13. Merasa Di-Asingkan

34.6K 2.5K 229
                                    

Rachel baru saja turun dari mobilnya dengan senyum semangat tercetak jelas di wajah khas orang Belanda itu. Ia merapikan pakaian nya sejenak lalu menghela napas berat.

Ia menengadah melihat ke atas, terik matahari yang panas membuat matanya memicing. Baru saja jam setengah duabelas matahari telah menunjukkan sinar nya yang wah membuat keringat bercucuran.

Mobil atau motor yang tidak terlalu banyak berjejeran di halaman rumah Faga yang luas ini. Betapa megah nya rumah besar ini yang dihuni hanya empat orang saja, yakni, Faga, Indi, Irt, dan Satpam yang menjaga keamanan di rumahnya.

Kaki jenjang nya perlahan melangkahkan untuk masuk ke dalam rumah seperti tadi senyuman semangat masih ada di wajahnya.

Mengetuk pintu dengan perlahan lalu terbuka lah pintu menampakkan kedua orang sepasang suami-istri sedang tersenyum tipis ke arahnya.

"Hai," sapa Rachel canggung.

"Hai, ayo masuk." Balas Indi dengan senyum fake, entahlah itu tulus apa tidak.

Sedangkan nada bicara nya saja berbeda jauh dengan raut wajahnya. Nada bicara Indi terdengar sinis dan malas, tetapi tidak dengan wajahnya. Menunjukkan bahwa ia senang Rachel telah datang. Nyatanya, tidak seperti itu.

Huh, miris...

Rachel tidak sadar adanya nada tidak suka dari berbicara Indi, ia lalu tersenyum mengikuti langkah kedua orang di depan nya yang menuntun untuk masuk ke dalam.

Sesampainya di dalam rumah, tidak terlalu banyak sih, hanya ada keluarga Faga dan Indi, berserta para teman-teman.

"Tinggal dulu ya," pamit Indi

Rachel mengangguk, "baiklah."

Di lihatnya di sekeliling, Rachel melihat ada sebuah kursi kosong yang tidak terlalu jauh dari orang-orang yang berkumpul. Para teman Faga ataupun Indi sedang berbincang di ruang tamu.

Tadinya Gara mengajak ia untuk bergabung tetapi ia tolak secara halus. Karena ia tidak suka keramaian, dan kehebohan.

Dan, spesies seperti Gara harus ia hindar. Karena, kebanyakan tingkah.

Seorang anak kecil berpipi tembem itu menghampiri dirinya dengan senyuman lebar.

Rachel tersenyum, menunduk melihat anak kecil itu.

"Hai," sapa Rachel mencubit pipi Inka gemas.

Inka tertawa imut. "Hai, tante."

Tante? batin Rachel bertanya heran.

"Ada apa?" tanya Rachel tetap tersenyum.

"Tante mau kue buatan Inka nggak? Enak lohhh," ujar Inka, "mau nyobain nggak? Inka ambilin ya?"

"Tentu saja ingin menyicipi nya, bolehkan?" balas Rachel.

Inka dengan semangat mengangguk berlari dimana kue nya berada, lalu kembali dengan kaki kecilnya. Meyodorokan nya kepada Rachel.

Rachel menerimanya dan mencoba memakan perlahan. Enak, rasanya enak.

"Enak. Apakah benar kamu yang memasak? Oh iya, siapa namamu?" puji Rachel.

Bibir Inka mengerucut tidak terima bahwa tante yang berada di hadapannya ini tidak memercayainya bahwa ia yang bikin. Padahal, kemarin, dengan neneknya-- tentu saja Rani membuat dirinya kotor dengan tepung-tepung yang menempel di sekitar wajah nya, bahkan, di tubuhnya juga demi membantu neneknya.

Raga-- Ayahnya saja memuji dan mempercayai bahwa dirinya yang memasak padahal Ayahnya itu tidak melihat secara langsung karena Ayahnya itu belum pulang berkerja.

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang