"Aku percaya bahwa karma itu ada."
- Indi Prisila Hornson
🌊🙈🌊
Angin berhembus kencang kala suara petir mengikuti angin itu, hujan perlahan menunjukkan dirinya dengan rintik-rintik yang awalnya pelan menurun kini menjadi cepat dengan ganasnya. Langit yang tadinya banyak bertaburan bintang kini sudah tidak terlihat lagi karena langit digantikan dengan langit gelap nan hitam. Jendela seakan di tampar keras oleh gemuruh hujan yang sangat keras, suara-suara hujan dapat di dengar di dalam kamar seorang perempuan yang asik dengan laptopnya.
Padahal cewek itu suka sekali dengan hujan.
Tidak perduli kepada hujan yang terus menerus bising ia memakai earphone untuk tidak mendengar hujan, karena cewek itu sedang menonton drama korea. Awalnya ia sedang mengerjakan tugas dari Dosennya, tetapi karena sangat susah sekali ia lebih memilih untuk nanti saja mengerjakannya. Toh, tugas itu akan di kumpulkan minggu depan.
Indi asik memandang layar laptopnya dengan serius karena sudah terbawa suasana ia tidak memperdulikan keadaan kamarnya. Beberapa jam kemudian tepatnya selesai sudah film yang ia tonton kini Indi mematikan laptopnya lalu menaruh di atas nakas sebelah tempat tidurnya.
Berdiam sejenak apa yang ia akan lakukan lagi nantinya. Indi mendongak melihat jam dinding yang terpampang jelas di atas sana. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam lewat dua puluh menit. Indi menghembuskan napas bosan ia kini berbaring lalu memejamkan mata.
Sudah tiga bulan semenjak Faga kembali ke Belanda lelaki itu sekarang susah untuk di hubungi. Di awal bulan pertama Faga bahkan sering menelpon dirinya, tetapi masuk bulan kedua Faga mengabari dirinya seminggu hanya tiga kali saja. Dan, bulan ketiga ini Faga bahkan tidak ada mengabarinya.
Indi tersenyum miris karena ia tahu resiko berhubungan jarak jauh pasti seperti ini. Atau bisa disebut Long Distance Relationship?
Entahlah. Indi sangat ingin berada di dekat lelaki itu. Memegang tangan Faga, menggenggamnya, memeluk lelaki itu, dan segala kenangan yang dulu menghantui Indi untuk semakin rindu kepada Faga.
Indi membuka matanya kembali mengambil ponselnya di bawah bantal lalu mengharapkan bahwa Faga menelponnya. Jangankan telpon, di sms saja Indi sudah senang minta ampun. Seketika harapan itu lenyap saat melihat notifikasi di ponselnya tidak ada nama Faga disana.
Hanya ada notifikasi teman-temannya dan sosmed yang lainnya.
Indi bahkan sudah spam chat untuk berharap lelaki itu akan membalasnya. Bahkan, mungkin sudah lebih dari lima puluh kata Indi mengirim dengam kalimat "P" saja.
Sungguh, seseorang yang mengirim pesan dengan satu huruf yaitu "P" berarti orang itu sangat membutuhkan kalian.
Indi beralih untuk menelpon Faga. Tidak di angkat. Mencoba untuk yang kedua kalinya sama saja hasilnya, tidak di angkat juga. Indi menarik napas sabar walaupun matanya sudah berkaca-kaca menahan gejolak aneh di dalam hatinya. Indi coba lagi untuk yang ketiga kalinya.
Dan betapa bahagianya Indi bahwa telpon itu di angkat! DIANGKAT!
"H-alo, Ga?" dengan suara yang gemetar Indi menyapa.
Tetapi bukan suara yang ia harapkan di dengar. Melainkan suara seorang perempuan dengan nada sinis terselip disana.
"Ya? Mengapa?"
Itu suara Rachel. Suara gadis Belanda yang menjadi teman Faga selama cowok itu berada disana.
"Dimana Faga?" tanya Indi.
Rachel berdecak di seberang sana melihat Faga yang asik berada di atas badannya.
"Hm?"
Indi kesal. Tentu saja, Rachel malah membalasnya seperti itu.
"Gue tanya dimana Faga?" tanya Indi lagi dengan sabar.
"Faga? Oh, dia ada."
Indi tersenyum. "Kok ponselnya ada di lo? Kasih ke Faga dulu."
Sedangkan di Belanda sana Rachel tersenyum sinis. Ia berucap kepada Faga.
"Ga, ada seseorang menelponmu. Hentikan dulu, aku juga sudah kesakitan dari tadi. Nanti dilanjutkan lagi," kata Rachel menghindar dari tubuh Faga yang tadi di atas tubuhnya.
Faga mengerutkan keningnya mengambil alih ponselnya yang tadi di pegang Rachel. Sedangkan Rachel sudah melacur-- eh salah, sudah pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Faga melihat nama yang tertera disana. Lalu sebuah senyum terukir jelas di wajah gantengnya itu.
"Halo Sayang,"
Indi diam. Tentu saja. Ia mendengar jelas semua apa yang Rachel bilang. Sungguh, semua ambigu sekali untuk di mengerti. Apa Faga? Ah, Indi percaya bahwa Suaminya itu tidak akan seperti itu.
Indi menarik napasnya yang entah sudah berapa kalinya. "Kamu kok udah sebulan nggak ada kabar? Sibuk banget?"
"Iya Sayang. Aku sibuk banget disini, banyak tugas, apalagi aku bolak-balik ke Rumah Sakit."
"Terus, Rachel ngapain di tempat tinggal kamu?" tanya Indi curiga.
"Ohh, dia mau ajak aku jalan-jalan."
Jalan-jalan? tanya batin Indi.
"Uhm, gitu ya." kata Indi. "Yaudah kamu jangan gini lagi ya, kabarin aku. Aku khawatir banget sama kamu, tau kan? Udah ya, aku mau tidur, udah jam dua belas. Dah Sayang,"
"Iya Sayang."
Sambungan terputus. Indi masih menaruh ponselnya di dekat daun telinganya sendiri, padahal telpon sudah tidak tersambung lagi. Entah apa yang dipikir oleh cewek itu sehingga ia bergeming lama.
Satu tetes air mata jatuh ke pipi Indi. Matanya memerah menahan tangis. Tapi Indi lebih memilih untuk memejamkan matanya untuk segera tidur. Ponselnya sudah ia lempar di samping bantal.
Nyatanya, tangis Indi menjadi deras. Sama seperti derasnya hujan yang masih terdengar hebat diluar sana.
Hati ini berteriak dalam diam,menjerit tanpa suara, mata ini menangis tanpa air mata, memandang tanpa arah, Indi membatin lirih.
🔥🔥🔥
JIAHAHA, KOK AKU SENENG YA BUAT PART INI BHAKS😁
kalian team mana nih?
#FagaRachel
atau
#FagaIndi
jangan lupa follow instagram : @tarangexl untuk mengetahui kapan diadakan give awaynya! mungkin masih lama, karena aku juga dalam tahap pemulihan sembuh:") aku sakit gaes:3 nggak ada yang ucapain get wellsoon gitu? wkwk, doi aja nggak ada. jadi aku ngarepin kalian dech😝
comment yehew❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Relationship
RomanceSequel Infasilran. Semenjak kepindahan Faga yang memilih untuk kuliah di Belanda untuk menggapai cita-cita nya sebagai Dokter mempelajari ilmu lebih dalam lagi. Awalnya Indi sangat setuju dengan pilihan Faga, karena itu adalah bahagia Faga bahagia I...