“Merry Christmas”
Bisikan itu terdengar di telinga ku di pagi natal hari ini. Mata ku masih terpejam ketika mendengarnya. Bisikan itu lebih mirip udara yang ditiupkan ke telinga ku dan membuatnya geli.
Tapi memang seperti itu dia. Ringan bagai angin, lembut bagai sutra, tetapi dia secerah cahaya mentari. Dia memang abstrak dan tidak bisa ku rasakan dengan pasti. Dia juga membuat hatiku merasakan perasaan abstrak juga.
Aku tidak pernah menginginkan bisa bertemu dengan hal seperti dia. Tidak ada orang yang ingin bertemu dengan hal semacam dia juga –kecuali orang itu memang gila. Mungkin ini takdir dari Tuhan. Takdir yang entah membuatku harus merasa bersyukur atau tidak.
Semuanya bermula ketika hari natal saat usia tujuh tahun. Ketika pertama kalinya aku melihat hal yang sedikit orang lihat.
~~~
“Aku tidak mau tidur. Aku mau menunggu mama dan bunda sampai datang!” teriakku pada pengasuhku, Koike-san waktu itu. Aku menolak dipindahkan dari ruang tamu ke kamarku yang ada di lantai dua.
“Tapi Nona Yurina harus tidur. Bibi juga harus pulang sebentar lagi, kasihan anak bibi menunggu di rumah,” bujuknya lagi.
Aku menggeleng, menolak dengan keras perintah yang menyuruhku untuk tidur. Hari ini hari natal dan aku ingin orang tua ku ada di sisi ku.
“Kalau begitu tunggu nyonya di kamar tidur saja ya. Bibi harus segera pulang seperti yang lain.”
Kali ini aku mengikuti perintah pengasuhku. Aku naik ke tempat tidur dan ia menyelimutiku. Koike-san juga memberiku sedikit kukis serta segelas susu untuk menemani malamku.
“Nona Yurina jangan pergi keluar rumah ya. Jika ada orang tidak dikenal jangan diizinkan masuk. Nyonya akan segera pulang, Nona Yurina tunggu saja di sini.” Aku mengangguk mengerti. Kemudian ia keluar dan menutup pintu kamar ku.
“Apa tidak apa-apa meninggalkan Nona Yurina sendirian di rumah?” tanya pengasuhku yang umurnya lebih muda terdengar di luar sana.
“Tidak apa-apa, lagipula Nyonya Yuuka dan Nyonya Akane akan pulang sekitar jam 10 nanti. Nona Yurina juga tidak akan kemana-mana,” jawab Koike-san. “Ayo segera pulang.”
Aku melihat jam besar di dinding kamarku. Jam tersebut menunjukkan pukul delapan malam. Jadi masih dua jam lagi mama dan bunda kembali.
Ku singkap selimut yang menutupi setengah badanku. Kemudian turun dari tempat tidur menuju jendela yang menghadap ke arah luar. Di sana terlihat dua pengasuhku pulang menerobos salju yang turun di malam natal. Meninggalkan diriku yang sendirian di rumah yang besar.
Setiap detik yang berlalu terasa sangat lambat. Berulang kali aku melihat jam besar di dinding. Aku juga sudah membaca buku yang dibelikan bunda di hari ulang tahunku tahun itu. Kukis dan susu yang diberikan Koike-san juga sudah hampir habis.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat, tetapi mereka berdua belum juga pulang. Berulang kali aku mengecek jalanan di luar, tetapi mereka belum juga datang.
Aku turun ke ruang tamu. Perapian telah dimatikan begitu juga dengan lampunya. Pohon natal yang telah ku hias dengan bantuan para pengasuhku, ku harap mama dan bunda bisa melihatnya.
Ruang tamu semakin dingin tanpa perapian yang menyala. Meski telah dilarang untuk menyalakannya sendiri, dengan berani aku menyalakannya. Aku ingin menunggu mereka berdua di sana.
“Aku ada ide, aku akan menyiapkan susu hangat dan kukis untuk mama dan bunda. Mereka pasti lelah setelah perjalanan jauh.”
Dengan susah payah aku meraih toples kukis yang ada di atas rak lemari. Menyusun kukis-kukis itu ke piring besar di atas meja lalu ku bawa ke ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keyakizaka no Kiseki
FanfictionKeyakizaka46's short story - fiction. Original Story by : Yukinao Rin