22. Apa-Apaan ini?!

30.9K 2.5K 797
                                    

Hari sudah menjelang siang tanpa kita sadari karena terlalu banyak beraktivitas, seorang perempuan berjas putih alias khusus Dokter itu keluar dari ruangannya yang cukup dibilang besar sambil mengikat rambutnya dengan satu gulungan tinggi. Sering juga Perawat atau Dokter lainnya menyapanya dengan ramah. Memang Indi terkenal ramah dan baik di Rumah Sakit yang ia tempati itu.

Disana, tepatnya di bagian lobby Rumah Sakit ada seorang lelaki yang sedaritadi menanti kedatangannya disana. Lelaki itu sudah lama disana entah suda beberapa menit sehingga ia sampai mengomel-ngomel dalam gumamannya sambil mengumpat juga. Tapi, ia harus memberitahukan informasi penting kepada Indi.

Indi terkekeh saat Gilang menatap dirinya tajam. Sekarang Indi sudah sampai di hadapan Gilang.

"Lama amat," eluh Gilang.

"Maaf, tadi ada urusan bentar." balas Indi. "Kenapa?" lanjutnya.

"Ntar malem Sandi ngadain acara di rumahnya, lo ikut nggak?" tanya Gilang.

Indi mengerutkan dahinya sambil menggulung lengan jasnya. "Acara? Acara apa emangnya? Trus ini yang lo bilang informasi penting?"

"Kayak waktu itu bikin di rumah lo. Ngumpul-ngumpul aja, mau nggak? Gue jemput ya?" Lalu Gilang menyengir. "Iya ini info pentingnya."

Indi memutar bola matanya malas saja. "Malem? Jam berapa emang? Nggak tabrakan sama jadwal gue nugas di RS?"

Gilang menggeleng. "Enggak, jam tujuh kan lo pulang? Nah, sekalian aja nanti gue yang jemput disini baru kerumah lo."

"Gue bawa mobil." kata Indi. "Nggak usah, ngerepotin guenya."

"Nggak lah apasi yang repot, enggak sama sekali Ndi."

Indi tersenyum manis membuat Gilang semakin terperanah akan kecantikan wanita di hadapannya ini. Sungguh, Faga beruntung sekali telah mendapatkan seorang perempuan seperti Indi ini. Sayang, tapi sudah jadi milik orang lain.

Gilang yang asik dengan lamunannya menatap Indi membuat ia terperanjat saat Indi mengambil ponselnya dan memberikan foto Kuntilanak. Spontan Gilang berseru hebat  membuat dirinya menjadi pusat perhatian.

"ANJIR! ITU KUNTI NGGAK SLOW MUKANYA!" seru Gilang, kaget.

Indi tertawa. Bahagia melihat Gilang menderita seperti itu. Gilang memang takut dengam hantu kuntilanak. Karna kata Gilang, kuntilanak seperti tidak mempunyai ikat rambut saja karena rambutnya sudah panjang  hitam, lalu rambutnya sudah seperti sapu ijuk kata Gilang. Belum lagi katanya wajah kuntilanak yang memakak bedak belapis-lapis. Ada-ada saja cowok itu.

Dalam ketakutan Gilang ia bisa mendapatkan wajah bahagia tertawa Indi yang lepas begitu saja tanpa beban. Ia senang melihat Indi tertawa, apalagi tersenyum seperti tadi membuat jantung Gilang berdetak hebat. Apalagi jika disentuh oleh cewek itu, memberikan efek ngeri seperti tersengat listrik-- bukan, badannya langsung terasa panas, darahnya berdesir hebat, efek besarnya juga ia menjadi keringat dingin, dan jantungnya juga susah sekali di ajak kompromi.

"Duh, mangkanya nggak usah ngelamun mulu. Ini Rumah Sakit loh, kesambet baru tau rasa!" ejek Indi masih tertawa tapi tidak separah tadi.

Gilang tersenyum tipis. Ia melirik arlojinya di lengan kanannya lalu kembali menatap Indi.

"Yaudah, udah jam dua, gue balik dulu. Inget jam delapan deh gue kerumah lu ya, bye!"

Gilang mengacak rambut Indi sebentar lalu pergi meninggalkan Rumah Sakit.

"Bye! Hati-hati." balas Indi sedikit berteriak.

Indi menghembuskan napas pelan. Ia kini berbalik badan ingin kembali lagi ke dalam ruangannya yang super duper ia sayang itu karena ruangannya cukup dibilang luas sehingga Indi betah berada di dalamnya. Sambil melirik sekitar orang-orang yang berlalu di Rumah Sakit ini Indi juga tersenyum kepada pengunjung atau pasien.

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang