Flashback part 2

8.6K 331 19
                                    

Karisa POV

                Setelah kejadian itu, aku dan Mark jarang bertegur sapa. Mark tidak mau melihat mataku langsung bahkan dia tidak mau berlama-lama dalam satu ruangan denganku. Aku tahu Mark pasti kecewa dan marah terhadapku. Mark berhak menjauhiku karena tindakan bodohku. Jika aku menjadi Mark, aku pasti akan melakukan hal yang sama.

                Tapi.. demi apa pun di dunia ini, sudah seminggu aku tidak berbicara dengan Mark! Tidak berbicara dengannya dalam waktu lama malah membuatku semakin merasa bersalah dan terbebani. Aku tidak ingin hubungan kami menjadi buruk hanya karena aku mengambil keputusan secara pihak. Sebagai teman, setidaknya dia mendukung keputusanku atau menyemangatiku. Bukan bertindak seperti pria patah hati yang baru saja dicampakkan pacarnya. Maksudku.. kami berteman bukan? Tidak ada hubungan special atau apa pun. Ya.. walaupun dalam situasi ini aku diam-diam menyukainya.

                Pada akhirnya aku tidak tahan berjauhan dan tidak berbicara sepatah kata pun dengan Mark. Kalaupun dia marah, aku ingin agar dia mengeluarkan uneg-unegnya lalu kami bisa kembali seperti dulu. Mungkin dalam sehari aku akan kesal dengan kata-katanya yang mengintimidasi dan memojokkanku karena tindakan konyolku. Tapi setelah itu kami akan kembali seperti sedia kala.

                Tanpa pikir panjang aku pergi ke rumah belakang dan menghampiri Mark yang saat itu sedang istirahat. Setelah mengumpulkan keberanianku, aku mengetuk pintu dan menunggu Mark membukakan pintu. Tak berapa lama pintu terbuka dan muncullah Mark dengan muka kusut dan penampilan yang kacau seakan-akan tidak mandi berhari-hari. “ We need to talk,” ucapku setelah keheningan panjang meliputi kami.

                Dan sesuai dugaanku, setelah kubujuk dan kujelaskan alasanku, akhirnya Mark mengeluarkan uneg-uneg dan ketidak setujuannya. Bahkan dia mengatakan bahwa keputusanku tidak masuk akal dan sangat bodoh. Tidak mungkin kan aku menjelaskan alasan sebenarya bahwa aku mengambil keputusan itu agar bisa move on dari nya. Yang ada dia akan menertawaiku dan menganggapku tidak dewasa.

                Setelah perdebatan yang cukup panas selama satu jam, akhirnya Mark menyerah dan menasehatiku agar lain kali tidak mengambil keputusan yang konyol seperti itu. Dia ingin agar  aku mendiskusikan semua masalahku dengannya. Seperti pertengkaran-pertengkaran kami sebelumnya, perselisihan kami diakhiri dengan acara berpelukan dan berjanji akan menjaga satu sama lain. Mirip acara anak-anak Teletubies. Biarlah, yang penting kami sudah berbaikan.

                “ Jadi, apa rencanamu ke depannya?” tanya Mark sambil mengelus puncak kepalaku dengan lembut. Kebiasaan Mark yang sangat kusukai.

                “ Entahlah. Aku tidak begitu meyukainya. Mungkin aku akan mengerjainya sampai dia kapok untuk dijdohkan denganku dan membuat dia memohon-mohon pada kedua orang tua kami agar perjodohan ini dibatalkan,” jawabku asal.

                “ Perfect,” komentar Mark lalu mencium keningku singkat. Sesaat aku terdiam ketika Mark mencium keningku. Mark sering melakukannya. Tapi entah kenapa sekarang rasanya jadi berbeda. Aku berusaha menguasai diriku agar Mark tidak melihatku salah tingkah.

                Kehidupanku pun kembali berlanjut dan Papa menyiapkan hari yang tepat untuk first date Adam dan aku agar kami bisa saling kenal. Rasanya seperti di film-film drama yang biasa Alice dan aku tonton. Perjodohan antara anak SMA dengan mahasiswa ganteng di kalangan orang kaya. Karena itu lah Alice sangat semangat untuk mempersiapkanku di kencan pertama kami.

                “ Kalau tahu kau akan sangat bersemangat seperti ini, seharusnya kau saja yang dijodohkan dengan Adam,” gerutuku sambil membawa setumpukan baju yang dari tadi diambil Alice untuk kucoba di kamar ganti.

Billion Dollar MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang