30. Teror

27.2K 2.5K 645
                                    

"So, deal?"

Senyuman miring tercetak jelas diwajah perempuan asli Indonesia yang bekerja di Belanda selama lima tahun ini. Pria dengan wajah nakalnya itu menunggu seorang Wanita menjawab pertanyaannya.

Setelah berbincang dengan waktu yang kurang lebih selama satu jam setengah itu ditemani oleh makanan dan minuman yang sudah habis ditelan oleh penikmat. Makanan dan minuman itu ditaruh disebuah meja kecil, dan meja berukuran sedang berbentuk bulat itu sebagai penghadang antara Wanita dan Pria itu berbincang.

Isi diatas meja berukuran sedang itu ada sebuah kertas yang sedikit tebal, dengan segala perjanjian dan kesepakatan yang ada. Si 'penawar' dan si 'penerima' pun sudah ada tandatangan didalam sana. Tinggal, menjalankan apa yang diperintahkan saja dikertas yang tidak terlalu tebal itu.

Dengan suara yang terdengar sinis Wanita itu menjawab. "Deal."

"Well Josh, udah lama kita nggak ketemu ya." Ujar Wanita itu sembari terkekeh kecil.

Joshua tersenyum tipis saja menanggapi, kemudian keadaan kembali menghening. Tetapi sebuah pertanyaan terlintas diotaknya.

"Udah punya suami, Sin?" tanya Joshua.

Wanita yang dipanggil Sin alias Sindi itu lantas menoleh secepat kilat, tadinya ia melihat sekeliling kafe di Bandara. Tubuhnya tiba-tiba saja terasa lemas ia rasa.

Sindi awalnya tidak ingin mengingat bahwa dulu ia mempunyai suami, karena itu akan mengingatkan bahwa dirinya mempunyai suami, padahal sudah berusaha keras ia melupakan suami tercintanya itu, tetapi nyatanya tidak bisa. Orang yang selalu dicinta, akan tetap ada walaupun sudah seberapa keras kita melupakannya.

Sindi menggeleng lemah, dengan suara yang parau ia menjawab. "G...ue sama Suami u...dah pisah. Pisah."

"P-isah?" Joshua bertanya. "Kenapa?"

"Beberapa bulan lalu dia kecelakaan, lo tau berita bulan lalu nggak? Pesawat jatuh dari Balikpapan mau ke Jakarta?" tanya Sindi balik.

Joshua pun mencoba mengingat kejadian itu, lalu ia tersentak saat ia mengingatnya. Ia rasanya pernah mendengar berita itu.

"Oh iya! Gue inget, Suami-- lo ada di dalem situ?"

Sindi mengangguk sebagai jawaban.

Joshua ikut merasakan apa yang Sindi rasakan saat ini. Sedih kehilangan orang yang kita sayang, bahkan saat sayang-sayangnya orang itu meninggalkan kita. Tapi, apa boleh buat, kematian kita tidak tau kapan datangnya. Joshua mengangkat tangan kanannya untuk mengelus bahu Sindi pelan.

"Gue ikut berduka ya... sorry, nggak tau soal ini. Sumpah," kata Joshua sungguh.

Sindi menyeka air matanya yang hampir jatuh, lalu mendongak sambil tersenyum tanda bahwa ia sudah baik-baik saja.

"Ah udah ah, suami gue juga udah tenang disana. Gue yakin dia jagain gue dari sana." Sindi berujar dengan mata penuh yakin.

Joshua mengangguk sebagai jawaban. Kemudian Pria itu alias Joshua melirik arloji yang melekat manis ditangan kirinya, waktu menunjukkan pukul tiga sore. Lalu Joshua beranjak dari kursinya.

Joshua tersenyum tipis. "Gue duluan ya, ntar tinggal tunggu aja koneksi dari gua. Semangat ya kerjanya!"

"Oke. Gue juga udah ada meeting di kantor." Balas Sindi.

Kemudian keduanya berjabat tangan sebagai akhiran mereka berbincang.

"Sampai ketemu ditempat kita bermain."

Mereka berdua berucap dengan waktu yang sama, dan kata yang sama dengan senyuman miring dikedua wajah orang itu.

●●●●

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang