36. Just a Dream

16.8K 2.2K 503
                                    

Teriknya matahari diatas sana tidak di perdulikan bagi orang-orang yang sedang berdiri dibawah teriknya matahari. Kicauan burung-burung diatas sana menambah kesan yang berarti untuk hari ini.

Sebuah nama terukir indah di batunisan itu, banyak orang yang mengelilingi pemakaman lelaki yang sangat tampan itu. Tetapi sekarang, ia sudah tenang diatas sana.

Indi menghela napas berat, matanya tidak bisa untuk mengeluarkan airmata lagi karena sudah semalaman ia menangis di kamar sendirian.

Menganggap bahwa semua ini adalah mimpi. Tetapi, ia sendiri juga bingung, entah mengapa dirinya bingung seperti ini.

Ia mengelus dengan lembut nisan itu. Kemudian tersenyum sambil terkekeh pelan.

"Tega kamu Ga, ninggalin aku sendirian disini." Kata Indi terkekeh sedikit keras.

"Ndi," tegur Gilang yang berada di sampingnya.

Indi menoleh, "maaf, hehe."

"FAGA!!!" Teriakan seorang perempuan dari arah belakang membuat semua orang yang berada di pemakaman berbalik.

Terlihat seorang perempuan ingin berlari menuju ke pemakaman ini, tetapi tertahan oleh dua orang lelaki. Yakni, Joshua dan Derik.

Joshua dan Derik tadi gerak cepat karena melihat dari kejauhan Rachel berlari, dengan cepat mereka menjauh dari pemakaman dan mencegah cewek itu.

Indi berdiri, berbalik badan melihat Rachel yang nangis kejer. Sambil mengerutkan kening, Indi berkata, "Lang, coba bicara dulu sama dia."

Gilang mengangguk menyusuli Joshua dan Derik yang tidak terlalu jauh.

"Siapa tuh?" tanya Raga.

Indi menoleh menatap kakaknya itu. "Temen deket Faga di Belanda, Bang."

"Oh jadi itu?" tanya Ragi mengangkat alisnya sebelah.

Indi mencebbikan bibirnya tanda menyuruh Ragi untuk diam.

Arkan merengutkan dahi tidak suka akan kedatangan Rachel. Tetapi ia hanya diam, biarkan saja sahabat-sahabat Faga yang mengurus, Arkan hanya bisa melihat dari kejauhan, ia takut Faga tidak suka apa yang akan ia perbuat jika dirinya turun tangan. Jadi, karena itu ia diam saja.

"NGGAK! AKU MAU LIAT FAGA!" Teriak Rachel memberontak.

"LO KERAS KEPALA BANGET SIH JADI CEWEK HAH?! BISA NGGAK LO DI KUBURAN GINI NGGAK TERIAK?! PUNYA AGAMA NGGAK SIH?!" Derik ikut berteriak karena tidak suka Rachel teriak seperti itu.

Rachel menunduk, menangis sejadi-jadinya. Ia hanya ingin melihat pria yang sering menemaninya itu.

"Apa aku nggak boleh liat?" tanya Rachel terisak.

Joshua memalingkan pandangannya. Kelemahannya adalah tidak bisa melihat wanita menangis.

Joshua mendengus. "Lo boleh kesana, tapi nggak usah alay. Gue paling nggak suka kalau gue kasar sama lo ya, jalan diem kesana. Kalau mau nangis diem aja, nggak usah ada suaranya."

"Jaga juga perasaan Istri orang, nggak usah berlagak lo jadi kehilangan pacar." Gilang menimpali.

Rachel mendongak dengan mata cerah, ia mengangguk paham mendengar semua apa kata cowok-cowok di depannya itu.

Lantas, Derik, Joshua, dan Gilang menepi, memberi jalan cewek itu untuk lewat dan mereka mengekor dibelakang.

Setelah Rachel ikut bergabung dari banyaknya orang yang berada di pemakaman itu, ia berada paling depan, berjongkok mengelus nama Faga disana.

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang