namun apalah daya, hanya kata itu yang keluar. Rasanya memang sulit baik-baikin anak orang satu ini. Gue malingin muka ke loket, berharap pertemuan ini cukup dengan sapa'an tadi. Namun dengan kurang ajarnya Radith memutar kembali kepala gue kearahnya.

" Hai, kayaknya kita berjodoh, apa kabar?"

Sebenarnya kabar gue sangat baik, bahagia aman sentosa hari ini, tapi setelah ketemu loe...

"Hahahh... berjodoh ya..." gue males banget jadinya, bahkan gue males jawab gimana kabar gue untuk basa-basi busuk Radith. Gue mendadak gak semangat, gak mood, seolah di pundak gue ada tumpukan jutaan ton karung beras. Tapi tentu saja, Radith gak peduli itu, dia gak peka. Kayaknya dia gak pernah belajar membaca situasi, atau belajar yang namanya menjaga perasaan orang lain. Liat saja, omongannya seolah dia gak pernah menanam dosa di hati gue, atau menancapkan kata-kata gak pantes pada orang yang baru dia kenal, dalam hal ini gue di nikahan Bernard dan Bintang. Seakan hinaan itu gak masalah di ucapkan karena memang kenyataan.

"Mau nonton?"

Halo... loe orang kaya apa orang buta? Gue ngantri ya otomatis pengen nonton! Bukan pengen demo! Please, hentikan basa-basi memuakan ini!!

Aku dan Anya [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang