Dea tak henti-hentinya mengunyah bakso buatan Mas Mul yang sangat legendaris. Meski hanya pedagang kaki lima tapi kualitasnya berani lah buat bersaingan sama restoran. Saat ini ia makan bakso dengan ditemani Kevin, ya itung-itung pacaran karena belakang ini mereka jarang ketemu. Maklum sekolah sekarang fullday ditambah lagi guru yang suka ngasih "oleh-oleh" berupa tugas yang menggunung.
"Eh Dea, satu bulan lagi kakak kelas kita 'kan mau keluar tuh. Biasanya suka ada acara perpisahan dan setiap kelas harus wakilin satu performance. Kelas kita mau nampilin apa ya?" Ucapan Kevin ini membuat Dea berhenti mengunyah baso sambil menatap ke satu titik, sepertinya sedang memikirkan jawaban untuk pertanyaan yang tadi dilontarkan oleh Kevin.
"Gimana?"
"Dea punya ide," ucap gadis itu semeringah, "gimana kalo kita yang tampilnya. Dea nyanyi dan Kevin yang main gitar. Bisa 'kan?"
Kevin memanggut sambil menggaruk ujung alisnya, "Hmm ... tapi gimana temen-temen yang lain, gimana kalo mereka marah?"
"Tenang aja, nanti Dea sumpal pake baso Mas Mul. Pake baso yang gede," jawab Dea dengan percaya dirinya sambil terkekeh. Lalu tangannya langsung mengambil baso dengan sendok dan melahapnya dengan lincah.
Kevin bergidik ngeri melihat hal itu. Namun namanya juga Dea. Kalau tak aneh maka tak sayang.
Lima belas menit sudah mereka nangkring di lapak Mas Moel, akhrinya Dea selesai juga. Gadis berjilbab itu sudah menghabisakan empat mangkok baso ekstra banyak. Dengan wajah ngantuk, tangannya mengelus-elus perutnya yang terasa pengap gara-gara kebanyakan makan.
"Makasih ya Den," ucap Mas Moel sambil memberikan uang kembalian kepada Kevin, "Iya Mas, sama-sama."
Mas Moel tersenyum lebar dan tak lama kemudian ia balik badan lalu berjalan ke arah gerobaknya untuk melayani konsumen yang lain.
Kevin memasukan uang kembaliannya ke dalam saku baju. Lalu ia menoleh ke arah Dea yang tampak sangat lemas.
"Eh Dea, yuk pulang!"
"Nanti Kevin ... Dea gak kuat, kenyang banget nih," rintihnya sambil memejamkan mata.
Kevin menghela nafas gusar. Terpaksa ia harus menggendong Dea dari lapak Mas Moel sampai pintu mobil. Lagian kalau sesuatu yang berlebihan itu pasti kurang baik, 'lah ini contohnya.
Sekarang mereka sudah sampai di pinggir mobil dengan posisi Kevin masih menggendong Dea, "Hey turun gih, berat."
"Hmm ...," gumam Dea tidak jelas.
"Ya elah nih anak, ayo masuk ke mobil. Turun dulu!" Kevin tampak mendesak, karena punggungnya sudah terasa pegal, ia pun menurunkan Dea secara sadis.
Braagh ...
Dea meringis sambil mengelus punggungnya yang sakit. Perlahan gadis itu bangkit sambil menatap Kevin dengan sorot tajam.
Kevin terkekeh saat melihat perempuan cerewet itu marah padanya. Ia pun mengulurkan tangan sebagai tanda permohonan maaf. Namun sayang, Dea menepisnya.
Karena sudah kesal kepada Kevin, Dea pun berjalan di hadapan Kevin begitu saja sambil berjalan untuk masuk ke mobil merah milik lelaki itu. Pupil mata Kevin menyaksikan tingkah gadis itu dengan jelas.
"Ya elah pake bengong lagi, ayo berangkat!" omel Dea tidak tahu malu.
"Iya, iya." Kevin pun berjalan menuju pintu depan yang berada di sebelah kiri. Kini Dea dan Kevin sudah berada di dalam mobil.
Lelaki bermata biru itu mulai melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang. Tampak Dea dan pemudi tampan yang berada di sebelahnya saling diam, tak ada obrolan sedikit pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Amor ✔
Humor[SELESAI] Best Humor Love Story 😘 Tentang si Dea gila dan si Kevin yang acuh tak acuh. Ditulis : 30 september 2017