31. Emosi yang terus dipendam

28.3K 2.4K 522
                                    

Pintu balkon terbuka perlahan kemudian terlihat seorang wanita memakai piyama polos berwarna biru muda itu. Angin malam yang begitu dingin langsung menerpa permukaan kulit wajah dan tangannya.

Wanita itu alias Indi tersenyum tipis melihat indahnya bintang bertaburan diatas sana. Ia sedikit mendongak melihat bintang yang amat indah disana. Waktu sudah hampir menuju jam satu, tetapi Indi malah keluar dari kamarnya menuju balkon.

Indi masih bergeming di dekat pintu balkonnya itu, ia tidak bergerak maupun ingin menuju kursi yang berada di balkonnya itu pun tidak. Ia memejamkan mata, menghirup udara dingin yang menyenjukkan begitu menyenangkan ia rasa. Aroma vanilla dari shampo yang ia pakai dapat ia cium.

Tidak lama itu, sebuah cairan bening lolos keluar dari kedua mata Indi dengan begitu cepat. Indi tersenyum tepatnya tersenyum miris sehingga ia tidak dapat menahannya lagi, wanita itu terduduk sambil terisak-isak entah mengapa.

Ia memukul dadanya perlahan tidak dapat menahan tangisnya lagi. Jam duabelas tadi ia baru pulang di antar oleh Gara, lalu ia membersihkan diri, lalu menuju ke balkon kamarnya ini.

Ia membuka mata melihat bekas merah di lengan kanannya yang begitu jelas. Orang itu mencengkram tangannya begitu kuat, bekas merah itu perlahan menampakkan warna biru. Yang artinya lukanya itu akan membiru jika tidak dioleskan oleh salep.

Ia menyentuh lengan kanannya itu lalu mengeluh. "Ah, sakit."

Mengapa ada orang yang ingin mencelekainya? Indi selama ini tidak pernah membuat masalah kepada siapapun. Lalu, mengapa ada orang yang menyerangnya tiba-tiba?

Ini semua diluar dugaan. Ditambah lagi orang itu menyebut nama Rachel. Ia tidak dapat mendengar jelas apa yang orang itu katakan, karena ia hanya dapat merasakan sakitnya di pergelangan kanannya itu. Sehingga ia tidak fokus kepada orang itu katakan.

Kepada siapa ia harus mengadu?

Faga? Cowok itu pasti sedang sibuk sekarang, karena ia tidak ingin mengganggu Faga.

Sahabatnya? Tidak. Ia rasa ia sudah tidak bisa membebani sahabat-sahabatnya lagi.

Keluarganya? Tidak juga. Ia tidak bisa menceritakan apa yang ia alami selama ini kepada keluarganya. Apalagi Raga yang sekarang emosional, bisa-bisa ia menyusul ke Belanda lalu menghajar Faga sampai babak belur.

Lantas, dengan siapa ia harus bekeluh-kesah?

Haruskah memendamnya sendiri, lagi?

Jika memendam sebuah amarah, memendamnya lagi dan lagi. Amarah itu akan menjadi satu lalu membuncah begitu saja tidak terkendali.

Indi perlahan berdiri menuju kursi, tidak perduli dengan dinginnya udara. Ia menyeka air mata yang masih mengalir lalu bersender pada kepala kursi. Ia tidak sanggup lagi menahan semua ini sendirian.

Kepada siapa aku harus mengadu? Kepada siapa aku harus marah? Sedangkan aku saja tidak diperdulikan lagi. Indi berkata dalam hati.

● ● ●

Hanya suara Dosen yang memenuhi keheningan materi berlangsung. Menjelaskan tentang bagaimana operasi yang berjalan lancar tanpa adanya hambatan, tetapi pada saat itu fokus seorang Pria terganggu karena getaran ponselnya.

Diam-diam melirik ponselnya yang berada di sebuah buku, ia pun membuka kunci layar sambil mencuri-curi pandangan ke arah depan takut tertangkap basah sedang membuka ponsel. Pria itu—Faga mengerutkan keningnya saat membaca pesan itu.

Rachel : Mengapa kamu mengabaikan pesanku tadi malam?

Lama berfikir, Faga menoleh ke belakang tepat dua kursi di belakangnya disamping kanan terdapat Rachel yang sedang tersenyum manis sambil menggoyangkan ponselnya. Faga tahu itu kode apa, itu kode menyuruh dirinya membalas pesan dari Wanita itu.

Menghembuskan napas kesal, Faga menaruh kembali ponselnya tanpa berniat membalas pesan Rachel. Di belakang sana, tentu saja Rachel yang melihat Faga yang mengabaikannya lagi, menggeram kesal. Ia mencoba mengirim pesan lagi.

Rachel : Mengabaikanku lagi, huh?

Rachel : P

Rachel : P

Rachel : P

Faga hanya melihat notifnya saja, lalu mensenyapkan ponselnya kembali fokus kepada Dosen yang berada di depan. Tentu saja materi ini sangat penting daripada Rachel yang sama sekali tidak fokus, ia hanya fokus mengganggu dirinya saja.

Ponsel Faga terus saja menimbulkan cahaya membuat ia terus mengalihkan pandangannya untuk melihat ponselnya itu, tapi lagi-lagi itu pesan dari wanita yang di belakang sana.

Dengan terpaksa Faga menekan daya mati lalu fokus kembali kepada materi berlangsung.

● ● ●


Setelah materi selesai, Faga langsung bergegas menyimpun buku-buku tebal yang berada diatas mejanya lalu menaruh ke dalam tasnya.

Saat semuanya sudah selesai barulah Faga keluar dari kelasnya, tetapi baru saja ia ingin berbelok ke koridor menuju parkiran sebuah tangan menahan dirinya.

Faga berhenti, menghela napas pelan lalu berbalik badan.

"Kenapa?" tanya Faga langsung.

Ternyata itu adalah Wanita yang mengganggunya saat materi berlangsung tadi. Tahu kan siapa?

Wajah Rachel terlihat kesal. "Mengapa mengabaikanku?"

Faga hanya diam sambil memalingkan pandangannya ke arah lain.

"Hey, look at me." Kata Rachel menggoyangkan lengan kiri Faga.

Faga melihat Rachel dengan mata malas. "Ya, kenapa?"

"Kamu tidak dengar?" tanya Rachel terkejut.

Padahal baru saja ia menanyakan sesuatu, tetapi Faga malah balik bertanya. Aneh.

"Dengar apa?" tanya Faga lagi.

"Mengapa mengabaikanku daritadi ini?"

Faga mendengus. "Memangnya kenapa?"

"Itu terlihat aneh saja bagiku. Apakah kamu ada masalah? Tell me, boy." Jawab Rachel dengan nada lembut.

"Nggak ada. Udah ya, gue mau pulang." Pamit Faga.

Baru saja Faga mau melanjutkan langkahnya tetapi Rachel menahannya lagi. Faga melepaskan tangan Rachel tetapi Rachel kembali memegang tangan Faga.

Faga yang sudah sangat kesal menghempaskan dengan kuat tangan Rachel sehingga Wanita itu termundur beberapa langkah. Wajah Faga memerah, ia memejamkan mata agar tidak terlalu emosi karena Rachel.

Rachel terkejut. Ia melihat Faga yang juga melihatnya sangat tajam, seperti melihat seseorang yang sangat di bencinya. Rachel terkekeh sambil melihat pergelangan tangannya yang mulai memerah.

Rachel tersenyum miring. "Mengkasariku lagi?"

Faga mengalihkan pandangannya yang tadinya menatap Rachel sinis kini berubah menjadi bingung, takut, dan cemas.

"Aku bisa saja mengirimkan lebih banyak orang untuk menyakiti seseorang yang berada di Indonesia sana." Ujar Rachel bernada sinis.

Faga menunduk, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Ia mendongak lalu kembali melanjutkan langkahnya dan menganggap bahwa perkataan Rachel hanya gurauan saja.

Kemudian ia dapat mendengar lagi perkataan Rachel yang sedikit berteriak.

"Aku tidak main-main! Ikuti saja permainannya atau... "

Rachel sengaja menggantung perkataannya karena ia tahu Faga paham apa yang ia katakan.

●●●

bagaimana?😏

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang