BAB 61 ● MATI ?

2.3K 126 42
                                    

Pagi ini semua murid berkumpul di lapangan basket karena disuruh oleh kepala sekolah. Entah apa yang akan diumumkan oleh beliau, namun yang jelas sepertinya akan ada hal penting yanng akan disampaikan.

"Mau ada apa ya? kok kita dikumpul di lapangan?" cakap Endah sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena cuaca memang lumayan terik.

"Gak tahu tuh, mungkin ada pengumungan libur panjang atau gak kita semua mau dibuburkan."

Rangga tampak berbinar ketika mendengar perkataan Dea. Bagi Rangga libur panjang, dibubarkan ketika mau ulangan dan jam kosong merupakan kenikmatan yang tiada tara. Bahagianya itu kayak dapat hadiah dari doi, bahkan lebih. Dan semoga saja hari ini benar-benar akan dibubarkan karena jam ketiga nanti Bu Siti akan mengadakan ulangan lanjutan dari bab satu sampai empat. Rangga menjadi bingung kalau Bu Siti itu sebenarnya Guru Matematika atau Firaun, maklum saja dia itu sangat kejam dan tidak ada kata ampun.

"Tapi menurut gue kayaknya gak bakalan dibubarkan deh," ucap Kevin dengan yakin.

"Yah kalo gitu gue merasa sedih dong," tutur Rangga sambil memonyongkan bibirnya,  "nanti siang 'kan mau ada ulangan matematika dan pastinya otak gue bakalan pecah berkeping-keping. Gimana yah caranya buat gak ulangan matematika?"

"Kita culik aja Bu Siti atau gak kita bunuh aja. Pasti kita bakalan terbebas dari ancaman matematika yang mematikan iti." Ceplos Enyong dengan muka polos dan sok tahu.

"Ya kali ah di bunuh, entar kalo gentayangan gimana?" Rangga tampak mendelik matanya bercanda. Meledek gadis dihadapannya yang barusan mengatakan guru killer-nya meninggal. Tapi gak papa juga sih. Dasar murid durjana.

"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh." Suara salam terdengar menggema dan membuat semua orang yang mendengarnya seketika terdiam serta memerhatikannya dengan fokus. Dia adalah Kepala Sekolah SMA Jaya Bangga yang sangat dicintai oleh para penghuni sekolah ini. Sifatnya yang keras dan amat bengis membuatnya semakin dicintai.

"Innalilahi wainnailaihi raji'un ... telah berpulang ke Rahmatullah, orang sangat kita cintai dan banggkan yakni Bu Siti. Dia sekarang telah meninggalkan kita semua dan semoga amal dan ibadahnya diterima di sisi Allah dan diampuni semua dosa-dosanya."

"Hah, Bu Siti mati?" teriak Leo dengan nada super tinggi, "yeeee ....!!"

Bukannya sedih atau bagaimana, sebagian besar murid di sekolah itu langsung sujud syukur dan tiada henti-hentinya memanjatkan rasa syukur.

"Akhirnya dia mati juga," cakap Enyong sambil mengacungkan jempol.

"Gue juga mau adain syukuran ah, jangan lupa dateng nanti malam," sambung Rangga tak kalah biadab.

Dea memandang mereka semua dengan sorot tajam, "Kalian itu jahat tahu, masa guru meninggal kalian malah bahagia."

"Eh Dea, Enyong itu bukan bahagia. Cuman seneng aja, soalnya guru bengis itu akhrinya tewas juga."

Dea merasa jengkel dengan tingkah mereka. Ia pun memutuskan untuk pergi meninggalkan mereka. Disusul Kevin, mereka tampak berjalan keluar lapangan.

"Sudah, sudah semuanya. Karena guru-guru mau ta'ziah jadi kalian bapak liburkan," ucap Pak Kepsek membuat semua anak segera berbondong-bondong masuk kelas untuk mengambil tas dan segera pulang ke rumah.

Tak terkecuali Enyong, ia segera pulang naik angkot sendirian. Sambil cengar-cengir ia bersenandung merayakan kebahagiaanya hari ini. Tak menunggu lama, lima menit kemudian ia pun sampai di depan rumahnya.

"Ini mas ongkosnya," tutur Enyong menyodorkan uang lima ribu rupiah. Mas Angkot itu pun mengambilnya dan Enyong segera turun dari angkot sambil membungkuk.

Rumah Enyong bergaya khas jawa yang penuh dengan ukiran. Sedikit kuno namun tetap mewah jika dilihat. Dengan cepat ia memasukan kunci ke kenop pintu lalu mendorongnya.

"Assalamualaikum Romo," teriak Enyong sambil celingak-celinguk mencari keberadaan sang Ayah. Ia pun meraih benda pipih berwarna gold dari saku celana. Tampak ada satu pesan masuk yang belum ia baca.

Romo
Maaf Sus, Romo sekarang lagi ke Jogja, Yangti sakit. Kamu baik-baik di rumah ya.

Enyong mengangkat alisnya heran. Dengan ekspresi sedikit takut dan kesal, ia mulai berjalan menuju kamarnya yang tak jauh dari tempat ia berdiri sekarang.

Setelah berada di dalam kamar, Enyong menggantung tasnya di dekat meja belajar. Tak lupa, Enyonh membuka sepatu ungu yang ia pakai dan menaruhnya di samping lemari.

"Dududu ...," sambil bersiul, Enyong membanting tubuhnya ke tempat tidur. Dipeluknya boneka panda besar, lalu ia meraih benda pipih kesayanganya sambil melihat notifikasi di sana, "dua belas panggilan tak terjawab? Dari siapa?" heran Enyong sambil berusaha bangkit.

Ia pun menegakan tubuh sambil memerhatikan dengan teliti nomor yang barusan meneleponnya. Nomor yang tidak terdaftar dan nomor yang aneh juga, hanya enam digit, "Enam? Bukankah itu nomor setan?" lirih Enyong sambil mengusap bahunya karena merinding.

Tak lama kemudian pintu kamarnya tiba-tiba terbuka secara perlahan dengan suara ngilu yang sedikit menyeramkan. Enyong segera menoleh ke arah pintu kamar. Dengan mata agak menyelidik, ia pun segera berdiri dan berjalan penuh ketakutan untuk mengecek siapa yang tadi menggerakan pintunya. Sesampainya di garis pintu, Enyong menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Namun, tidak ada siapa-siapa. Kamar tamu yang sepi dan juga tangga yang sama sepi.

Enyong menghela berat. Ia pun menutup pintunya dengan pelan sambil berjalan kembali ke atas kasur. Namun, kenop pintu kamarnya tiba-tiba bergerak seperti ada yang memainkan. Suara lirih perempuan membuat bulu kuduknya merinding.

Enyong ... Enyong ...

"Siapa?" sahut Enyong tanpa menoleh sambil mengigit bagian bawah bibirnya.

Namun suara itu tak terdengar lagi. Ia pun membalikan badan, bergerak kembali ke arah pintu. Dengan perlahan Enyong mulai menarik kenop pintu sambil mengintip dari celah yang ia buka. Matanya menelisik, namun hasilnya masih sama seperti tadi. Tak ada siapa pun.

Ketika Enyong menutup kembali pintu itu, tiba-tiba ia merasakan anda jemari beraroma busuk mulai bergerak dari punggung lalu naik ke atas bahu. Mata Enyong terbelekak ketika mencium aroma tak sedap itu. Dan ketika ia menoleh ke belakang,

"AAAA!!!"

Tbc,
Hai Fikri is back,
Hahaha maaf ya baru bisa update.
Oh iya sebagai permintaan maaf aku, aku bakalan kasih kalian kuis yang berhadiah e-book ternama,
• Melodylan
• Bulan - Tere Liye
• Matahari - Tere Liye
Hujan - Tere Liye
• Danur
• Dilan 1, 2 dan 3

Kuy bagi yang beruntung jawab pertanyaan ini, satu orang tercepat ya dapet satu e-book.

1. Sesuatu yang menjijikan namun orangnya selalu menyebutnya sesuatu yang indah?

- Hadiah e-book Melodylan

2. Sesuatu yang pasti terjadi namun tak pernah sampai?

- Hadiah Salah satu e-book Tere Liye

3. (Bukan tebak2an)
    Siapakah Rama dan kapan ia pertama kali bertemu dengan Rangga, Kevin, Dea dan Khadijah.

Jawaban satu persatu.

- Hadiah e-book Dilan 1, 2 dan 3.

Contoh jawaban :

#jawab_1
..... (jawaban kalian)

Satu akun hanya berhak dapet satu hadiah.

Bye, selamat menjawab.

Crazy Amor ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang