Motor besar Raga melaju dengan cepat, menyalip segala kendaraan yang berada di jalan raya ini. Dada nya bergemuruh tanda ia sangat sesak. Memegang kedua stang motor nya dengan erat, tangan kanan nya menaik turunkan gas mengendalikan.
Ciitt! Hampir saja Raga menabrak mobil yang berada di hadapan nya dengan keadaan menyampingkan dirinya. Raga emosi, ia berteriak.
"KALAU NYETIR YANG BENER GOBLOK!" Kata Raga emosi.
Tidak bisa disalahkan juga, mobil yang hampir Raga tabrak juga melaju cukup kencang. Untung saja, kejadian naas itu tidak terjadi, tuhan masih sayang keduanya.
Lelaki paruh baya itu mendengus kesal. Siapa dia yang berani meneriaki nya? Cih, paling cuman anak ingusan kemarin. Membuka kaca jendela mobilnya lalu melihat Raga dengan tatapan rendah.
"Dasar tua bangka!" Selepas mengatakan itu, Raga kembali melajukan motornya.
Sedari tadi mereka berdua menjadi pusat perhatian di tengah-tengan jalan raya besar. Tapi, keduanya nampak tidak perduli.
Raga mendengus entah yang keberapa kalinya, ia juga membuang napas pasrah. Berbelok menuju perumahan nya.
Sesampainya di halaman rumah Raga langsung turun dan berlari masuk ke dalam rumah.
"INKA? INKA?" teriak Raga.
Wajahnya terlihat kusut, kemeja nya keluar, dasi kelonggaran. Dan jas nya yang membuat ia sumpek memakainya. Raga adalah seorang CEO di perusahaan terbesar yang ada di Jakarta. Tidak perduli dengan jabatan nya dan pakaian nya. Yang ia perdulikan hanya Inka.
Mengapa Raga tidak memakai mobil? Karena menurutnya tadi, memakai mobil bukanlah hal yang tepat. Di jalanan saja macet ditambah lagi ia akan memakai mobil? Kapan sampai nya dirumah. Raga terlihat cool walaupun usia nya sudah tidak remaja lagi seperti dulu. Tapi, kesan keren dari seorang Raga Hornson tidak akan hilang dari dirinya.
Pernah, beberapa kali, karyawan wanita nya sering menggoda atasan nya itu yang mereka ketahui sudah duda. Dan, inilah kesempatan para wanita mendapatkan Raga. Beruntung sekali jika menjadi pendamping hidup Raga. Akan diperlakukan layaknya tuan putri. Tetapi, tidak juga sih.
Berlari dimana letak kamar bermain Inka.
"Inka sayang?" panggil Raga tetapi tidak dapat jawaban.
Berlari lagi kelantai dua dimana kamar Inka dan kamarnya bersebelahan. Membuka dan tidak mendapati seorang anak kecil manis yang paling berharga dihidupnya.
Raga menghela napas. Beralih ke dapur menanyakan kepada pembantu rumah tangga nya.
"Ada dimana Inka, bi?" tanya Raga kalang-kabut.
"Enggak tahu tuan, saya baru selesai menjemur pakaian. Terakhir saya lihat nona Inka berada di kamarnya." balas Pembantu nya sopan.
Raga menggaruk dahi nya, berlari lagi ke taman belakang. Dan astaga! Lihat, apa yang ia tatap sekarang?
Faga dan Indi sedang bermesra-mesraan di depan Inka. Sesekali mengajak Inka bermain.
Sial, ternyata informasi palsu itu bikin gue kayak orang kesetanan. Hampir nabrak bapak-bapak lagi. Sial gue hari ini,sial! maki batin Raga.
"Heh!" Panggil Raga dengan tidak selow.
Spontan ketiga orang itu menyadari ada seseorang yang berbicara. Menengok kebelakang mendapati Raga yang terlihat letih.
"Papa!" Seru Inka berlari menuju Raga berada. Memeluk kaki Ayahnya sebelum ia digendong oleh Raga.
Indi mengerutkan dahi nya.
"Kenapa lo bang? Keringet baru pakaian kantor berantakan gini." Kata Indi heran, lalu melanjutkan. "Kok ngantor? Kan sabtu?"
"Nggak apa-apa. Kantor-kantor gue, yaudah." Balas Raga jutek.
"Dih, songong." Balas Indi tidak kalah nyolot.
"Ngapain ke rumah? Ngos-ngos an lagi." Kata Indi lagi menanyakan.
"Tadi ada info palsu kalau Inka hilang dari rumah dari nomor nggak dikenal. Gue kalang kabut langsung kesini make motor." Jelas Raga mengacak rambut Inka.
Sedangkan Inka merespon dengan terawa lalu mengecup pipi kiri Ayahnya.
"Dipercaya amat orang asing." Sindir Indi halus.
Raga melotot, "yeee! Diem aja anak kecil."
"Enak aja bilang gue anak kecil!"
"Memang anak kecil."
"Dar--"
Faga mulai pusing dalam perdebatan antara kakak-adik itu. Ia lebih memilih menyela pembalasan Indi.
Entah mengapa, Indi dengan Raga akhir-akhir ini sering bertengkar.
Apakah mereka... ah, tidak mungkin. Jangan sampai mengidap, apa itu, sister complex benar? atau brother complex? Duh, memikirkan itu saja membuat Indi bergidik geli.
"Bang." Panggil Faga.
Lalu Raga tersenyum, berjabat tangan ala lelaki dengan Faga. "Oi! Kapan pulangnya lu? Inget Negara juga ya." Di-iringi kekehan.
Faga terkekeh. Kata-kata pedas kakak ipar pertamanya ini memang selalu bikin menciutkan hati. Untung saja Faga sangat mengenal Raga. Jadi, tidak perlu khawatir, tidak ada kata dendam dihati nya dengan Raga. Begitu juga sebaliknya.
"Kemaren bang, inget lah." Balas Faga.
Raga ikut tertawa sambil menurunkan Inka dari gendongan nya tadi, lalu Inka kembali bermain-main dengam boneka nya. Raga menyeka keringat nya yang bercucuran sedari tadi.
"Gue kira udah nggak inget. Yaudah gue balik kerja lagi dah." Ujar Raga.
Setelah itu lelaki ber-anak satu dengan wajah tampan nya berbalik badan.
"GANTI DULU BAJU NYA! KERINGETAN ISH, BAU." Teriak Indi dari belakang.
"IYA BAWEL." balas Raga.
Indi tersenyum kecil, lalu kembali bermain dengan Inka, begitu juga dengan Faga.
Tidak lama itu Ragi datang dengan senyuman konyolnya itu dengan gaya jalan sok keren nya.
"Heeyy Faga! Whats up, bro?" Sapa Ragi sok berbahasa Inggris.
Faga tertawa, memukul pundak Ragi pelan.
"Baek gue bang! Lo? Masih jomblo?"
"Anjir! Adek ipar laknat lo."
"Haha, canda doa--"
Nada dering telpon Faga terdengar tidak sebegitu nyaring.
"Bentar bang." Ia berjalan menjauh dari Ragi, Ragi pun lebih memilih gabung bermain bersama Inka dan Indi.
Mengambil ponselnya yang berada di saku celana. Lalu melihat nama yang tertera disana.
Rachel's calling.
---
YAK!
ayo divomeennnt✨❤satu kata buat part ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Relationship
RomanceSequel Infasilran. Semenjak kepindahan Faga yang memilih untuk kuliah di Belanda untuk menggapai cita-cita nya sebagai Dokter mempelajari ilmu lebih dalam lagi. Awalnya Indi sangat setuju dengan pilihan Faga, karena itu adalah bahagia Faga bahagia I...