18. Kecelakaan

25.8K 2.2K 62
                                    

Sudah empat jam lamanya Indi di dalam ruang Operasi dan sudah empat jam lamanya juga Faga suntuk menunggu Istri nya di dalam sana. Sebenarnya, Faga boleh di persilahkan masuk karena dirinya di kenal oleh Kepala Direktur yakni Pak Ridwan-- yang disebut Indi.

Kepala Direktur itu adalah teman Papa nya sewaitu jaman SMP dulu--kata pak Ridwan-- jadi, Faga hanya mengiyakan apa kata Kepala Direktur.

Tapi Faga tidak mau mengganggu konsentrasi Indi, karena ia tidak ingin konsentrasi Indi teralihkan kepada dirinya. Faga menoleh dimana para keluarga anak kecil itu ikut berkumpul duduk di ruang tunggu ini. Faga juga merasakan kesedihan di Keluarga itu, bagaimana tidak? Seorang anak kecil perempuan telah terkena tumor otak.

Faga menunduk menatap sepatu yang ia pakai. Tidak lama itu pintu ruang operasi terbuka secara otomatis dan terlihat lah Indi dan asisten yang membantu Indi dalam mengoperasi yang terlihat kelelahan. Sontak, semua nya berdiri ingin mendengar berita baik.

Faga berdiri tidak jauh dari Indi dan Keluarga anak kecil itu.

"Bagaimana Dok? Berhasil?" tanya Ibu-- anak kecil itu dengan raut wajah khawatir.

Indi menghembuskan napasnya lega, lalu ia tersenyum. "Berhasil, Bu. Kita akan menunggu Chika sadar aja ya. Chika udah di pindahin ke ruang khusus kok."

Keluarga anak kecil bernama Chika itu langsung menghembuskan napasnya lega sama seperti Indi tadi. Semua nya berpelukan,  sedangkan Ibu Chika menangis karena terharu bahwa anaknya telah baik-baik saja.

"Saya permisi," ujar Indi tersenyum.

"Iya Dok! Terima kasih, terima kasih sekali lagi." Balas Ibu Chika.

"Iya Bu, sama-sama." Setelah itu Indi berjalan menuju Faga yang sedang tersenyum ke arahnya.

Itu membuat para suster-suster melihat Indi iri. Indi yang memang aslinya jahil, ia berlari langsung memeluk Faga. Ia terkekeh dalam pelukan Faga, berhasil membuat suster-suster itu mendecak kesal.

"Kamu hebat." Puji Faga mencium kening Indi.

"Iya dong! Hehe, awalnya aku gugup karena aku ngebayangin Chika itu Inka. Tapi, aku nggak boleh nyamain Inka sama Chika. Aku nyebut baru aku bisa mulai Operasi. Dan aku kaget! Ya Allah, aku berhasil ngebuat Chika bisa berkumpul lagi sama keluarga nya Ga, aku nggak nyangka." Kata Indi sedikit mengeluarkan air mata.

Faga terkekeh, "yaudah yuk."

Indi meyeka air mata nya lalu ikut berjalan di samping Faga. Di sepanjang perjalanan Faga selalu saja di lihat oleh suster-suster genit saat mereka melintasi nya. Indi berdecak sebal, ia menggandeng tangan kiri Faga dengan tangan kanan nya.

Lagi-lagi Faga terkekeh di buatnya.

"Aku nggak bakalan berpaling kok, kan udah ada kamu yang ngisi hati aku." Kata Faga, menggoda.

"Ih! Apaan! Orang aku cuman mau ngegandeng tangan kamu aja, pede amat." Memutar bola mata nya malas. "Lagian tuh ya, udah tau aku di samping kamu mereka masih aja liatin kamu."

Berbelok ke kiri melewati lorong untuk menuju ke ruangan para Dokter berada.

"Nggak pa-pa, lah." Faga mengedipkan mata nya sebelah dengan jahil.

"Bodo amat," kesal Indi membuka pintu ruangan nya.

Berjalan mendekati kursi nya berada, Indi langsung mendaratkan pantat nya di kursi. Rasanya duduk berjam-jam lalu penuh konsentrasi butuh tenaga yang ekstra. Ekstra sabar.

Faga duduk di depan Indi yang membatasi mereka adalah sebuah meja berukuran tidak terlalu besar. "Capek ya?"

Indi mengangguk lalu menguap lebar dengan menutupi tangan nya.

Memajamkan mata lalu bercerita, "aku gemeteran pas operasi mulai. Nggak tega ngotak-ngatik kepala Chika tapi kalau aku nggak ngelakuin gimana anak itu sembuh? Yaudah aku berdoa aja dalam hati beberapa menit aku diam. Lanjut deh operasi nya, untung Asisten aku orang nya nggak teledor, kalau teledor uhhh, nggak tau deh aku harus ngomong apa sama Keluarga anak kecil malang itu."

Faga menatap serius Indi yang bercerita dari awal ia memulai operasi sehingga di tengah-tengan ketegangan saat ia beroperasi sempat terjadi adu cekcok antara Indi dengan Asisten nya yang entah membahas apa. Indi tidak memberitahu Faga. Faga juga tidak bisa memaksa, ia tahu bahwa Istri nya itu sedang kelelahan, jadi biarkan Indi menceritakan apa yang terjadi di ruang operasi.

"Jadi gitu, kamu denger nggak?" tanya Indi setelah berceloteh panjang lebar.

Faga tersenyum manis terlihat seperti Shawn Mendes yang tersenyum. Andaian Faga yang ingin mirip menjadi Shawn Mendes agar Indi tidak berpaling kepada pemilik lagu Imagination itu.

"Gimana? Udah mirip Shawn Mendes belum aku?" tanya Faga terkekeh menunggu jawaban.

"Ngimpi." Balas Indi tertawa.

Ia beranjak dari kursi lalu berjalan mendekati dimana ia bisa melihat segala sesuatu di bawah sana. Matahari perlahan berubah menjadi matahari yang hangat, tidak seperti beberapa jam yang lalu. Matahari yang terik dan sangat panas itu membuat sebagian orang yang beraktifitas di luar berkeringat.

Padat nya jalan raya menambah hawa panas juga sebab pada pengendara tidak bisa slow membawa kendaraan nya. Klakson sana-sini berbunyi jika sudah macet. Maklum, Jakarta.

"Liat apa?" Faga mengerutkan dahi nya dalam, masih duduk mengamati Indi.

Indi tidak menjawab melainkan ia semakin mendekatkan diri kepada kaca yang membatasi. Perasaan nya berubah menjadi tidak karuan, jantung nya kini berdetak lebih cepat saat mata nya menangkap pengendara motor di bawah sana ngebut dan menabrak sebuah mobil.

Alhasil darah keluar. Refleks Indi menutup mulut nya tidak percaya. Ia menyaksikan semua nya dengan jelas dari atas lantai lima rumah sakit.

Indi mengenal motor itu dan juga mengenal helm si pengendara. Seorang lelaki dan seorang perempuan di belakang nya memeluk erat si lelaki saat tabrakan itu terjadi. Mereka terlempar tidak begitu jaub dari motor nya.

Indi tak tahan. Ia berbalik melihat Faga lama.

Indi mengeluarkan air mata nya lagi.

"REZA KECELAKAAN SAMA TASYA DI BAWAH, GA!" seru Indi, khawatir.

•••

asique😂
maaf, banyak typo atau tulisan gak jelas. maklum aku nulis jam 01:03 semalem, dan baru publish skrg wkwk.

add OA aku dong😂
id : @rsj6572p

see you guys.

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang