Sore ini Kevin dan Dea berjalan beriringan sambil membawa tongkat dan buku serta sebuah kompas berwarna hitam yang menggantung di lehernya. Kali ini mereka berdua akan mengikuti acara jelajah sebagai acara pertama dalam kemah yang diselenggarakan sekolah mereka.
Namun kedua orang itu tampak cuek satu sama lain. Tak ada sedikit pun obrolan yang terdengar. Yang ada hanya 'lah suara langkah kaki yang memecah keheningan di tengah rimbunnya pepohonan di hutan tempat mereka berjalan saat ini. Kevin masih seperti biasanya, anak ini bersikap dingin dan acuh tak acuh terhadap perempuan di hadapannya. Meski sebenarnya hatinya ia berteriak kalau dirinya sangat rindu dengan suasana tawa yang selalu mereka alami sebelumnya. Namum Kevin tetaplah Kevin, lelaki cuai yang tidak respontif terhadap apa yang ada di sekitarnya.
Hal inilah yang membuat Dea terpaksa melakukan sebuah misi bodoh yang mengharuskan ia untuk bertingkah sok cuek, dingin dan seolah-olah marah kepada lelaki berbola mata biru itu. Namun misi ini membuat hati Dea menjerit setengah mati. Karakter Dea yang periang, apa adanya dan ceplas-ceplos tiba-tiba dituntut menjadi seorang gadis ketus, pemarah dan egois demi mendapat kepastian hubungan dirinya dengan lelaki bernama Kevin.
Tak terasa mereka berdua telah berjalan kurang lebih lima belas menit dari lapangan buper. Tampak dari kejauhan seorang lelaki bertubuh gempal berdiri di post pertama dan siap menguji mereka sesuai dengan materi yang diberikan panitia perkemahan.
Akhirnya Kevin dan Dea sampai juga di post pertama dengan nafas terengah-engah. Kevin tampak membungkuk sambil memegangi dadanya yang mulai sesak karena perjalanan tadi. Sementara Dea, perempuan berjilbab itu hanya bisa melirik Kevin dengan muka sok sinis.
"Kalian dari regu mana?" tanya laki-laki bertubuh gempal sambil memegangi kertas absen yang ditempelkan di dadanya.
Dea menoleh ke arah Kevin dengan maksud bertanya. Namun perempuan itu tak mengucapkan sepatah kata pun dan tatapannya malah membuat Kevin menjadi salah faham. 'Akhirnya Dea liat gue juga, kangen kayaknya tuh anak' batin Kevin terkekeh.
"Eeh kok malah bengong sih, cepet jawab kalian dari regu mana?" sentak kakak gempal tadi yang mengenakan baju hijau dengan bawahan celana gunung berwarna cokelat tua.
Dea berusaha bertanya kepada Kevin dengan wajah sedikit canggung, "Ki ... kita regu apa?"
Bukannya menjawab Kevin malah tersenyum lebar, "Regu Enyong saja."
Dea mengangguk mengiyakan jawaban Kevin yang sebetulnya sedikit aneh dan geli untuk didengar. Lalu Dea menolehkan wajahnya ke arah lelaki berbaju hijau itu untuk menjawab pertanyaan yang tadi ia lontarkan kepada mereka berdua, "Kita dari regu Enyong kak," cakap Dea dengan wajah merona.
Kakak itu tampak terkekeh sembari mencatat nama regu yang tadi Dea sebutkan. Sementara Kevin malah tersenyum dengan alis ditekuk saat melihat perempuan setengah polos itu dengan mudah ia permainkan dalam permainananya sendiri.
"Baik nyanyikan yel-yel kalian dengan suara dan gerakan yang kompak."
Mata Dea dan Kevin terbelekak saat mendengar kalimat tadi. Mereka pun saling bertatapan dengan sorot terkejut dan bingung akan menyanyikan yel-yel apa. Dua belas hari persiapan yang telah diberikan sekolah tidak mereka gunakan sebaik mungkin. Dan jadilah mereka menjadi manusia yang sangat kebingungan.
"Nyanyi apa?" tanya Dea dengan nada pelan yang nyaris terdengar seperti sebuah bisikan.
"Hmm ... apa ya?" bingung Kevin sambil menatap ke atas-- sedang memikirkan sesuatu, "aha! Gue punya ide. Gimana kalo yel-yelnya lagu Enyong Meriang? Gimana? Gimana?"
Dea memejamkan matanya lalu ia menghela nafas setelahnya, kemudian perempuan itu menoleh ke arah Dea yang sedang menyeringai dihadapannya, "Yakin lagu Enyong Meriang?"
Kevin memanggut yakin. Lagi pula tidak ada lagi pilihan yel-yel yang dapat mereka nyanyikan. Lagi-lagi Dea hanya bisa pasrah dengan keputusan Kevin.
"Udah siap?" tanya Kakak gempal itu dengan wajah sedikit meledek.
Mereka mengangguk pelan.
"Ayo mulai!" cakap Kakak berbaju hijau tadi lalu ia tampak sibuk memilah beberapa lembar kertas yang sepertinya ia sedang mencari lembar penilain untuk menilai mereka berdua.
Mereka menghela berat. Dengan tatapan kikuk, keduanya memegangi dada mereka dengan tangan yang disilang sebagai pose yel-yel mereka, "Enyong meriang ... Enyong meriang ... Enyong meriang regua Enyong pasti menang tetetetetew."
Kedua siswa itu tampak sangat malu. Ia rasanya mereka membenturkan kepala mereka ke batang pohon yang ada di pinggir mereka. Dengan dubur bergoyang layaknya penyanyi koplo, mereka berhasil membuat kakak bertubuh besar itu tertawa geli. Dua anak cantik dan tampan bergoyang bodoh dihadapannya. Ini benar-benar masuk tujuh keajaiban dunia.
Selepas melakukan kegiatan bodoh tadi, mereka terlihat saling curi pandangan kikuk. Ini adalah kali pertama Kevin melihat Dea bergoyang seperti tadi. Begitu pun Dea, ia sangat tertegun saat melihat lelaki berbola mata biru yang ia kenal sangat cuih dan dingin sore ini bergoyang heboh. Kejadian ini benar-benar membuat mereka semakin salah tingkah dan tersipu-sipu.
"Ya sudah kalian boleh lanjut ke post berikutnya," tutur kakak gempal itu sambil menahan tawa yang hampir meledak.
"Iya kak," sahut mereka malu. Mereka pun berjalan melewati kakak itu tanpa menoleh sama sekali. Kejadian konyol ini benar-benar merubah segalanya.
Setelah mereka agak jauh dari kakak bertubuh montok itu. Tiba-tiba terdengar suara tawa yang membahana.
"HAHAHA ...!!"
Karena penasaran, mereka pun membalikan badan dan menoleh ka sumber suara tadi. Ternyata itu adalah suara tawa dari kakak gempal tadi dengan badan mengguling-guling di tanah bak anak kuda nil menggeliat karena di jilat anak babi ngepet.
Kevin dan Dea mengernyitkan kening. Kevin tampak menggaruk pelipisnya yang tak gatal lalu membalikan badan lalu berjalan kembali untuk melanjutkan acara jelajah ini.
Dea pun demikian, perempuan itu hanya menggeleng kepala sambil berlari mengejar Kevin yang telah lebih dahulu melangkah meninggalkannya.
---Amor Kevin dan Dea-
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Amor ✔
Humor[SELESAI] Best Humor Love Story 😘 Tentang si Dea gila dan si Kevin yang acuh tak acuh. Ditulis : 30 september 2017