BAB 10 ● PEMBUNUH

4.6K 281 75
                                    

"Kevin nilai kamu selama seminggu ini anjlok banget, ada masalah apa?" tanya Bu Siti dihadapan semua murid saat membagikan kertas hasil ulangan matematika minggu kemarin.

Kevin hanya tertunduk malu. Ia tak bisa lagi konsentrasi pada pelajaran di sekolah bahkan pada semua hal. Sejak pertemuan di kafè beberapa hari silam, pikirannya menjadi buyar. Kecewa, marah sekaligus sedih.

"Kamu dan Dea ikut terkena ramedial matematika," jelas Bu Siti sambil berjalan meninggalkan kelas.

Tririring....

Bel berbunyi untuk keempat kalinya. Bukan bel masuk atau bel istirahat melainkan bel pulang. Seperti biasa anak-anak akan berhamburan dan saling berebut keluar paling cepat untuk menghindari macet.

Kecuali Kevin dan dua benalunya. Kevin masih tertunduk malu sambil memegang kertas ujian tadi.

"Kenapa bosque?" Tanya Rama sambil mengelus pundak Kevin.Sementara Rangga selalu sibuk dengan handphone 1 untuk nge-stalk. Bukan nge-stalk Bu Siti lagi tapi sekarang lagi ng-stalk pacar barunya, si Endah.

Kevin menghela berat, "A-ada orang disini?" tanya Kevin masih tertunduk.

Rama memandang ke seluruh ruangan, "Gak ada Vin, napa ada masalah?" tanya Rama serius. Terkadang anak ini serius disaat yang dibutuhkan tidak seperti Rangga yang tidak bisa serius meski saat kondisi serius sekalipun.

"Gue udah tahu siapa penyebab kematian ayah!" tutur Kevin dengan tatapan kosong.

"Hah pembunuh?!" Rama terperenjat. Ia semakin serius berbincang dengan sahabatnya itu.

"Pembunuh apaan? Hati si Endah? Etdah dia milik gue, lo jangan main gebet-gebet pacar orang!" Rangga tiba-tiba menyambung pembicaraan. Ia mematikan poselnya untuk bergabung bersama mereka berdua.

"Apa? Apa?" Rangga menyenggol tubuh Rama untuk mendengar lebih jelas perkataan Kevin.

"Ayah lo bukannya udah meninggal lama banget ya?" lanjut Rangga.

"Iya Rangga, ayah udah ninggalin keluarga gue dua belas tahun yang lalu. Waktu gue masih kecil mama bilang ayah udah pergi jauh. Tapi, gue gak mengerti maksud kata pergi yang sebenarnya saat itu. Saat gue kelas lima SD gue mengerti maksud kata pergi yang pernah mama katakan. Ayah pergi jauh, sangat jauh untuk menghadap Sang Pencipta. Tahun demi tahun gue lalui tanpa ayah, tanpa pemberi nafkah, tanpa orang yang seharusnya selalu ada untuk anaknya. Dan sekarang gue tahu siapa otak dibalik pembunuhan ayah gue," jelas Kevin. Butiran air bening keluar dari matanya.

"Maksud lo?" Rama heran. Ia sedikit mengernyitkan keningnya yang lebar.

Kevin memandang dua sahabatnya dengan serius, "Ayahnya Dea yang ngebunuh ayah."

Rama dan Rangga sangat terkejut ketika mendengar perkataan Kevin tadi. Mereka menepak pipi mereka dengan keras untuk memastikan ini benar bukan mimpi.

"Ayahnya Dea?! Yang bener lo Vin?" Rama masih tak percaya. Ia sedikit syok dengan perkataan yang barusan Kevin lontarkan.

"Jawab Vin! Masa sih ayahnya Dea yang ngebunuh ayah lo?" Rangga juga ikut kaget. Ia sangat tak percaya jika benar ayah Dea adalah otak pembunuhan ayah Kevin.

Kevin menghela berat. Ia sekejap memejamkan matanya, "Ayahnya Dea sendiri kalo dia pembunuhnya. Tapi, dia janji bakalan nyekolahin gue sampe S2 di luar negeri bareng dengan Dea. Menurut gue nyawa ayah tak akan bisa ditebus meski dengan jutaan ton emas sekali pun."

Rama dan Rangga saling bertatapan. Mereka mengelus pundak Kevin, "Udah lo gak usah pikiran ini berlebihan. Fokus belajar, fokus menggapai cita-cita lo. Kematian itu adalah hal pasti bagi makhluk hidup Kev bahkan semut sekalipun. Memang bener ayah Dea pembunuh ayah lo Kev tapi bukan berarti Dea juga ikut didalamnya. Dia gak bersalah sama sekali dan jika lo benci sama dia berarti lo udah benci sama ayah lo sendiri. Dia gak bersalah Kev," Rama terus memberi motivasi pada Kevin yang saat ini masih terpukul parah.

Jika Rama sibuk memberi motivasi kepada Kevin. Si kecoa Thailand--Rangga-malah memvideo Rama yang sedang ceramah. Ia menekan tombol pause kemudian menyimpam video tadi. Bukan Rangga namanya jika gak kekinian, sekarang ia mengupload video tadi di channel youtube miliknya.

"Wish keren bro video lo langsung ditonton seribu orang keren parah." Rangga mengacungkan jempol sebagai tanda bangga.

"Astaga lo ngapain main begituan. Liat nih sahabat kita berdua lagi sedih. Tapi lo malah main video-video segala," ketus Rama. Dia dengan cepat merampas handphone dari tangan Rangga, "Gue dapet."

Rama melihat video tadi. Ia tersenyum sendiri seperti orang gesrek, "Wah ada yang komen kalo Bang Rama emang cocok jadi penerus Mario Sepuh." Rama dengan sok memperlihatkan komentar tadi ke wajah Rangga.

Rangga mengerutkan keningnya, "Tadi katanya jangan main ginian. Tapi pas ada yang komen video lo malah sibuk ngurusin komen. Plin plan."

"Bodo amat."

Kevin menghela nafas. Ia mengaitkan tasnya dan bangkit dari kursi, "Gue pulang dulu ya."

"Eh tunggu bosque," teriak Rama. Ia meletakan handphone tadi di atas meja, "Gara-gara lo sih Kevin jadi pergi!"

"Loh kok nyalahin gue sih? Kan lo yang tadi sibuk ngurusin komen." Rangga membela diri. Dia merasa tak terima dengan tuduhan kecebong India tadi.

"Tunggu bosque...!" Rama berteriak mengejar Kevin yang telah lebih dahulu meninggalkan mereka. Sementara Rangga, ia tersisih dan ditinggalkan di kelas oleh si kecebong India.

Rangga mendesah, "Giliran gue yang ngomong kagak dibales, gak adil."

Rangga pun segera keluar kelas dan mengejar dua temannya yang lebih dahulu keluar.

Tbc,
Wuhuhu..
Baca ya part-part selanjutnya bakalan banyak kelucuan-kelucuan lainnya.

Jangan lupa Vote dan Komen

Crazy Amor ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang