Mark bergegas kembali ke paviliunnya lalu mencari tab 10 inchi yang didesaign khusus untuk berkomunikasi langsung dengan Mr. Harold. Mark menyentuhkan telapak tangan kanannya di atas layar untuk identifikasi sidik jari lalu mengetikkan serentetan kode panjang agar langsung terhubung secara video call dengan tab serupa milik Mr. Harold. Biasanya Mark menghubungi Mr. Harold lewat telepon atau sekretarisnya. Tapi kali ini lain. Ada hal penting yang harus ditanyakannya.
Tak berapa lama layar 10 inchi itu memunculkan wajah Mr. Harold yang tampak sibuk dengan setumpukan file di sampingnya. Untuk beberapa saat Mr. Harold tidak menghiraukan layar tabnya yang sudah terhubung dengan Mark. Dari gestur tubuh Mr. Harold, Mark tahu dia harus menunggu beberapa saat sampai pekerjaan Mr. Harold selesai.
“ This is for emergency call only. I hope you have something important,” ucap Mr. Harold tanpa memandang ke arah layar dan masih sibuk menandatangani berkas-berkas di hadapannya.
Mark mengepalkan tangannya sambil berusaha mengontrol emosinya. Ada banyak hal yang ingin dia konfirmasi kepada Mr. Harold. Untuk itu dia harus melihat ekspresi bosnya untuk memastikan apa yang dia dengar bukanlah kebohongan atau alasan lain untuk menyembunyikan suatu rahasia. Pertanyaan besar yang terus mengabuti pikirannya saat inilah yang ingin dia tanyakan sejak keberadaan Pete. “ Who is Peter Pratista Naumann? Who the hell is he!!” seru Mark dengan emosi yang meledak-ledak.
***###***###***
Pete melambaikan tangannya kepada seorang gadis cantik berambut merah kecoklatan yang baru saja masuk dari pintu cafe. Gadis itu langsung berjalan ke arah meja Pete sambil tersenyum ke arahnya. Melihat senyum manis dan tatapan lembut dari gadis bermata abu-abu itu membuat Pete tak bisa menahan senyum di wajahnya. Tubuhnya seakan-akan terhipnotis dengan kecantikan gadis itu dan suara merdunya yang membuatnya ketagihan. Gadis itu hanya terheran-heran melihat ekspresi bodoh Pete yang otomatis membuatnya tertawa. Mendengar tawanya yang terdengar semerdu lonceng malah membuat Pete semakin terhipnotis. “ Kenapa sih? Kok ngeliatinnya gitu banget,” gerutu gadis itu dengan nada pura-pura marah.
Seakan tersadar dari khayalan tingkat tingginya, Pete menatap lantai dengan gugup dan tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan sederhana dari gadis itu. “ Mmhh.. Nggak kok. Rasanya.. rasanya kayak udah lama banget nggak liat kamu,” jawab Pete salah tingkah.
“ Ohh.. kangen nih sama aku,” goda gadis itu sambil duduk di kursi di depan Pete.
“ Ng.. Nggak kok. Belum ada seminggu nggak ketemu masa udah kangen,” Pete langsung menyesali jawabannya dalam hati lalu menegak kopinya untuk menutupi kegugupannya.
“ Oke. Kalau gitu aku pulang aja ya,” celetuk gadis itu sambil bangkit dari duduknya.
“ Ee.. eh.. Nggak kok. Kata siapa aku nggak kangen. Kangen banget sampe nggak bisa tidur, nggak bisa makan malah sampe lupa gimana caranya mandi,” refleks Pete langsung menangkap tangan gadis itu dan mengucapkan kata-kata yang terlintas begitu saja di pikirannya.
Alih-alih terpesona, gadis itu malah tertawa dan mencubit pipi Pete dengan gemas. “ As usual, kamu polos banget sih. Makanya aku seneng ngerjain kamu,” ucapnya sambil kembali duduk.
“ Kenapa kamu nggak angkat teleponku? Semalaman aku berusaha nelpon kamu tapi nggak kamu angkat sama sekali sampai tadi pagi,” tanya Pete dengan nada serius, masih memegang tangan gadis itu.
Ekspresi wajah gadis itu langsung berubah tegang. “ Oh, itu.. batere hapeku abis,” jawabnya sambil berusaha melepaskan pegangan tangan Pete. Pete tidak percaya dengan jawaban gadis itu dan menggenggam tangan gadis itu semakin erat sambil menatap matanya tajam. “ Karisa!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Billion Dollar Maid
RomanceKarisa sangat terkejut karena adik dari ibunya tanpa minta izin langsung menempati rumah milik Ibunya yang akan diwariskan kepada Karisa. Karisa menyamar sebagai pembantu untuk memata-matai adik ibunya beserta anaknya tersebut. Tapi konflik cinta da...