Aku Dan Anya I

189 10 0
                                    

Nonton ternyata tidak menghapus resah dihati tentang bagaimana kelanjutan nasib hubungan gue dan Anya. Memang belum 2x24 jam sejak dia marah. Jadi gue belum boleh lapor polisi, eng, tunggu, kayaknya gak nyambung. Ah... gue lesu banget, benar-benar gak semangat. Gue galau. Gue gak lucu lagi. Pusing dan stress bercampur jadi satu. Gue bingung berat, mikirin apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hubungan gue dan Anya. Saking bingungnya tanpa sadar gue sudah berada di jembatan Mahakam. BUSET! APA MAKSUDNYA GUE PENGEN BUNUH DIRI!?

Gak, gak. Gue gak sebodoh itu sampai melakukan tindakan yang dilarang agama. Gue harus mikir jernih. Masih banyak jalan lain untuk memperbaiki semuanya, bukan dengan cara bunuh diri yang malah seperti gue lari dari tanggung jawab. Tunggu, memangnya apa yang sudah gue lakukan? Gue dimana? Gue siapa? Ah, sudahlah, bullshit. Gue beneran sudah kayak orang bodoh. Pikiran gue benar-benar bantu. Gak nemu satu jalan pun. Tapi tetap, bukan bunuh diri jalan yang tepat. Harusnya saat begini gue cerita ke seseorang. Entah itu sahabat, teman, atau orang terdekat lainnya. Masalahnya selama ini gue selalu tertutup tentang masalah pribadi pada teman-teman. Gue selalu akting kalo gue baik-baik saja di depan mereka tanpa mereka tahu masalah yang gue hadapi. Gue termasuk orang yang susah untuk membagi kesedihan. Padahal gue selalu bilang ke teman-teman, "Berbagi kesedihan, mengurangi kesedihan. Berbagi kebahagian, menambah kebahagian." Namun entah kenapa guenya yang gak bisa membagi sedih ini. Apa gue terlalu malu untuk memperlihatkan kerapuhan ini? Artinya gue takut terlihat lemah dong?

Gue lihat sungai mahakam dari atas jembatan yang menjadi salah satu ciri khas kota Samarinda ini. Kepala gue mendadak pusing. Bukan gak mungkin, di antara sadar dan tidak, tau-tau gue malah sudah terjun.

Malam di jembatan Mahakam, indah juga ya. Gue pandangi kapal-kapal di sungai dan lampu-lampu kota yang mulai menyala di senjata hari yang dingin. Memory di kepala gue memutar kembali kenangan awal pertemuan dengan Anya...

Kala itu gue sering jalan ke Mall Lembuswana. Seminggu bisa tiga kali paling sedikit. Entah itu hanya untuk jalan-jalan gak jelas. Atau bermain di Timezone kalo lagi banyak uang. Yang jelas tidak ada sedikitpun terlintas di kepala gue akan bertemu, atau menemukan seseorang yang mampu bikin gue penasaran luar dalam. Namun di hari minggu yang cerah. Gue melihat sesosok cewek berjalan bersama Ibunya yang mampu mencuri semua perhatian gue. Cewek itu terlihat bagai bidadari yang tidak mengenal apa-apa tentang dunia. Dia hanya mengikuti kemana sang Ibu berjalan, seperti boneka hidup.

Berbekal rasa penasaran , gue mengikuti sebentar. Siapa sangka, itu bikin gue gak bisa tidur semalaman. Padahal dirumah gak ada nyamuk. Dan gue tau sebab sebenarnya. Gue telah jatuh cinta...

Berharab bertemu lagi dengan cewek itu. Besoknya gue ke Lembuswana lagi. Namun hari itu gue gak menemukan keberadaan si cewek walo mall sudah gue ubek-ubek. Lagian orang mana yang mau ke mall tiap hari kalo bukan karena nganggur siang? Ya gue.

Pencarian gue gak berakhir sampai disitu. Gini-gini gue pantang menyerah.

Besoknya, alias hari selasa. Gue kembali ke lokasi. Melakukan hal yang sama. Namun hasil yang gue dapat tetap nihil. Begitu juga di hari rabu-kamis-jumat-sabtu. Si cewek tetap gak keliahatan. Gue frustasi. Dan hampir menyerah jika di hari minggu gak ngeliat sosoknya.

Yub, seminggu setelah itu gue memang bertemu atau ngeliat dia lagi. Mungkinkah pertemuan kedua dengannya ini adalah takdir yang harus di kejar? Atau hanya kebetulan yang harus gue lupakan seperti kebetulan-kebetulan lainnya yang sering gue lewatkan? Sayangnya untuk kali ini gue lebih percaya ini takdir ketimbang kebetulan. Dengan kepercayaan diri gue yang kembali muncul. Gue menguntit kemana si cewek pergi bersama Ibunya...

Aku dan Anya [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang