Rachel sekarang tengah bersiap-siap untuk menuju kekampus dengan Faga, tetapi sebelum itu Rachel harus membawa Faga kesuatu tempat yang indah dan tidak akan dirinya lupakan. Tempat dimana Rachel telah mempersiapkan semuanya dengan mantap.
Rachel tersenyum melihat pantulan dirinya dikaca, rambut yang lurus dan diombre berwarna kuning menjadi pusat perhatian pada dirinya. Lesung pipi kanan yang membuat dirinya bertambah kecantikannya, dan bentuk ukuran tubuhnya yang bisa dibilang body goals kata para teman-temannya.
Mata berwarna biru secerah awan ia dapatkan dari gen Ayahnya yang berasal dikota dimana ia tinggal semenjak umur duabelas tahun. Dan, sifat dan sikap baiknya dari gen Ibunya yang bekerja di Belanda ini menjadi designer terkenal.
Ia mempunyai seorang adik laki-laki berumur tujuhbelas tahun yang baru saja menaiki kelas duabelas dimana masa SMA nya akan berakhir. Namanya adalah Saga Genasta yang dimana nama Genasta adalah dari Ayahnya, Alexander Genasta. Dan ibunya adalah Christine Pernand.
Memang, Ayahnya bukanlah asli Indonesia, Ayahnya adalah orang Belanda yang dahulu pergi bekerja di Indonesia tepatnya di Bandung dan disitulah tuhan telah berkhendak bahwa Ayahnya dan Ibunya menjadi pasangan hidup.
Memang, keluarga Rachel terasa lengkap dan humoris. Tetapi, tidak dengan masalah percintaannya, malah kebalikan dari keluarganya.
Rachel sedang duduk ditepi kasurnya sembari menunggu Faga yang datang menjemput dirinya. Rachel tak henti-hentinya tersenyum kala melihat foto dirinya dengan Faga diponsel andoridnya.
Keduanya sedang berada disebuah pameran disekitar kota Belanda, awalnya Faga tak ingin pergi ketempat yang menonjol ramai orang, lelaki itu tidak suka keramaian, tetapi dengan paksaan Rachel lelaki itu memilih mengiyakan perkataan Rachel.
Ketukan pintu dari luar mengalihkan perhatiannya.
"Chel? Ada teman kamu diluar." Itu suara Ibunya yang sangat sering memakai bahasa Indonesia jika sedang dirumah. Kata Ibunya, jika keseringan berbahasa luar bisa dipastikan keluarganya akan melupakan bahasa Negaranya itu.
Rachel beranjak dari kasurnya, "Yes, mom."
Rachel membuka pintunnya, menuruni tanggan dengan hati-hati. Bisa dilihat dari tangga yang banyak anak tangga Faga sedang duduk diruang tengah sedang mengobrol dengan Ayahnya. Faga tersenyum sukses membuat pipi Rachel merona.
"Ayo." Kata Faga ketika Rachel sudah berada diruang tengah bersamaan dengan Ayahnya.
Rachel mengangguk menciumi punggung sang Ayah. "Rachel pergi dulu ya, Yah."
"Oke, be careful."
"Sure, dad."
Faga tersenyum sambil membungkukkan badannya sedikit.
"Pergi dulu om."
"Baiklah, atur kecepatan mengendaramu."
"Siap om."
Faga dan Rachel telah didalam mobil menuju Kampusnya berada. Tetapi sebelum itu Rachel berkata dengan Faga.
"Faga?"
Faga menoleh, "Ya?"
"Kita kesuatu tempat dulu ya, boleh?"
Faga mengerutkan keningnya sejenak.
"Kemana?"
Rachel tersenyum sambil menggeleng.
"Nanti juga kamu tau."
"Kalau kita telat bagaimana?"
"Tidak akan."
Dengan ragu Faga mengangguk walaupun dalam otaknya masih bertanya-tanya kemana Rachel akan membawa pergi dirinya.
Rachel tiba-tiba dengan percaya dirinya mengatakan.
"Apakah hari ini aku kelihatan cantik?" Tanya Rachel tersenyum menunggu jawaban Faga.
Faga mengangguk, tersenyum sekilas.
Dia tidak mengatakan aku cantik begitu? Hanya menganggukan kepalanya saja? batin Rachel kesal.
"Hanya anggukan saja?"
Lelaki disebelahnya mengerutkan dahi tidak mengerti. Apa maksud Rachel?
"Maksudmu?" Balas Faga.
Rachel menghela napas gusar, ia kesal. Rachel menggeleng.
"Tidak, tidak jadi."
• • • •
Indi sedang duduk dikursi taman belakang kampusnya yang sepi, hanya ada dirinya saja. Yang lainnya masuk kekelas untuk mendapatkan materi sesuai jurusannya masing-masing. Sedangkan Indi meminta izin untuk tidak masuk untuk hari ini kepada dosen yang mengajar dikelasnya.
Waktu telah menunjukkan pukul sebelas lebih empat puluh menit. Karena Indi tidak ada mood untuk menyerap materi, lebih baik ia tidak masuk saja. Tidak apa-apa kehilangan materi tentang kedokteran yang dimana jurusannya sama juga dengan Faga.
Alasannya sakit. Iya, sakit hati.
Indi menatap kosong kedepannya, ia merasa kesepian, semenjak kepergian Faga semua terasa tidak lengkap dan hampa. Tidak ada warna, hanya kegelapan. Dan, tidak ada kebahagiaan lagi.
Mendengar suara ketukan sepatu menuju mendekati kearahnya, Indi menoleh mendapati Reza yang tersenyum tipis. Oh ya, Reza telah sembuh dari kanker yang bisa menyebabkan kematian. Yaitu kelenjar getah bening. Tetapi, ia sering melakukan kemo dan inilah hasilnya, Reza telah pulih kembali, bengkak dilehernya juga sudah tidak ada lagi.
Reza duduk disebelah Indi.
"Apa kabar, Sil- eh Ndi?" tanya Reza, awalnya ia sempat terkesiap karena salah mengucapkan nama. Sudah terbiasa dirinya memanggil Indi dengan sebutan 'Sila' atau 'Sil'.
Tetapi, itu tidak ada masalah bagi Indi. Yang penting, panggilan itu masih ada sangkut pautnya dengan namanya.
Indi mengangguk, tersenyum manis. "Baek, lo?"
"Baik. Faga kapan pulang?"
"Nggak tahu."
"Nggak tahu?" jeda Reza, ia mengerutkan keningnya sejenak. "maksudnya?"
Indi mengedikkan bahunya. "Ya, gue emang nggak tahu."
"Oh gitu ya." Balas Reza sambil bermain ponsel.
Reza beranjak dari tempat duduk pamit kepada Indi.
"Gue balik ya, Tasya minta jemput. Dah!" Ujar Reza yang diangguk oleh Indi.
Dan, sekarang, ia kesepian lagi?
Siapa yang menemani dirinya?---
#FagaRachel ?#FagaIndi?
#IndiGilang?
Wkwk,vote dan comment💖
Oh iya, buat yang nunggu part Joshua sama tentang 'anak Indi', sabar ya:) bakal dijelaskan satu-satu. Nggak mungkin aku ngebiarin Joshua yang muncul tiba-tiba-eh ngilang lagi? Kan nggak lucu:). Oke, disini aja kisa percintaan kita, eh nggak deng😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Relationship
RomanceSequel Infasilran. Semenjak kepindahan Faga yang memilih untuk kuliah di Belanda untuk menggapai cita-cita nya sebagai Dokter mempelajari ilmu lebih dalam lagi. Awalnya Indi sangat setuju dengan pilihan Faga, karena itu adalah bahagia Faga bahagia I...