40. Berkumpul

15.4K 1.8K 150
                                    

Suara bising dapat di dengar oleh siapa saja jika ikut bergabung di dalam ruangan pasien yang sedang ramai penjenguk itu. Tawa di dalam ruangan itu selalu terdengar jika mereka saling melemparkan lelucon hingga membuat orang-orang yang berada di dalam sana tertawa.

Keluarga besar dari Faga dan Indi berada di dalam ruangan itu, tidak lupa juga para sahabatnya yang ikut hadir menjenguk Faga yang masih tidak diperbolehkan pulang. Ruang inap Faga cukup dibilang luas serta itu memang ruangan vip yang ditanggung oleh Joshua.

Joshua tidak perduli seberapa mahal yang ia biayai untuk sahabatnya itu, tapi tujuan utamanya menanggungnya untuk kesehatan Faga. Joshua duduk di sofa bersama teman-temannya yang lain.

Pada pagi hari itu, semua wajah mereka nampak begitu bahagia karena sudah jarang berkumpul seperti sekarang ini. Indi tersenyum, merasa senang karena orang-orang yang di sayanginya berkumpul seperti dulu.

"Iya deh yang sekarang bahagia, senyum mulu." celetuk Gara.

Indi menoleh ke Gara yang duduk di sofa bagian sudut, ia terkekeh. "Sok tau lo."

"Udah keliatan gitu dari mukanya mau ngelak lagi," cibir Gara. "Nggak pandai nipu lo."

Indi memutar bola matanya malas, kembali fokus ke Faga yang sedang mengobrol dengan Arkan--Ayah Faga.

"Nggak tau Pa. Aku tunggu jawaban dari Indi aja." kata Faga tiba-tiba.

Mendengar namanya disebut, Indi mengerutkan dahinya tidak mengerti.

"Jawaban apa?" tanya Indi.

"Kamu mau tinggal bareng Faga di Belanda, emang?"

Indi melihat Inka--keponakannya yang sangat ia sayangi sedang tertidur di pangkuan Ayahnya; yaitu Raga, Inka sudah seperti anaknya sendiri, maka dari itu, Indi tidak mau jauh dari Inka. Itu alasan mengapa Indi tidak mau menjawab ajakan dari Faga. Ia harus mempertimbangkannya secara matang-matang.

"Aku?" Indi malah balik bertanya. "Nggak tau sih Yah..."

Arkan tersenyum tipis. "Nggak tau kenapa?"

"Kalau kamu mau, Papa tinggal urus pindahan kuliah kamu buat disini." sahut Rizal.

Indi menoleh, melihat Papanya yang angkat bicara.

"Hah?" Indi melotot sempurna, tidak percaya. "Papa ngizinin?"

Rizal mengangguk. "Ya kan, Ma?"

"Iya. Kamu bisa disini sama Faga, sampai kuliah kalian sama-sama selesai, pulang ke Indonesia udah jadi Dokter dong." Rani menimpali.

Faga tersenyum, melihat respon dari keluarganya yang menyetujui Indi untuk tinggal bersama dengan dirinya,

"Ho'oh tuh Ndi. Daripada lo ngegalau mulu di kamar sendirian." celetuk Ragi.

"Hush! Mana ada aku galau, sembarangan aja." Indi mengelak tidak terima.

Faga terkekeh, kemudian mengacak rambut Indi dengan gemas.

"Jadi kamu tiap malem galauin aku mulu nih?" goda Faga.

Indi memutar bola matanya dengan malas, mengalihkan pandangan, melihat seorang cowok yang terlihat tidak perduli dengan situasi sekarang. Cowok itu memainkan ponsel dengan wajah yang tidak bersahabat.

Gilang kenapa ya? Indi bertanya sendiri di hatinya.

Gilang yang merasa sedang ditatap mendongakkan kepalanya, melihat Indi yang kini sudah mengalihkan pandangannya ke arah lain. Gilang masih menatap Indi, lalu menghela napasnya panjang.

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang