Pada pagi hari, di dalam ruangan yang berbau obat-obatan itu berisi empat orang lelaki dengan wajah yang berbeda. Tiga lelaki dengan wajah cemasnya, dan satu lelaki yang berwajah sedatar-datarnya.
Seorang lelaki yang duduk di atas brankarnya itu melirik Gilang dengan sinis.
"Kenapa lo nggak kasih tau gue kalau kalian di Belanda?" tanya Faga.
Gilang melirik Joshua terlebih dahulu sebelum menjawab Faga. Joshua menganggukan kepalanya dengan pelan.
"Anu," ucap Gilang. "Gue ada bimbingan disini."
"Oh," Faga menganggukan kepalanya paham, lalu menaikkan alisnya sebelah. "Kalian berdua ada bimbingan juga?"
"Banyak nanya lu anjir." Derik menyeletuk cepat.
"Mending lo istirahat sana, nggak usah meduliin kita bertiga. Bentar lagi Istri lo datang, istirahat dulu gih." Ujar Joshua akhirnya bersuara sedaritadi.
"Nggak ah, bosan gue baring mulu. Enakan nyembuhin orang daripada ngerasain sakitnya." Faga membalas dengan mimik wajahnya yang pasrah.
"Iyaaa... Pak Dokter." Derik menyahut panjang lalu cowok itu tertawa sedikit keras melihat wajah masam Faga.
"Untung lo nggak amnesia Ga." Kekeh Gilang.
"Gue pengen banget malah amnesia, nggak ngenalin para manusia laknat yang nggak ngasih tau gue kalau ke Belanda." Faga memutar bola matanya dengan malas.
Lantas ketiga lelaki itu tertawa.
"Ye, ketawa lo semua kambing."
"Lu sih, ngambek mulu daritadi. Padahal cuman gara-gara nggak dikasih tau kita-kita ke Belanda doang," kata Joshua.
"Kan bisa nginep di Apart. Jadi gue nggak sendirian lagi, setan." balas Faga.
Derik mendengus kesal. "Mangkanya bawa Istri kalau nggak mau kesepian. Lo udah cakep, tinggi, putih, tapi kesepian. Padahal udah punya Istri."
"Anjir Rik, demen lo sama Faga sampe sedetail itu hah?" tanya Gilang terkekeh.
Faga juga ikut terkekeh. "Biarin lah, gue kan bujangan di Belanda."
"Ngomong gitu sekali lagi, gue ambil si Indi anying." Gilang berujar cepat.
"WOAH! BROTHER! KAMU TO THE POINT SEKALI YA!!!" Derik berteriak dengan lantang.
Kemudian pahanya ditendang oleh Joshua. "Rumah sakit goblok, diem."
Faga terkekeh. "Langkahin dulu mayat gue, baru bisa ambil Indi."
Gilang mengalihkan padangannya tidak mau mendalami perbincangan itu lagi. Karen topik itu selalu membuat hatinya panas akan api cemburu.
Bagaimana mau dimiliki jika sudah dimiliki orang lain? Cukup diam saja, memendam perasaan yang sebenarnya meledak ingin menyatakan. Tetapi, baginya, persahabatan lebih penting daripada perasaannya. Biarkan saja perasaan yang lebih itu, mungkin, nanti lama-kelamaan akan hilang dengan sendirinya.
Sedangkan Faga hanya menanggapi perkataan Gilang bercanda, kemudian dia melirik nakas yang berada disamping brankarnya itu. Ponselnya bergetar menunjukkan nama yang tertera disana.
Rachel gnst
is calling...Faga justru mengerutkan keningnya, kemudian melirik teman-temannya yang asik mengobrol dan bermain ponselnya. Faga hanya mendiami ponselnya yang terus berdering, tidak ada niat untuk mengangkat panggilan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Relationship
RomanceSequel Infasilran. Semenjak kepindahan Faga yang memilih untuk kuliah di Belanda untuk menggapai cita-cita nya sebagai Dokter mempelajari ilmu lebih dalam lagi. Awalnya Indi sangat setuju dengan pilihan Faga, karena itu adalah bahagia Faga bahagia I...