I Can See You in Your Dream (2)

199 31 14
                                    

Aku keluar dari ruanganku yang menyesakkan menuju ke atap rumah sakit. Angin yang berhembus tidak dapat menyegarkan perasaan ini. Pikiranku menjadi keruh. Hatiku terasa sakit lagi. Ingin sekali lagi aku mencoba menjatuhkan diriku kebawah sana karena jika aku hidup aku akan terus tersakiti seperti ini. Aku ingin benar-benar lenyap dari dunia ini.

Kuinjakkan kakiku di pagar pembatas atap rumah sakit yang tak terlalu tinggi. Mungkin jika di jembatan kemarin aku tak akan mati tapi kalau disini tak mungkin aku akan selamat bukan?

"Setelah kau gagal kemarin, kau masih mau mencoba lagi?" teriak seseorang dari belakangku, Yui.

"Jangan halangi aku, aku sudah tak ingin tinggal di dunia ini lagi."

Dia mendekat ke arahku. "Apakah kau lupa bahwa kau pernah bilang padaku kau sudah menyesal bunuh diri?"

"Yui kumohon jangan membuatku untuk tidak melakukan ini. Aku sudah tidak tahan."

"Kau mau bunuh diri hanya karena perempuan tadi meninggalkanmu Risa? Kau pasti bisa melupakan rasa sakitmu. Tapi tidak dengan bunuh diri"

"Kau tahu apa tentang rasa sakitku? Apa kau pernah rasanya hancur sampai tak ingin hidup seperti ini?!" teriakku.

"PERNAH!!" dia membentakku dan membuatku terdiam.

"Aku pernah merasakan hatiku hancur tak bersisa. Aku pernah bunuh diri dan aku menyesal. Aku tak pernah bisa bangun sepertimu. Aku tak bisa merasakan berbicara dengan orang lain lagi kecuali kau. Aku tak ingin kau seperti aku Risa, kau masih punya kesempatan," jelasnya.

"Apa maksudmu aku tak mengerti. Apa maksudmu tak pernah bangun?" tanyaku tak paham.

Kini giliran dia yang terdiam. Aku mendekat ke arahnya hendak meraih tangan mungilnya tapi yang ada dia malah berlari turun. Saat aku mengejarnya dia sudah tidak terlihat. Apa maksudnya tak pernah bisa bangun lagi?

***

Aku kembali ke kamarku dan akhirnya melupakan kalau aku hendak bunuh diri tadi. Mungkin Yui benar aku harus melupakan Neru. Ah, bodohnya aku sampai ingin mengulangi kesalahan yang sama.

Sampai di sana ada seorang suster yang sudah menunggu untuk pemeriksaan rutin, Ibuku sudah datang juga di sana tapi tanpa kakakku.

"Kemana saja Risa?" tanya Ibuku.

"Hanya mencari udara segar bu," jawabku.

"Kita periksa dulu ya," kata dokter yang ada di situ.

Dokter dan suster memeriksaku dan katanya ini pemeriksaan terakhirku, nanti malam aku sudah bisa pulang. Tapi sebelum aku pulang aku harus berbicara pada Yui.

"Sensei, apakah suster bernama Kobayashi masih ada?" tanyaku pada dokter yang masih di sini.

Dokterku terlihat bingung, "Tidak ada suster yang bernama Kobayashi di rumah sakit ini, Watanabe-san," jelasnya.

"Benarkah? Selama beberapa hari ini dia sering datang ke ruangan ku" kataku.

"Nama belakangnya siapa?" tanya Suster.

"Yui, nama belakangnya Yui."

Dokter dan suster saling berpandangan. Lalu kemudian dokterkulah yang angkat bicara, "Kobayashi Yui bukan nama suster disini. Dia salah satu pasien ku disini. Kami berdua tidak tahu bagaimana dia menemuimu, tapi dia koma sejak tiga tahun yang lalu dan belum bangun hingga sekarang," jelasnya.

"Apa?!" aku terkejut mendengarnya.

"Apakah kau bertemu suster selain suster Koike, sayang?" tanya ibuku.

"Iya ibu, dia masih muda seumuran denganku," jawabku.

"Ibu tak pernah melihatnya." Ibuku nampak heran.

"Karena dia datang ketika tidak ada orang selain aku"

"Jika Watanabe-san ingin melihatnya, Watanabe-san bisa datang ke kamar Keyaki nomor 46. Dia dirawat disana." Saran dokterku.

"Terima kasih dokter. Terima kasih atas bantuannya juga selama saya di sini. Suster juga" Aku membungkuk berterima kasih, begitu juga ibuku.

"Iya, senang sekali kau sudah sembuh. Hati-hati ya nanti pulang."

"Iya, terima kasih" Dokter dan suster pun keluar dari ruanganku.

Aku terduduk di pinggiran kasur berpikir tentang Yui. Kalau dia sudah koma selama tiga tahun lalu siapa yang menemaniku selama aku di rumah sakit? Lalu aku teringat perkataanya siang tadi, dia pernah bunuh diri dan tak pernah bangun. Apa maksudnya dia belum bangun dari komanya?

"AH!!! Aku bingung."

"Tak usah bingung begitu temui saja dia. Kejadian seperti itu mungkin saja terjadi. Kita tidak tahu apa yang direncanakan Tuhan bukan? Mungkin dia malaikat yang dikirimkan untuk menyelamatkan hidup mu," kata Ibuku.

"Ibu terlalu berlebihan." Ibu hanya tertawa kecil. Tapi sepertinya benar, dia yang menyelamatkan hidupku barusan.

"Haruskah aku pergi?" tanyaku padanya.

"Pergi saja sana jika kau ingin. Ibu akan membereskan bajumu sambil menunggu." Aku mengangguk, mengecup pipi ibuku sebentar lalu pergi mencari kamar Yui.

***

Bersambung lagi ah biar greget hehe...

Keyakizaka no KisekiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang