Bab 1 • Betina

28.5K 928 178
                                    

Ratusan peserta MPLS berbondong-bondong memasuki gerbang SMA Vistar. Mereka tampak masih putih biru. Sebagain anak ada yang tampil penuh percaya diri, terutama yang di SMP-nya dulu merupakan para berandalan dan anak-anak narsis. Sementara kaum cupu tampak minder dan sedikit panik.

Osis-osis SMA Vistar yang mengenakan jas merah bata berdiri dengan sombong sembari memantau calon adik kelas mereka. Sesekali mereka menggertak peserta MPLS agar berjalan lebih cepat. Namun, tak sedikit yang merespon kurang baik. Malah terkesan meledek. Seperti bocah bontot sok ganteng itu misalnya, dengan beraninya dia menampakan wajah dijelek-jelekan sambil meniru ucapan sang kakak kelas.

Waktu terus bergerak, penjaga gerbang masuk melirik jam dinding yang menggantung di dinding pos jaga. Dua menit lagi waktu masuk para siswa segera tiba. Dia pun beranjak dari tempat duduk sembari menyeruput kopi susu hingga menyisikan ampasnya saja. Penjaga itu pun menutup gerbang dengan sekuat tenaga.

Tampak dari kejauhan, tiga cowok berpakaian putih biru berlari terburu-buru menghampiri pintu gerbang sembari berteriak-teriak gaduh, "Tunggu Pak ..! Jangan ditutup dulu! Pak ...!"

Pak Amat yang sedikit budeg memicingkan mata ke atas tanah, menatap lekat benda-benda kecil yang ada di sekitarnya. Tak ada apa-apa, pun. Pria setengah baya itu mendengus, dia pikir dirinya seperti Nabi Sulaiman yang dapat mendengar suara semut, nyatanya itu hanya fatamorgana telinganya saja. Selepas bertingkah demikian, beliau berjalan kembali ke pos penjagaan yang tak jauh dari gerbang sambil bersiul merdu dengab mata terpejam nikmat.

Tiga cowok itu dengan cepat menggengam erat potongan besi pintu gerbang sembari celingak-celinguk kebingungan. Salah seorang dari mereka menggoyang-goyangkan gerbang penuh harap, semoga saja ada orang yang berbaik hati membukakan pintu itu untuk mereka.

"Sial! kita telat." Kevin mencerca dirinya sendiri penuh kekesalan. Cowok beriris mata biru tersebut terus menggerutu. Dia menyenderkan tubuhnya di gerbang sekolah sambil menatap nanar ke depan. Awal yang buruk!

"Ini semua gara-gara Lo, Rangga." Rama menuding cowok di sebelahnya sambil menatap ketus, "mandi aja sampai dua abad. Gue sama Kevin sampai lumutan nungguin Lo mandi. Ngapain aja sih di kamar mandinya?"

"Biasa 'lah bro, urusan kenegaraan." Rangga, si otak batagor itu malah menyeringai sok imut, seolah tak ada beban sedikit pun dalam hidupnya.

"Urusan kenegaraan dari Hongkong, hahaha ... palingan lo cuma jongkok sambil ngelamunin kejombloan lo, iya 'kan?"

Kevin yang tengah duduk mendengus tak suka, dua bocah tolol itu masih sempat-sempatnya berdebat di saat-saat seperti ini. Bagaimana bisa dirinya mengenal dua anak hilang ini.

"Hah? Jomblo Lo kata? Hahaha ... sumpah ya demi Nenek Tapasya dan Gopi, mantan gue itu banyak, bro. Mulai dari Raisa, Isyana sampe Chelsea Island semuanya pernah gue gebet." Rangga bersungut-sungut dengan memasang wajah belagu yang jika terus dilihat selama tiga detik saja, rasanya ingin nimpuk wajah demek itu anak pakai beton.

"Raisa?! Hahaha ... gak salah lo ngomong. Raisa itu kan cantik, jago nyanyi dan yang jelas baik banget. Lah, Lo apaan Kecebong India yang bisa dibanggain? Celana dalam Selena Gomez?" pekik Rama.

"Pake nanya lagi, jelas dibanggain semua orang itu ya kegantengan gue, lah. Aliando aja bisa ganteng kayak gitu, itu berkat siapa coba? Itu berkat nenek moyang gue yang kegantengan sama kecantikannya kagak abis tujuh turunan." Rangga mencengir angkuh ke wajah Rama seperti marmut nahas kejepit engsel pintu.

Crazy Amor ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang