Ayamachi

232 24 2
                                    

"Mau sampai kapan kamu menolak orang yang akan melamar mu!?" bentak kakak ipar ku yang suaranya menggema di seluruh ruang makan ini.

Aku hanya diam tak menanggapi. Lebih tepatnya sudah malas.

"Sudahlah Mai, mungkin dia memang tidak suka dengan Miona," ucap kakakku meredam amarah istrinya itu.

"Tapi dia sudah keterlaluan, Nanase. Sudah ada 5 orang yang dia tolak."

Kak Mai memang tipe orang yang menyebalkan.

"Iya aku tau, tapi mungkin Yui memang belum cocok dengan orang-orang itu." leram kak Nanase sekali lagi.

"Heh Yui, mau sampai kapan kamu mengharapkan orang itu? Orang itu sudah bahagia dengan orang lain. Jangan bodoh Risa tidak akan datang padamu!"

Bisakah kak Mai tidak menyangkut-pautkan masalah ini dengan dia?

"Yui aku berbicara padamu!"

"Bisakah kakak berhenti menjodohkan ku seperti itu?!" lawan ku. Aku sudah lelah dipaksa seperti ini. "Aku bisa mencarinya sendiri, aku sudah dewasa kak!"

"Kau mencari atau tetap menunggu si brengsek yang meninggalkan mu itu, hah?!"

"Berhenti menghubungkan masalah ini dengan Risa. Risa sudah tidak hubungannya dengan ku"

"Tidak ada hubungannya? Kau masih menunggunya kembali padamu dan menutup hatimu untuk orang lain. Kau bilang itu tidak ada hubungannya?"

"Sudah Mai, kasihan Yui. Sudah ya," lerai kak Nanase.

"Terserah apa kata kakak. Aku lelah kak."

Aku meninggalkan mereka berdua dan bergegas masuk ke dalam kamar. Ku kunci pintunya agar siapapun tak dapat masuk. Aku ingin sendirian.

Aku memang munafik. Aku berbohong pada kak Mai dan kak Nanase jika aku sudah tidak mencintai Risa lagi. Aku tak bisa melupakannya. Bagaimanapun caranya usaha ku berakhir sia-sia, aku tetap mengingat kenangan kita berdua selama delapan tahun.

Benar kata kak Mai aku memang bodoh, terus menunggunya walau dia sudah bahagia bersama orang lain. Aku tetap sendiri ketika dia bersama istrinya dan putrinya berbahagia di rumah sederhana yang mereka tempati. Aku harus bagaimana? Aku tak tahu cara menghilangkan rasa cintaku pada Risa.

***

Matahari telah terbit, tanda hari telah berganti. Aku terbangun ketika kak Nanase mengetuk pintu ku dan menyuruhku untuk sarapan.

Aku mandi dan segera berganti pakaian. Tanpa memperdulikan kedua kakak ku aku berjalan melewati ruang makan. Ruang sidang ku setiap kali kak Mai marah padaku.

"Yui tidak sarapan?" tanya kak Nanase saat aku berada di gekkan.

"Tidak sempat kak, aku harus evaluasi pagi dengan tentor yang lain," jawab ku tanpa sedikit pun menoleh.

Aku mendengar kak Nanase menghela nafas ketika mendengar jawabanku. Tak lama kak Mai datang menyodorkan kotak bento padaku.

"Untukmu, setidaknya makan sesuatu," ucapnya dengan nada dingin. Aku menerimanya dengan malas.

Beberapa saat kemudian kak Nanase tertawa. Membuat aku dan kak Mai kebingungan.

"Apa yang kau tertawakan?" tanya kak Mai.

"Setelah kalian bertengkar itu selalu seperti ini. Kalian sama-sama peduli tapi tak mau menunjukkannya. Apalagi kau Mai." Mendengar penjelasan kak Nanase seketika pipi kak Mai memerah ia menunduk menyembunyikan. Hm, baiklah ku akui kak Mai memang peduli padaku walau caranya sangat menyebalkan.

Keyakizaka no KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang