Melepaskan seseorang yang sangat kita sayang bukanlah hal yang mudah. Seperti balon yang terlepas dari genggaman seseorang dan tidak bisa diraih kembali. Seperti uluran anak-anak bermain layang-layang, entah menarik uluran itu atau melepaskan nya.
Begitulah yang terjadi kepada seorang wanita alias Rachel yang sedang duduk termenung di balkon kamarnya. Melepaskan Faga bukanlah hal yang mudah, jika Faga terlepas dari genggaman nya ia sangat yakin Faga tidak dapat ia raih kembali, emosi dan hatinya seperti uluran layang-layang. Antara memilih melepaskan atau menetapkan Faga dilubuk hatinya yang terdalam.
Menarik napas yang dalam lalu menghembuskan nya pelan. Rasanya sulit sekali.
Aku mempunyai sejuta alasan untuk melupakanmu. Namun disaat yang sama, hadir pula sejuta alasan mengapa aku harus tetap untuk mencintaimu. kata Rachel didalam hati, pasrah.
Memejamkan mata, membiarkan angin malam menerpa wajahnya. Ia menyenderkan kepalanya lalu kembali membuka mata. Melihat ke atas tepatnya pada bintang yang terlihat satu saja disana.
Biasanya kata Faga bintang bisa mengobatkan rasa rindu kita kepada seseorang entah itu siapa, membayangkan bahwa bintang itu adalah orang yang kita rindukan. Yakin, rasa rindu itu terobati.
Ia pun mulai membayangkan bintang itu menjadi wajah tampan seorang lelaki alias Faga. Ia terkekeh, melihat bintang itu.
"Hai Ga," sapa Rachel menjadikan bintang itu benar-benar Faga.
"Aku merindukanmu, kapan pulang?"
"Aku benci melihatmu dekat dengan Indi," kata Rachel. "tapi, aku tidak boleh egois, kamu boleh milih antara aku atau Indi."
Tapi, bukan nya kau tidak mengetahui bahwa aku mencintaimu? mengapa aku berharap kau akan memilih antara aku dan dia? batin Rachel.
Setets air mata jatuh dengan satu kedipan saat Rachel tidak bisa menahan kesedihan nya lagi. Ia juga merasa bodoh telah mencintai seorang lelaki yang jelas-jelas telah memiliki seorang Istri.
Tetap bertahan atau pergi melepaskan?
Tiba-tiba saja Rachel teringat akan wajah Joshua yang sepertinya terlihat familiar di matanya. Entah dirinya pernah saja melihat lelaki itu, tetapi tidak tahu kapan dan dimana.
Siapa nama lelaki itu? tanya batin Rachel, bingung.
Tidak terlalu mengambil pusing ia beranjak dari duduknya lalu masuk ke dalam kamar tak lupa juga ia menutup lalu menguncinya.
Tidak lama kemudian ponselnya berbunyi keras menandakan ada seseorang menelpon. Berjalan menuju ponselnya berada di atas kasurnya lalu duduk di tepi kasur. Tanpa melihat siapa yang menelpon Rachel sudah menaruh ponselnya di telinga kanan nya.
"Halo?"
"Hai!"
Dahi perempuan itu mengerut dalam. "Maaf? Siapa?"
"Gue Gara," kata Gara memperkenalkan dirinya, "yang waktu itu ngobrol sama lo di taman belakang rumah si Faga, inget nggak?"
Mencoba mengingat wajah cowok bernama Gara itu, lalu ia mengangguk mantap walaupun Gara tetap saja tidak melihatnya.
"Ouh, ya, aku mengingatmu. Ada apa?"
"Nggak pa-pa. Pengen nelpon aja, hehe. Nggak boleh ya? ada yang marah?"
Iya ada, Faga. Batin Rachel berharap, walaupun itu tidak mungkin terjadi.
Terkekeh pelan lalu menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mungkin. Toh, apa hak Faga marah kepada dirinya saat berkomunikasi kepada seorang lelaki? tidak ada kan?
Merasa tidak ada jawaban Gara meringis pelan. "Ada yang marah ya? gue matiin aja ya, by--"
"--Tidak! tidak ada yang marah, memangnya ada keperluan apa kamu telpon aku? siapa yang membagikan kontak ku kepadamu?"
Gara terkekeh diseberang sana. Merasa senang karena cewek bule itu menahan dirinya untuk mengakhiri telpon. Harapan Gara tercapai saat Rachel menyeru dengan cepat.
"Ho'oh, kiraiin ada yang marah. Nggak ada perlu apa-apa sih, cuman pengen mau ngobrol, siapa tau nyaman kan, hehe."
Gara kenapa? tanya batin Rachel, bingung.
"Kamu berbicara apa?"
"Nggak, lupain. Lo lagi apa?"
Rachel berdiri dari duduknya ingin mengambil laptop yang berada di atas meja belajarnya.
"Aku ingin tidur. Besok saja lanjutkan," itu hanya alibi Rachel saja. Toh, ini baru saja pukul setengah sembilan malam.
Belum sempat lawan bicaranya menjawab, ia sudah terlebih dahulu mematikan nya. Rachel berjalan menuju kasur lalu duduk dan menyalakan laptop yang baru saja ia ambil.
Tujuan nya membuka laptop ialah mengerjakan tugas dari dosen nya, tapi ia urungkan ketika melihat notifikasi dari lelaki yang tadi ia pikirkan. Ternyata Faga menggunggah gambar berduaan dengan Indi di dalam sebuah kafe.
Mata nya memanas saat melihat Faga tersenyum dengan lebar disana. Berbeda dengan dirinya ketika ia meminta foto berdua, lelaki itu hanya tersenyum tipis saja. Itu yang membuat hati Rachel seperti ditusuk oleh pisau.
Menutup laptop nya kesal, lalu ia memejamkan mata nya untuk meredakan emosi yang hampir tidak terkendali. Jika tidak, ia akan menangis.
Aku tidak sanggup, Tuhan. batin Rachel meringis.
---
thanks for reading!kangen?😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Relationship
RomanceSequel Infasilran. Semenjak kepindahan Faga yang memilih untuk kuliah di Belanda untuk menggapai cita-cita nya sebagai Dokter mempelajari ilmu lebih dalam lagi. Awalnya Indi sangat setuju dengan pilihan Faga, karena itu adalah bahagia Faga bahagia I...