Two Sides (1)

218 27 0
                                    

“Ku mohon jangan memukul lagi, itu sakit.”

Gadis itu tampak meringkuk ketakutan di pojok ruangan. Air matanya deras mengaliri pipinya dan tubuhnya gemetaran. Seorang laki-laki bertubuh besar mendekat hendak memukulnya lagi. Tubuhnya sedikit terhuyung efek dari minuman keras yang diminumnya.

Seorang gadis yang lebih kecil datang sambil membawa pisau dapur. Dari raut wajahnya terlihat dia sama ketakutannya dengan gadis di pojok ruangan.

“Jangan mencoba menyakiti kakak lagi atau aku akan—”

“Akan apa, huh?” potong cepat laki-laki itu. “Kau akan apa?”

Laki-laki itu kini berbalik menghadap gadis yang lebih kecil. Dia menampakkan seringai, seolah mengejek gadis di depannya hanya akan bermain masak-masakan dengan pisau ditangannya itu.

“Jangan mendekat! Jangan mendekat!” ancamnya sambil mengacungkan pisau saat laki-laki itu mulai mendekat.

“Kau memangnya bisa apa dengan mainan itu.”

Laki-laki itu makin mendekat berusaha mengambil pisau yang dibawa si gadis. Tangannya bergerak menggapai-gapai mengikuti gerakan tangan si gadis.

“Berikan pisaunya!”

“Tidak!”

Gadis kecil itu kini terpojok di sudut lain dari ruangan tersebut. Dia tidak melihat celah untuk kabur lagi. Sedangkan laki-laki itu makin mendekat. Dia takut dan tak dapat melakukan apapun.

Saat dia memilih untuk memejamkan matanya dan berpasrah, saat itu juga tangannya menjadi berat. Sesuatu yang basah juga mengenai kepala serta tubuh kecilnya. Kemudian tangannya mulai menjadi ringan seiring pisau di tangannya terlepas suara berdebuk terdengar.

Ketika membuka mata laki-laki itu sudah terkapar bersimbah darah dengan pisau di perutnya. Gadis kecil itu juga dapat melihat kakaknya berdiri menghadap ke laki-laki tersebut dengan seringai menyeramkan.

“Kita berhasil melenyapkannya.”

Yui terbangun dari tidurnya. Nafasnya tersengal dan keringat membasahi tubuhnya.Tubuhnya terasa tak bertulang. Kaki dan tanganya gemetar. Dengan susah payah tangannya meraih gelas berisi air mineral di meja sebelah tempat tidurnya. Dia menghabiskannya dalam sekali tegukan.

Yui kembali terbaring. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang bercat putih. Lagi-lagi mimpi itu menghampirinya. Dia sudah hampir lelah tentang mimpi buruk yang selalu menghampirinya. Berulang kali dia berusaha untuk menyembuhkan gangguannya itu, tetap saja mereka akan datang.

Yui menggapai botol kecil berisi beberapa pil obat berwarna putih. Dia menuju dapur untuk mengisi kembali gelasnya yang telah kosong. Disana ia minum beberapa pil sekaligus.

“Kapan mimpi itu akan berhenti datang?” gerutunya lalu menghela nafas panjang.

Dia menatap sekitar dapur. Sedikit ada yang berubah dari saat dia pergi tidur tadi. Ada kaleng bir yang terbuka serta mangkuk kotor yang belum dicuci. Saat Yui membuka lemari esnya terlihat kaleng bir yang baru dibeli.

“Kapan kakak akan berhenti membeli hal yang tidak berguna seperti ini?” Ia mengambil sekaleng bir dan mengamatinya. “Tidak pernah tidur di sini tapi menyimpan barangnya di apartemen ku. Apa maunya sih? Apa dia benci padaku? Menyebalkan sekali!” keluh Yui.

Yui mengembalikan kaleng bir ke dalam lemari es lalu kembali ke kamar tidurnya.Yui mengambil ponselnya. Waktu disana menunjukkan tiga dini hari. Di layarnya tertera pemberitahuan dari aplikasi chattingnya bahwa kelas dibatalkan karena dosen pengajar tidak dapat hadir. Dia bernafas lega karena tidak perlu berangkat ke kampus dan bertemu banyak orang. Besok dia juga dapat libur dari tempat kerjanya.

Keyakizaka no KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang