Mark POV

20.2K 453 14
                                    

Mark POV

Aku memandang langit-langit rumah sakit sambil mengingat memori itu. Memori ketika pertama kali aku bertemu Karisa dan keluarga Wibowo. Tak berapa lama seorang wanita bernama Ratna memanggilku. “ Anda sudah boleh masuk ke dalam kamar Pak Ramlan,” ujarnya ditambah senyum menggoda ke arahku. Tanpa membalas senyumnya, aku langsung masuk ke dalam kamar rawat. Tiba-tiba wanita itu menepuk bahuku. “ Mmhh.. kalau boleh tau.. apa kamu relasinya Pak Ramlan?” tanyanya malu-malu.

Aku menggeleng. “ Aku cuma saudara jauhnya aja,” jawabku yang membuatnya tersenyum.

Kupandangi pria tua yang sedang sibuk membaca beberapa berkas di atas tempat tidur. Selang infus yang terpasang di tangan kanannya tak mengganggunya untuk tetap serius bekerja. Bahkan dia tak sadar dengan kedatanganku. “ Hard day, Mr. Ramlan?” celetukku tepat di sampingnya.

Pria itu memalingkan wajahnya dan terkejut ketika melihatku. “ Mark? Kapan kamu sampai di Indonesia? Kenapa nggak ngasih kabar kalau kamu mau pulang?” tanyanya gembira.

Long story, old man. Yang pasti, aku harus ketemu Karisa secepatnya,” pintaku to the point.

Ramlan mengambil buku agendanya dan mengeluarkan sebuah kartu elektronik padaku. “ Verde apartemen, lantai 15 nomer 15025. Akhir-akhir ini dia lagi sibuk sampai-sampai nggak bisa jenguk aku,” gerutunya sambil memanyunkan bibirnya seperti anak kecil. Aku hanya tertawa melihat tingkahnya mengingat umurnya sudah kepala 7.

“ Thanks. Nanti aku sampein ke Karisa. Get well soon old man.

***###**###***

Hujan deras disertai angin kencang mengguyur daerah sekitar Verde apartemen. Untung saja aku sampai tepat waktu. Sepertinya kali ini cuaca benar-benar sedang tidak bersahabat. Tiba-tiba kilatan petir disertai suara guntur menyambar memekakkan telingaku. Aku langsung teringat pada Karisa. Semenjak kejadian 4 tahun yang lalu, dia menjadi takut setengah mati pada petir. Aku bergegas masuk ke dalam lift dan berharap cepat-cepat bisa menemui Karisa.

Dengan kartu elektronik dari Mr. Ramlan, aku langsung masuk kedalam apartemen dan mencari Karisa. Benar dugaanku. Ketika petir menyambar, teriakan Karisa langsung menggema ke seluruh ruangan. Aku langsung mengikuti sumber suara dan masuk ke dalam kamarnya secara perlahan. Mata abu-abu Karisa membelalak ngeri melihat kedatanganku dari arah pintu. Gelapnya ruangan membuatnya tak mengenaliku. Perlahan tapi pasti kudekati tempat tidurnya. Tubuhnya berguncang hebat. “ Pergi,” pintanya lemah.

Aku tak ingin pergi. Aku datang untuk melindungimu, Karisa. Tanpa bersuara sedikit pun perlahan kudekati dirinya. Tubuhnya semakin berguncang. “ Pergi!” serunya padaku. Ditutup matanya dengan kedua tangannya dan tubuhnya semakin diringkukkan. Dengan hati-hati kupeluk tubuhnya yang berguncang dengan hebat. “ It’s alright, Karisa. Everything gonna be alright (tidak apa-apa Karisa. Semuanya akan baik-baik saja),” bisikku lembut di telinganya.

Kurasakan tubuhnya mulai sedikit relax setelah kupeluk. Lama-lama tubuhnya sudah tidak berguncang dan tangannya sudah terkulai lemas di sampingnya. Perlahan dia menarik tubuhnya dari pelukanku dan memperhatikan wajahku lekat-lekat. “ Mark?” ucapnya tak yakin sambil memperhatikan seluruh tubuhku.

Mungkin dia sedikit terkejut melihatku sudah agak berbeda sekarang. Selama di Amerika aku menjalani pelatihan keras dan hari-hari yang berat untuk bertahan hidup dari bayang-bayang pembunuh bayaran yang mengincar Mr. Harold. Nico, salah satu pelatih FBI dan sahabat Mr. Harold, sengaja didatangkan untuk melatihku agar menjadi bodyguard yang handal karena hanya aku yang diijinkan Mr. Harold untuk berada disampingnya. Pelatihan keras itu membuat tubuhku menjadi kekar dan berotot secara tidak langsung. Entah aku harus berterima kasih padanya atau tidak. “ Iya Karisa. Aku pulang,” jawabku sambil mengelus pipinya lembut, meyakinkannya bahwa aku benar-benar dihadapannya.

Billion Dollar MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang