BAB 40 ● AYO KEMPING

2.8K 182 18
                                    

Setelah dua belas hari paska pengumuman, akhirnya acara kemping yang diselenggarakan oleh pihak sekolah terealisasi hari ini. Tampak puluhan anak mulai dari kelas sepuluh sampai kelas sebelas berbaris rapih di lapangan basket. Mereka semua tampak mengenakan pakaian pramuka lengkap dengan tongkat merah dan ransel besar yang sangat identik dengan acara kemping.

Pak Arif selaku pembina pramuka SMA Jaya Bangga dengan tegap berdiri di depan podium sambil menyampaikan pesan-pesan selama kemping di bumi perkemahan nanti. Semua anak menyimak baik amanat Pak Arif dengan tangan dilipat di belakang punggung layaknya sikap istirahat ketika upacara.

"Baik adek-adek semuanya, kakak selaku pembina kalian akan menyampaikan beberapa pesan untuk kalian selama berkemah di sana. Di antaranya, yang pertama, kesehatan kalian harus tetap dijaga karena cuaca sekarang ini sudah tidak menentu serta jaga pula kekompakan kalian selaku regu pramuka yang solid. Mengerti adek-adek?" cakap Pak Arif sembari menatap semua anak dari ujung kanan hingga ujung kiri.

"Siap mengerti kak." Anak-anak menyahut dengan kompak dan semangat 45. Mereka sepertinya sudah tak sabar untuk memulai acara kemping tahun ini.

"Baik kalau sudah mengerti. Lima belas menit lagi kalian akan segera berangkat. Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh." Pak Arif pun menyudahi amanatnya karena melihat anak-anak yang mulai tak kondusif lagi. Lantas beliau segera turun dari podium dan beranjak bergabung dengan guru-guru lainnya yang tengah berdiri di belakang podium.

Sementara itu, regu dari kelas Dea tampak berbaris di ujung sebelah barat lapangan atau tepatnya di dekat pintu keluar. Di sana terlihat ada Dea, Endah, Susi, Rangga, Leo dan Kevin. Mereka tampak ripuh membawa kayu bakar, tenda, alat masak, tikar dan alat-alat kemping lainnya. Hanya Leo yang tak ripuh membawa apa-apa, lelaki yang satu ini hanya membawa ukulele berwarna biru yang setiap hari ia bawa ke sekolah.

Susi mendengus kesal dengan logat Jawa-nya yang medok ketika mendapati Leo tak membawa alat-alat kemah, "Lah koe ini gimana? Enyong itu capek, lah koe kok bisa-bisanya nyantai kayak di pantai. Nih koe bawa tikar enyong." Susi pun menyodorkan tikar yang ia bawa ke pangkuan Leo.

"Iya, iya, enyong monyong," umpat Leo yang kesal ketika zona santainya direbut oleh perempuan jawa itu.

"Ikh ... enyong tak jitak koe." Dengan keras Susi menjitak kepala Leo dan membuat lelaki itu meringis kesakitan.

Dea dan yang lainnya tertawa renyah ketika menyaksikan kejadian itu. Leo dan Susi tampak romantis dan mereka berdua pun menjadi bahan bully-an Dea dan kawan-kawannya, "Cie ... romantis cie," pekik Rangga tertawa geli sambil memegangi perutnya yang sudah tak tahan lagi menahan gelak yang mengocok perut.

"Eh Enyong, emang kita romantis ya?" goda Leo sambil bergerak mendekat ke arah Susi.

"Ikh jangan enyong-enyong!" Susi pun mendengus kesal lalu ia membalikan badan--membuang muka dari lelaki konyol itu.

"I'm sorry baby."

"Cieeee." Mereka semakin dibuat tawa oleh kelakuan dua anak itu. Terutama Leo yang terus-terusan menggoda Susi dan membuat perempuan medok itu dibuat malu olehnya.

Rangga yang masih tertawa ikut mengompori kondisi dua sejoli itu, "Sikat aja Leo, sikat! Kasih nyanyian romantis dong ibu Enyong-nya. Hahaha."

"Oke bang Rangga," sahut Leo sembari mengacungkan jempol ke arah Rangga yang terus-terusan tertawa melihat tingkahnya.

Dengan sigap Leo melepaskan tikar dari pangkuannya. Lalu ia menempelkan ukulele biru itu dan mengatur nada untuk sebuah nyanyian bagi Susi, "Ekhm ... ekhm ... dengerin ya Enyong." Leo pun mulai memetik satu persatu senar ukulelenya dengan merdu, "Oh Tuhan ... kucinta Enyong, kusayang Enyong, rindu Enyong, ingikan enyooooong."

Crazy Amor ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang