25. Rencana (1)

26.8K 2.6K 418
                                    

Sebuah kafe bernuansa modern itu tengah dipenuhi oleh pelanggan-pelanggan yang asik untuk makan dan minum, ada juga yang sekadar nongkrong saja sambil menyewa sisha yang pemilik kafe itu jual juga. Banyak anak-anak muda yang berkunjung di kafe itu sebab ada wifi gratis membuat pengunjung betah untuk berlama-lama disana.

Kebanyakan Pelayan mondar-mandir menawari makanan dan minuman kepada pengunjung. Semakin banyak orang semakin panas juga hawa di kafe itu, tetapi untung saja pemilik kafe menggunakan sebuah ac didalamnya.

Pintu kafe terbuka lebar menampakkan empat seorang lelaki sedang bercanda tawa sembari masuk kedalam kafe. Tapi hanya satu lelaki saja yang tidak tertawa tetapi hanya terkekeh kecil tidak seperti teman-temannya yang heboh.

"Woi! Monyet!" Panggilan dengan suara berat itu sukses mengalihkan perhatian keempat lelaki itu.

Sandi mengacungkan tangannya menyuruh keempat lelaki itu untuk duduk ditempat ia duduk yang tidak jauh dari pembayaran. Gara, Derik, Gilang, serta Joshua mengangguk kemudian melangkahkan kaki mereka mendekat kearah Sandi berada.

Setelah sampai mereka langsung mendaratkan pantat masing-masing disofa.

"Lama amat lu pada, janjian ketemuan dimana?" tanya Sandi menuangkan air minum kepada teman-temannya.

Gara menjawab. "Di perempatan sana tuh ketemu. Yaudah sama-sama deh kesininya. Gue, Derik, sama Gilang naik mobil. Si bule kesasar itu ketemu di jalanan."

"Eh apa lo bilang?! Di jalanan?!" Joshua langsung menyeru tidak terima.

"Aelah gue belom selesai ngomong juga. Maksud gue ketemu di jalanan kan lo make motor bego. Tumben, mobil lo mana?" tanya Gara dengan nada mengejek.

Memang, Joshua dan Gara tidak pernah akur, entah lelaki tampan dua orang itu memangnya ada masalah? Mengapa jika mereka bertemu akan selalu berdebat?

"Dipake tunangan gue. Dia ngampus," balas Joshua kemudian menegak minuman yang diberi Sandi tadi.

Gara hanya ber-ohria saja karena ia sudah malas bertengkar dengan bule kesasar itu, tapi-bukannya dirinya yang sedaritadi yang memancing pertengkaran? Tapi, yasudahlah Gara juga tidak terlalu memikirkan itu. Yang penting dirinya bahagia, ya, bahagia diatas penderitaan orang lain.

Sandi pun mulai membuka percakapan mereka tentang Faga.

"Kalian tau Faga disana sama sekali nggak ada hubungin Indi?" tanya Sandi.

Derik menoleh refleks. "Hah? Nggak ada?"

Sandi mengangguk dengan wajah bingungnya. "Kenapa emang? Lo kayak kaget gitu."

Bukannya Faga bilang sama gue semalem dia telponan sama Indi? Tapi, kok Sandi bilang si Faga jarang ngehubungin Indi? Aneh banget anjir, kata Derik dalam hati.

"WOY! Malah bengong!" Sandi gregetan karena pria itu tiba-tiba melamun.

Derik menjawab. "Gue semalem habis telponan sama Faga ngebahas kuliah gue disini, sebelum Faga nelpon gue dia nelpon Indi katanya. Tapi kok lo bilang- eh nggak mungkin si Faga ngebohongin kita-kita!"

"Beneran lo?" tanya Sandi. "Dia nggak ada nada main-main gitu kan?"

"Enggak ada. Malah bicaranya serius banget."

Gara yang awalnya cuek dengan percakapan tentang Faga tiba-tiba menyahut dengan santainya. "Dia lagi asik sama tuh cewek bule kalik, mangkanya dia bohong gitu sama kita."

"Lo tau dari mana?" Joshua membuka suara.

"Gue sering- nggak sering-sering amat sih chatan sama tuh cewek bule. Paling juga gue chat cuman gombalin tuh cewek dianya cuek, yaudah. Trus, dia pernah cerita gitu kalau dia suka sama temen cowoknya yang katanya udah punya Istri, gue mah iya-iya aja karna disitu gue belom peka ternyata yang dia maksud 'temen cowoknya' itu si Faga." Gara mengedikkan bahu karena merasa kecewa dengan sahabatnya itu.

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang