Torenia

500 35 4
                                    

Cinta kita berdua tumbuh di antara balutan kelopak mungil Torenia.
Cinta kita harus tetap menjadi suatu rahasia.

Lalu bagaimana jika rahasia itu terbongkar?

***

"Hei! Apa yang kau lakukan disitu?!" teriak seseorang di belakangku. Aku tak peduli yang penting cepat menyelesaikan ini dan bebanku akan hilang selamanya.

Hendak kaki ini melangkah sebuah tangan menarik lenganku menjauh. "KAU BODOH YA MAU LONCAT!!" Huh! Aku tak peduli.

"Memang aku sudah jadi bodoh sekarang !!!" bentak ku.

"Nagahama-san?" tanyanya memastikan ini benar diriku.

Aku mendongak menatapnya karena dia lebih tinggi dariku dan lebih tepatnya karena dia memelukku.

"Watanabe-sensei?" Astaga ternyata guru kupikir murid yang lain. Bagus Nagahama kau akan dilaporkan sebentar lagi.

"Apa yang kau lakukan? Jangan bilang kau ingin mengakhir hidupmu disini" aku hanya bisa menunduk mendengar pertanyaan itu.

"Ikut aku kalau begitu" Watanabe-sensei menarik tanganku.

"Jangan laporkan aku pada kepala sekolah, aku tak mau orang tuaku tahu" mohon ku padanya, aku pasti akan dimarahi habis-habisan oleh ayahku kalau tahu anaknya ini mencoba bunuh diri.

"Kau takut pada orang tuamu tapi tak takut pada Tuhan" bentaknya.

Aku menunduk tak berani menatapnya. Aku tau aku memang salah.

"Iya aku mengakui kalau tadi salah, kumohon jangan laporkan pada siapapun"

Ku dengar dia menghela nafas, "Masuklah dulu" dia mempersilahkan ku masuk ke ruang club fotografi? Eh aku sudah ada di lantai dua?

"Masuklah tak apa"

"Permisi"

Aku duduk di sofa yang ada dan memandangi sekitar. Club ini rapi sekali bahkan lebih rapi daripada ruangan yang biasa digunakan untuk latihan olimpiade.

"Ini untukmu tenangkan dirimu dulu" Sensei menyodorkan mug berisi teh hangat padaku.

"Terima kasih" jawabku singkat kemudian menyesap teh hangat itu.

"Apa yang terjadi sampai kau bepikir mau bunuh diri seperti itu? Ada masalah?" aku menundukkan kepala jariku memainkan ujung rok. Haruskah aku menceritakan pada Watanabe-sensei tentang masalah ku.

"Ya sudah kalau tidak mau cerita, cepat habiskan dan segeralah pulang sudah mau gelap"

"Sensei tidak akan menceritakan kejadian tadi pada yang lainkan?" tanyaku memastikan.

"Tidak akan jika kau berjanji tak akan mengulangi hal itu"

Aku mengangguk, "Janji"

Senja itu aku baru tahu bagaimana dirinya sesungguhnya. Orang yang biasanya dingin saat jam pelajaran dapat tersenyum hangat padaku.

***

Aku hanya bisa terus berlari dan terus berlari, tak peduli sepatu sialan ini sudah menyakiti tumit ku. Mereka tak bisa menyuruhku melakukan hal yang begitu menyiksaku. Aku bukan komputer yang terus-terusan dapat menerima input data. Aku hanya gadis berusia 17 tahun yang normal.

Kini aku tak tau harus ke mana yang penting aku tak berada di rumah itu sudah cukup. Karena mungkin saja jika di rumah aku akan mengakhiri hidupku lagi.

Keyakizaka no KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang