Malam masih panjang untuk dilewatkan berama selimut kesayangan di tempat tidur. Sepulang nonton konser, dilihat dari jam yang jarum pendek nunjuk angka 10, gue memilih lanjutin nulis novel daripada bingung mau ngapain. Gue memang termasuk orang yang sulit tidur cepat, apa lagi kalo belum ngantuk. Gue juga termasuk orang yang gak biasa bersantai ngabisin waktu tanpa melakukan sesuatu, tidur pun kalo bisa sambil nulis, mengingat ini salah satu hobi kegemaran gue.
Niat tidur biasanya muncul jam lima subuh ketika tenaga habis, kelelahan nulis dari jam 1 malam, sepulang kerja. Tapi gak selalu sih, tergantung capenya kapan. Kalo cape sebelum jam lima ya gue terkapar saat itu juga. Lagian sekarang gue memang belum terlalu ngantuk dan cape. Mumpung mood gue lagi oke, gak ada salahnya di manfaatkan untuk menulis. Pasalnya urusan mood ini yang paling susah di lawan biasanya. Kalo sudah gak mood, mau megang pulpen berapa lama, gak ada tulisan tercipta, bingung mau nulis apa.
Beruntung tadi nemenin Anya sampai jam sembilan aja akibat ke-egoisannya pengen langsung pulang dari konser setelah lagu yang dia tunggu dimainkan Armada.
Masih banyak waktu nulis malam ini, sepertinya ini akan menjadi malam panjang. Gue akan bercinta semalaman dengan buku dan pulpen kesayangan. Bukan tidak mungkin, semua cerita bisa di selesaikan malam ini.
Ketika sedang asik-asiknya bermesraan sama pulpen dan buku tercinta, sebuah panggilan dari sebuah nama yang liatnya aja bikin darah mendidih sampe ke ubun-ubun, nongol di layar HP gue. Yub, Radith!
Terima...
Gak...
Terima...
Arghhhhhhhh, yaudah, terima aja!"Say, kok lama betul terimanya?"
Bagus, bukannya ngucapin salam dulu, malah protes, sudah untung gue angkat.
"Udah, gak usah pake protes, gue sibuk. Ada apa?"
"Gini, rumah loe dimana ya?"Entah ini ada hubungannya sama mood gue yang sedang baik atau Radith baru belajar hipnotis via telpon, dengan lancar gue sebutin alamat lengkap rumah gue.
"Oh... gitu, ok."
Tut, tut, tut.
Eh, main tutup aja... ya udah, gue lanjut nulis.
Satu jam, dua jam, gue tetap tenang dan nyaman nulis. Damaiiiii banget rasanya. Sampai akhirnya Radith nelpon lagi.
"Kenapa lagi?" tembak gue malas.
"Buka pintu, gue udah di depan rumah loe nih!"GUBRAAAKKKK!
"Bohong..." sangsi gue.
"Bener, coba tengok."Dan apakah Radith serius? Tadinya gue pikir bercanda, namun kenyataannya si orang kaya menjengkelkan ini beneran di depan rumah ketika gue ngecek keluar. Sial!
Kehadirannya kontan membuat mood gue runtuh, hancur berantakan, seperti menghilang jatuh ke dasar neraka tanpa cahaya, suram.
Di kamar, gue gak semangat lagi. Gue baring-baringan. Gue gak niat berakrab-akrab ria dengan Radith. Jadi gue biarin dia yang dengan tidak sopannya membuka-buka tulisan gue yang masih berserakan di lantai. Yah, gue gak peduli dia mau buka-buka tulisan gue, asal jangan...
"DITH LOE MAU NGAPAIN?" gue teriak kencang begitu lihat Radith ngambil pulpen dan mencoba menulis di buku gue.
"Eh, kayaknya tulisan loe di bagian ini ada yang harus dirubah." Katanya tanpa merasa bersalah.
"Trus? itu kan tulisan gue, terserah gue lah!" balas gue sedikit marah, "udah, gini aja. Gue tanya, ngapain loe kesini?"Radith garuk kepala, kayaknya dia spontan aja kesini tanpa mikir tujuan maksud kedatangannya.
"Ekspe... ah, iya! gue pengen bereksperimen atau melihat langsung gimana kehidupan orang miskin sehari-harinya, iya itu!" ucapnya yang menurut gue masih gak masuk akal. Dan sepertinya dia juga salah kata soal 'eksperimen'.
"Hah? gak salah denger gue Dith?" gue heran, apa orang kaya satu ini gak ada kerjaan atau kegiatan yang lebih berguna sampai kehidupan gue pengen dia lihat? Apanya dari hidup gue yang menarik?
"Salah? gak." Malah Radith yang balik heran dengar pertanyaan gue, "Sama aja kan kayak yang di TV soal eksperimen-eksperimen para ilmuan."
"Dith, apanya dari hidup gue yang perlu di eksperimenin? Lagian memangnya loe ilmuan? Memangnya loe tau apa arti eksperimen? Sudahlah Dith, jangan sok pintar. Itu malah membuat loe kelihatan bodoh."
"Pokoknya gue gak mau tau!" Radith ngotot gak jelas.
"Gak mau tau apa? disini gue yang dirugikan, terganggu dengan kehadiran loe. Dan ingat Dith, ini rumah gue.""Intinya tetap, gue gak mau tau. Mau merugikan, loe terganggu, atau ini rumah loe. Gue tetap mau bereksperimen."
Ini yang bikin gue tambah heran, kok dia yang ngotot dan nyolot?
"Yaudah, intinya aja. Apa?"
Radith menghela nafas, "Dengerin ya, gue... pengen tinggal disini untuk beberapa waktu dalam rangka memantau kehidupan loe."
"APA!?" mulut gue nunjukin reaksi ngunyah-ngunyah walo gak ada yang di kunyah. Dia bilang 'memantau'? memangnya gue teroris?
"Jangan terlalu senang gitu Say..."
ARGHHHHHHHHHHHHHHHHHH.
Gue malas ngomong sama dia lagi!
Gue tinggal tidur!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Anya [TAMAT]
HumorRank #64 [09-09-2017] [Comedy - Slice of Life - Psycological - Romance]. Cerita tentang Saya, dan pacar saya yang entah error entah gimana ya, hehe. Disini nanti ada juga mantan pacarnya yang sombong dan gak bisa menghargai orang lain. Ada juga kep...