Nomor HP Baru

185 14 0
                                    

Pulang dari ngantar Anya yang suasana hatinya kembali normal. Gue balik kerumah demi mengistirahatkan jiwa raga yang bekerja super ekstra hari ini.

Ini hari kedua gue gak kerja terhalang urusan pribadi. Untung teman gue mau-mau aja lembur dengan sejumlah sogokan dan sesajen dari gue yang menggiurkan. Tapi aslinya teman gue itu mau-an memang orangnya. Disuruh ini, mau. Disuruh itu, mau. Katanya asal positif dan menguntungkan buat dia.

Tetapi sebelum pulang, seperti malam sebelumnya, gue mampir ke warung. Tentu warung yang sama yang bikin gue lapar semalaman. Gue tipe manusia yang merasa belum makan jika nasi belum bersarang di perut. Padahal baru makan pizza, namun gue tetap merasa harus makan nasi. Kurang afdol rasanya kalo sehari tanpa nasi. Selain itu, tujuan lain gue mampir lantaran penasaran soal kemaren, sudah gak-nya gue makan. Mumpung sekarang gue gak banyak pikiran, kemungkinan lupa sangat kecil.

Dan benar saja, begitu mau mesan, bapak pemilik warung negur, "Eh, Nak, kamu kemaren kenapa langsung pergi, nasi kamu aja belum di bawa..."

"Nah kan, betul!" gue jentikan jari, "pantes saya kelaparan Pak pas di rumah." Gue geleng kepala dan menghela nafas.
"Udah Nak, makan di sini aja, gak usah bayar."

Yaeyalah gak usah bayar, kemaren sudah.

Dengan perasaan lega karena misteri telah terungkap, gue duduk disalah satu meja, maksud gue, kursi yang kosong. Gue beruntung pemilik warungnya ingat. Kalo gak misteri ini gak akan terpecahkan dan hanya akan menjadi misteri, selamanya...

Disela kekhusuk-an gue makan, sebuah nomor HP nongol di HP gue, nomer baru. Biasanya gue gak bakal nerima telpon kalo nomer-nya gak gue kenal. Takut yang nelpon penagih hutang.

Namun entah kenapa malam ini gue baik banget, gue nerima telpon itu. Tapi gue diemin dulu sampai di seberang sana bersuara duluan.

"Halo?"

Suara cowok, siapa ya? Rasanya pernah denger suara seperti ini, tapi dimana. Kayak gak asing lagi gitu.

"Hallo..." ulang-nya.
"Ya?"
"Say kan?"
"Emm... yub." Gue masih mikir, siapa ya...
"Ini gue, Radith."
"Uhukhhugh uhk, Radith!!?" gue kaget dan sampai tersedak! Dari mana mahluk ini dapat nomer gue? Sial! super sial!!

"Kok kayaknya loe seneng banget gitu tau ini gue, santai aja..."

Senang gigi loe pe'a!

"Seneng, yah... begitulah. Seneng banget gue, hahahh..." saking senangnya gue sampai kehilangan nafsu makan.

Dengan sangat terpaksa gue nemanin dia ngobrol. Dia bilang barusan ke tempat Anya, minta nomer gue. Alasannya mau bayar utang yang dipinjam-nya tadi siang. Kata-nya dia gak bisa berutang lama, apa lagi sampai berganti hari. Padahal gue bilang gak usah aja. Sialnya kenapa Anya dengan mudahnya ngasih nomer gue? Mana gak pake ijin dulu. Tapi ya sudahlah, sudah terjadi ini.

Yang gue jengkel, gue sudah bilang sedang makan dan gak mau di ganggu. Tapi dasarnya Radith oon, nyerocos aja kayak petasan tanpa ujung. Sampai akhirnya mau gak mau gue bertindak tidak sopan, meminta dia nutup telpon atau gue yang nutup. Gue bernafas lega setelah dia mau mengakhiri duluan.

Selesai makan, gue ke kasir.

"Berapa Pak?"
"Gratis, kan sudah saya bilang tadi..."
"Es teh-nya?"
"Aman, gratis juga lah."
"Asik, terima kasih Pak." Gue melempar senyum termanis. Baru beberapa langkah, gue balik lagi.

"Ada yang kelupaan?" tanya Pak penjual sigap.
"Iya Pak, tadi pas makan lupa berdoa. Boleh saya makan lagi? Gratis tapi..."

Aku dan Anya [TAMAT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang