Pada pukul dua pagi Indi terbangun dari tidurnya tidak tau karena apa. Perempuan berpiyama doraemon itu pun langsung duduk dan mengucek matanya pelan, ia menghembuskan napas kasar karena ia terbangun pagi-pagi buta ini.
Indi beranjak dari ranjangnya berniat untuk pergi ke bawah untuk sekadar minum air putih, pintu terbuka dengan pelan agar decitan pintu kamar Indi tidak terlalu keras karena itu dapat membangunkan Raga yang tidur di kamar sebelah.
Indi membuka matanya lebar-lebar agar ia tidak tersandung benda atau apa yang mampu membuat cewek itu akan jatuh—pasalnya ia masih mengantuk dan ingin tidur, tapi tenggorokannya terasa sangat kering.
Sesampainya di lantai satu, Indi segera melangkahkan kakinya menuju dapur, mengambil gelas kaca yang berada di atas meja makan itu dan menuangkan air putih yang berada di dalam sebuah ceret putih itu. Segeralah Indi menegak air putih itu, hufft akhirnya tenggorokannya terasa lebih baik daripada sebelumnya.
Setelah selesai dan membalikkan badannya ingin kembali ke kamar tapi, betapa terkejutnya Indi melihat Raga—kakak keduanya itu sedang memegang sebotol bir yang isinya tinggal setengah. Mata Raga memerah dan ada buliran bening yang akan siap turun begitu cepat, kakaknya ini sedang menangis sekarang.
Dengan ragu Indi mendekat ke arah Raga dan juga sedikit mengendus untuk mencium bau alkohol, seketika Indi menutup hidungnya denga menggunakan tangannya.
"Abang!" seru Indi kesal, tetapi pelan.
"Abang ngapain malem-malem minum? Hah? Inka sama siapa di kamar? Terus kenapa Abang jadi gini? Kenapa Abang min—"
"Ris—Riris..." lirih Raga memanggil nama seseorang.
Deg.
Nama itu lagi yang disebutkan . Nama Istri Raga yang sudah lama meninggal, sekitar hampir setengah tahun lamanya. Indi menatap Raga dengan sendu,n lalu ia meraih tangan Raga yang memegang sebotol bir, lalu menaruhnya di atas meja makan.
"Aku antar ke kamar Abang aja. Nggak usah minum-minum lagi." Indi berujar sambil menarik tangan kanan Raga untuk berada di atas pundaknya.
Indi sangat kesusahan karena badan Raga yang berat sehingga ia berjalan dengan sangat pelan.
"Abang bisa berdiri nggak?" tanya Indi.
"Sayang... kamu di mana?" lagi-lagi Raga menanyakan Riris berada di mana.
Indi mendecak kesal, ia saja belum mendekati tangga karena berjalan dengan pelan. Indi masih berusaha menopang badan Kakaknya itu.
Terdengar decitan pintu dari arah ujung lebih tepatnya kamar Ragi yang terbuka.
"A—bang, tolong aku bantuin Bang Raga." Ujar Indi.
Ragi yang awalnya masih memejamkan matanya, ia bangun karena hanya ingin pergi ke toilet saja karena di dalam kamarnya itu tidak ada kamar mandi. Ragi terbelalak segera menghampiri kedua saudaranya itu.
"Astaga! Raga lo kenapa lagi?" tanya Ragi pelan.
Raga diam tidak membalas, ia sibuk bergumam menyebutkan nama perempuan yang ia sayangi itu. Ragi segera memindahkan tangan Raga kebahunya, karena tidak tega melihat adiknya—Indi menopang Raga yang berat.
"Ayo ke kamar, jangan keluar lagi lo." Ragi berjalan menuju tangga tapi perkataan Raga sukses menyulut emosi Ragi.
"Riris... kamu disini ya? Kok nggak ke—temu aku sih."
Begitu kata Raga. Ragi menghempaskan tangan Raga, sukses membuat kembarannya itu terhuyung jatuh ke lantai yang dingin itu. Indi membekap mulutnya langsung menghampiri kakak keduanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Relationship
RomanceSequel Infasilran. Semenjak kepindahan Faga yang memilih untuk kuliah di Belanda untuk menggapai cita-cita nya sebagai Dokter mempelajari ilmu lebih dalam lagi. Awalnya Indi sangat setuju dengan pilihan Faga, karena itu adalah bahagia Faga bahagia I...