Koridor rumah sakit begitu luas, banyak orang yang berlalu-lalang tapi seorang wanita yang jalan sendirian itu tidak terlalu fokus pada sekitarnya. Pikirannya terpenuhi dengan satu nama, yaitu Gilang. Cowok yang menyatakan perasaannya tadi.
Indi menggelengkan kepalanya untuk kembali fokus berjalan, langkah kakinya menuju lift dengan pelan. Ia berdiri, sama dengan orang-orang disekitarnya yang menunggu pintu itu terbuka. Indi menunggu, lalu sesuatu bergetar di saku celananya.
"Bang Raga." Indi menggumamkan nama Raga.
Lalu dengan cepat ia mengangkat panggilan itu lalu menaruh ponsel ke telinganya.
"Halo." sapa Raga terlebih dahulu.
"Iya, halo Bang. Kenapa?"
"Lo dimana? Gilang udah balik nih."
"Oh iya. Iya ini udah mau naik lift, kenapa emang?"
Pintu lift terbuka, Indi ikut masuk bersama penunggu yang lainnya tadi. Posisi cewek itu paling belakang.
"Enggak, buruan sini. Laki lo nyari, ngerengek kayak bocah 5 tahun."
Indi terkekeh pelan. "Iya."
Panggilan berakhir, Indi menghembuskan napasnya pelan, kemudian menaruh ponselnya kembali di sakunya.
Dan lagi, ia teringat dengan Gilang.
Duh, Indi... kok lo inget Gilang mulu sih? batin Indi bertanya sendiri.
Indi sangat bingung saat ini. Ia senang, tapi... ia kecewa. Perasaan yang tidak bisa di lanjutkan dan sangat mengejutkan baginya.
Ia tidak melihat Gilang sebagai Pria. Ia melihat Gilang sebagai sosok sahabat sekaligus Kakak yang mengerti dirinya. Gilang satu-satunya pria yang mendengarkan dan diam saat ia berbicara. Cowok itu sangat mengerti dirinya. Tapi, mengapa ia kecewa mendengar kata-kata yang dilontarkan dari cowok itu?
Mengapa ia merasakan sama pedihnya saat mata teduh Gilang bertatapan dengan matanya? Mengapa ia merasakan hal yang sama?
Ia hanya tidak ingin kehilangan sahabatnya karena sebuah perasaan yang terlarang itu. Indi juga berpikir Gilang sangat dewasa hingga bisa berkata seperti itu, dirinya tahu Gilang berusaha tegar dan tidak emosi saat mengatakan. Gilang juga dewasa mengambil keputusan sehingga cowok itu merelakan perasaannya.
Hanya saja, Indi tidak bisa menerima perasaan itu. Indi hanya cinta kepada satu orang, seseorang yang memasuki hidupnya dengan cara paksa. Seseorang yang mengeluarkan dirinya dari masa lalu yang tidak dapat Indi lupakan dulu.
Indi menghela napas berat, kepalanya sangat pusing memikirkan ini semua. Pintu lift berbunyi, ia keluar dari lift kemudian melangkah dengan malas menuju ruangan Faga.
Indi sudah berada di depan pintu ruangan Faga, tetapi terdengar suara Ragi yang marah-marah. Dengan segera Indi membuka pintu kamar Faga.
"Rachel?!"
Mata Indi membulat sempurna melihat Rachel yang memeluk Faga dengan erat. Tapi Faga berusaha melepaskan pelukan itu dan terlepas juga. Indi naik pitam, ia mendekat ke arah Rachel kemudian mendorong cewek itu sehingga Rachel termundur beberapa langkah.
Keluarga Faga dan Indi serta teman-temannya terkejut melihat Rachel yang tiba-tiba masuk begitu saja membanting pintu lalu memeluk Faga.
"Maksud lo apa hah?!" sarkas Indi. "Maksud lo apa peluk-peluk Faga gitu?"
Rachel menaikkan dagunya, seperti menantang Indi.
"Kenapa kau? Kenapa kau yang terlihat marah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Relationship
RomanceSequel Infasilran. Semenjak kepindahan Faga yang memilih untuk kuliah di Belanda untuk menggapai cita-cita nya sebagai Dokter mempelajari ilmu lebih dalam lagi. Awalnya Indi sangat setuju dengan pilihan Faga, karena itu adalah bahagia Faga bahagia I...