Saigo no Kiss

1.2K 56 2
                                    

Suara cicada yang bersahut-sahutan dibalik dahan pohon mengiringi langkah seorang gadis berambut hitam legam. Kulitnya yang putih tersengat cahaya matahari di pertengahan musim panas. Tetapi meskipun sangat panas angin yang berhembus cukup membuat udara lebih sejuk.

Langkah kakinya semakin cepat ketika menyusuri tepian padang bunga matahari yang menyajikan pemandangan indah berwarna kuning tangannya memegang paper bag bermotif bunga-bunga.

Ia berhenti di bawah pohon Zelkova yang rindang mengeluarkan sesuatu dari dalam paper bag lalu berjongkok untuk meletakkan disana. Setelah tertata rapi ia mengatupkan tangannya, berdoa.

Perlahan ia membuka matanya. Ia menangkap sosok yang selalu ia rindukan hanya beberapa senti dari mukanya. Ia tersenyum.

"Ah Yuuka, kenapa tidak terkejut sih ? Aku padahal suka wajah terkejut mu" gerutu seseorang di depan gadis itu.

Gadis yang di dipanggil Yuuka itu tersenyum. Kemudian berkata "Mana mungkin aku terkejut jika setiap tahun aku datang kau pasti melakukan itu, Akanen"

Akanen tertawa mendengar pernyataan itu. "Ah, benar juga ya. Hehehe..."

Yuuka beranjak dari tempatnya tadi. Mengeluarkan tikar lipat yang ada di paper bag lalu menggelar tikar itu di tempat rindang.

Ia merapikan roknya lalu duduk di sana menghadap hamparan bunga berwarna kuning itu. Menutup matanya berusaha menikmati angin musim panas yang berhembus. Ya, suasana ini suasana yang paling ia ingin rasakan dalam satu tahun.

Saat membuka mata Akanen sudah duduk di sebelahnya memegangi lututnya menatap Yuuka. Yuuka yang merasa diperhatikan mengalihkan pandangannya pada Akanen sehingga kedua mata mereka bertemu.

Tak ada kata-kata yang terlontar hanya melalui pandangan saja mereka melepas rindu selama satu tahun ini tak dapat bertemu. Menguapkan perasaan rindu masing-masing agar perasaan itu hilang dihembus angin musim panas.

"Bagaimana kuliah mu ?" tanya Akanen tanpa melepas pandangan dari mata indah Yuuka.

"Tidak ada masalah, sebentar lagi aku akan menyelesaikan tesis untuk tugas akhir" jawab Yuuka pelan, mata hitamnya menatap hamparan bunga matahari.

Sunyi sejenak.

"Kalau Akanen, bagaimana keadaan mu ?" kini giliran Yuuka yang bertanya.

"Ya begitulah, tak mungkin terjadi sesuatu pada ku"

"Betul juga"

Sunyi kembali ...

"Yuuka",
"Akanen" ucap mereka bersamaan.

"Yuuka duluan saja"

Yuuka memutar posisi duduknya menghadap Akanen. Ia menatap wajah orang yang ia sayangi di depannya. Mempersiapkan kata-katanya, tidak lebih tepatnya mempersiapkan hatinya untuk menyampaikan semuanya pada Akanen.

"Apa kau senang aku selalu berkunjung kesini ?" tanya Yuuka yang hanya di balas anggukan kecil Akanen.

"Lalu bagaimana jika aku tak dapat lagi kembali ke sini ?" tanya Yuuka lagi, ia berusaha menahan air matanya agar tak jatuh di depan Akanen.

Alih-alih menjawab pertanyaan Yuuka, ia malah terdiam. Akanen tak dapat menjawab.

Beberapa saat kesunyian terbentuk kembali. Yuuka tak melontarkan pertanyaan lagi dan Akanen tak memberi jawaban atas pertanyaan tadi. Yang terdengar hanya suara angin yang menggesek dedaunan di atas mereka.

"Kenapa Yuuka ?" akhirnya mulut Akanen dapat terbuka mengucapkan sesuatu.

"Aku akan pindah dari sini Akanen. Aku akan menjadi milik seseorang sebentar lagi" air mata Yuuka menetes dari manik hitamnya meskipun sedari tadi berusaha ia tahan.

"Milik seseorang ? Maksudmu ..."

"Iya Akanen, aku akan menikah dan pindah"

Yuuka menundukkan kepalanya, memeluk lututnya, menangis. Melihat itu Akanen sangat ingin memeluknya. Sangat ingin menempatkan Yuuka dalam dekapannya.

Sayangnya tak bisa. Kini tak bisa lagi. Ia hanya dapat melihatnya saja. Semua karena kebodohannya meninggalkan gadis itu.

"Kau memang harus bahagia dengan orang lain Yuuka" Yuuka mengangkat kepalanya mendengar perkataan Akanen. Ia menggelengkan kepalanya.

"Tidak Akanen, aku mencintaimu dan aku bahagia dengan mu" tolak Yuuka.

"Apa kau kehilangan akalmu Yuuka. Bahkan aku tak dapat lagi memelukmu dan itu kau katakan bahagia" Akanen tau Yuuka akan tersakiti karena kata-katanya, tapi dia juga merasa sakit.

Yuuka tak dapat membalas perkataan Akanen. Air matanya mengalir lebih deras. Ia kembali meringkuk memegang kedua lututnya.

"Yuuka.." panggil Akanen pelan, Yuuka menoleh padanya.

"Aku tau kau mencintaiku karena aku juga. Tapi kita tak bisa bersama lagi. Kebersamaan ini akan membuatmu tersakiti juga pada akhirnya"

Yuuka tetap diam memandang Akanen.

"Kau harus berjanji padaku, kau harus bahagia dengannya"

Yuuka enggan menyetujui perkataan Akanen. Tapi perlahan ia menganggukkan kepalanya.

Ia menyerah pada semuanya. Pada takdir yang diberikan padanya. Perkataan Akanen benar dia tak bisa lagi bersama dengannya. Ia hanya bisa mengenang keberadaannya dan itu sudah cukup.

"Apa aku dapat bertemu denganmu lagi walau aku telah bersama orang lain ?" tanya Yuuka.

"Aku juga penasaran akan hal itu. Bagaimana jika tidak bisa ?"

Yuuka terdiam sejenak. Melihat setiap inchi dari wajah Akanen.

"Aku ingin sesuatu dari mu. Ini yang terakhir"

"Apa itu ?"

"Cium aku" Akanen terkejut, permintaan yang mustahil.

"Tidak mungkin Yuuka, itu tak mungkin"

"Tak apa jika tak bisa. Aku hanya ingin mencobanya. Bolehkan Akanen ?"

Akanen mengangguk, tak dapat menolaknya. Apalagi ini mungkin permintaan terakhir dari Yuuka kepadanya.

Kepala Akanen mendekat pada Yuuka. Yuuka memilih menutup matanya.

Awalnya Yuuka tak merasakan apapun hanya kekosongan dan hembusan angin. Ia pikir memang mustahil.

Tapi saat akan membuka matanya ia merasakan sesuatu menempel pada bibirnya. Bibir yang pernah menciumnya sekali di hari istimewa mereka, di tempat ini juga.

Perlahan Yuuka membuka matanya. Tak ada siapapun lagi di depannya. Ia mengedarkan pandangannya tetap tidak ada Akanen dimana pun.

Yuuka menggigit bibirnya. Tadi adalah sentuhan yang nyata. Tapi sekarang ia benar-benar kehilangan orang yang ia cintai.

Ia menghela nafas panjang, terdiam sejenak lalu berdiri merapikan tempat ia duduk bersama dengan Akanen tadi.

Sebelum pulang ia memandang benda yang ia letakkan tadi. Puding dan cokelat kesukaan Akanen. Yuuka tersenyum.

"Aku akan menyempatkan untuk mengunjungi mu di tahun ke 5 nanti. Tunggu aku ya" gumamnya.

Kakinya melangkah kembali ke jalanan besar tempat mobilnya terparkir.

End.

Keyakizaka no KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang