More than Best Friend

321 28 6
                                    

Desember, 2017
Hari dimana kau memelukku.

Angin berhembus lembut menyentuh pipiku. Seperti biasa, aku berdiri di balkon ruang musik di lantai dua sekolah. Lukisan senja yang akan tercipta sebentar lagi dapat ku lihat dari sini. Dari bawah sana aku dapat mendengar suara teriakan klub baseball yang berlatih. Aku suka suasana disini.

Seseorang masuk ke ruangan ini membuyarkan lamunan ku, "Yuipon belum pulang?," tanyanya.

"Belum" jawabku sambil membalikkan badan menatapnya.

Gadis itu berjalan ke arahku. Gadis yang lebih pendek dariku tapi punya senyuman yang lebih indah dariku. Rambutnya yang pendek sebahu dipermainkan angin sore ketika dia sudah berdiri disebelah ku.

"Kenapa belum pulang?," tanyanya sekali lagi.

"Bukan apa-apa, aku hanya suka disini."

"Orang tua mu belum berbaikan ya?" Aku menunduk, tak ingin menjawab pertanyaan itu.

"Maaf jika aku mencampuri urusan mu." Dia menunduk meminta maaf karena melihat responku terhadap pertanyaannya.

"Tidak apa Zuumin-senpai, lagi pula mustahil sepertinya mereka berdua akan berbaikan, ibuku sudah menikah lagi"

"Benarkah?" Aku mengangguk membenarkan.

Kita berdua terdiam. Keheningan yang terbentuk diantara kita berdua entah mengapa terasa hangat. Walau angin yang dingin menerpa tubuhku.

Tiba-tiba dia memelukku dari samping dan membisikkan sesuatu pada telingaku. "Bagaimana pun juga aku sudah berjanji padamu Yui. Aku akan selalu ada di samping mu dan menjagamu."

"Terima kasih senpai" jawabku lalu membalas pelukannya.

***

Juli, 2017
Hari dimana kau berjanji padaku.

Jika orang berkata bahwa sakit yang paling buruk adalah sakit hati aku tak akan menyangkalnya. Sakit ini menjalar di seluruh tubuhku. Mengacaukan seluruh pikiranku. Membuat setiap saat bisa menjadi waktu kematian ku.

Sekali lagi aku lari dari pertengkaran orang tua ku di rumah, entah ini yang ke berapa kalinya untukku. Tak peduli aku tak membawa jaket. Tak peduli kakiku lecet karena sepatu sekolahku. Aku hanya tak ingin terbunuh di sana oleh semua kata-kata mereka.

Aku duduk di bangku dekat dengan penerangan jalan. Sepatu yang ku pakai tadi sudah ku lepas. Hujan mulai turun membasahi seluruh tubuhku. Setidaknya aku bersyukur hujan dapat menyembunyikan air mataku yang sedari tadi mengalir dan juga tak ada siapapun disini.

Aku tak ingin pulang.

"Kau bisa sakit jika hujan-hujanan disini" suara yang tak asing tertangkap telingaku. Aku mendongak seseorang kini sedang memayungi ku. Wajahnya nampak khawatir melihatku.

"Sedang apa disini Yuipon? Kau bisa sakit" tanyanya. Aku hanya diam, kembali tertunduk.

"Hey, kau sedang apa?" tanyanya sekali lagi.

"Bisakah Zuumin-senpai pergi, aku tidak mau diganggu" jawabku dingin.

"Tapi tidak disini, kau bisa sakit nanti" aku lagi-lagi diam tak menghiraukannya.

Ku dengar dia menghela nafas lalu segalanya hening kecuali suara hujan. Ku pikir orang itu akan pergi, tapi pikiranku salah. Dia malah menarik lenganku dan ahu-tahu aku sudah ada di kafe kecil dekat situ.

"Permisi Nyonya, apakah nyonya punya handuk?" tanya Zuumin-senpai pada pelayan kafe itu ketika kami baru masuk.

"Iya, kami punya. Silahkan duduk dulu, pasti kalian kedinginan" jawab pelayan kafe ramah.

Keyakizaka no KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang